Sunday, May 09, 2010

9 Mei 2010 : Pikiran - Hati - Perut

Pagi ini setelah kenyang menikmati mie instan koya, pembantu saya Atik menghampiri untuk minta izin pulang mengurus warisan dari buyutnya. Dia bilang kalau tidak diizinkan ya dia minta izin suaminya saja pulang mengurus.

Setelah saya tanya lebih detil, saya mengatakan sebaiknya dia yang mengurus karena ini adalah warisan dia. Saya mengatakan pada Atik, karena kemungkinan besar tanah warisan itu adalah tanah girik, maka sebaiknya dibuat surat tanah girik yang jelas dari kelurahan setempat dan menyarankan agar rembuk keluarga mengenai pemisahan tanah dan warisan tersebut disaksikan notaris. Bila yang lain tak mau, setidaknya Atik harus membuat akte notaris mengenai warisan yang didapatkan agar ia punya pegangan hukum atas tanah warisannya. Saya juga menyarankan agar ia membuat akta tanah hak milik atas warisannya agar nilai tanahnya bertambah baik.

Saya lalu bertanya selama ini tanahnya diapakan. Atik mengatakan bahwa selama ini ayahnya menggarap ladang. Saya tanya, lalu kamu dapat apa? Dia bilang ya tidak dapat apa-apa, kecuali kalau bapaknya datang dia dibawai beras. Saya bilang lagi, lain kali kalau diberi beras tolak saja, toh kamu sudah makan nasi tiap harinya di rumah ini. Saya lalu menegaskan bahwa sebagai pemilik tanah Atik seharusnya mendapatkan bagian dari hasil bumi yang dihasilkan dari tanah tersebut.

Lalu saya memberi masukan. Kalau tanah itu tidak diapa-apakan, mengapa tidak dijual saja tanahnya dan hasil penjualan didepositokan sambil menunggu anaknya Ririn selesai sekolah kebidanan. Ririn adalah anak yang cerdas dan memiliki visi. Jadi bagaimana kalau saling bagi tugas. Ririn harus menyelesaikan sekolahnya dengan baik, bekerja di rumah bidan dan belajar mengenai operasional rumah bersalin, lalu pada saatnya Atik dengan uang depositonya - dibantu saya - mendirikan rumah bersalin sederhana untuk dikelola Ririn. Saya bilang, yang namanya Rumah Bersalin harus ada fasilitas penunjangnya. Ada kantin, Ada kebersihan. Ada laundry nya. Masing-masing butuh orang untuk mengelolanya. Bayangkan kalau suaminya berkonsentrasi mengurus maintenance dan kebersihan geduhg, Atik berkonsentrasi pada kantin dan laundry, sedang Ririn di operasional. Seketika itu Atik bukan lagi seorang yang selama ini menjaga dan merawat rumah saya, namun seorang pemilik rumah bersalin, pemilik kantin dan pengusaha laundry. Bandingkan bila ia cuma berniat pensiun di desa di atas tanah warisannya. Tidak jadi apa-apa selain mantan pembantu.

Lalu ia bilang tapi dia ini tidak pintar dan sekolah tak lulus. Saya bilang, Pak Harto juga tak lulus SD, Lim Sioe Liong tidak lulus SD juga. Kok bisa jadi orang nomor satu di negeri ini? Terkaya pula. Saya mencontohkan Dr. Munawar, ahli jantung dan dokter kepresidenan yang tidak diragukan lagi kepiawaiannya dalam urusan jantung. Namun yang membangun Rumah Sakit Jantung Swasta Pertama dan sampai sekarang masih satu-satunya di negeri ini adalah isterinya yang tidak lulus sarjana karena keburu menikah. Hormat saya pada Ibu Futikah luar biasa besarnya dan karena semangat dan visinya, saya dengan senang hati rela membantu menyebarkan informasi mengenai kehebatan dan keluarbiasaan rumah sakit yang beroperasinya bukan melulu mengejar uang. Saya juga memberi contoh langganan pecel saya Yu Nanik yang sekarang punya 5 cabang pecel lele. Pembuat rujak cingur di jalan Sawo di Malang yang anaknya semua sekolah di luar negeri dari hasil jualan rujak, dan seorang ibu yang berprofesi pengurus jenazah yang kini puteri tertuanya punya beberapa toko di mall-mall strategis di Jakarta dan puteranya menjadi orang terpandang di sebuah perusahaan besar di Indonesia.

Saya bilang, yang terpenting adalah Pikiran, Hati baru masuk ke Perut. Saya sama sekali tidak mengecilkan pentingnya pendidikan, namun yang terpenting adalah cara berpikir kita, hati nurani kita. Kalau keduanya berjalan selaras, dengan sendirinya kedua unsur itu akan mengisi perut kita.

Hari ini saya menyemangati pembantu saya untuk memiliki visi yang jauh. Yang membuat tanah kebun sayur tidak sekedar sebagai warisan semata, namun sebagai asset yang bisa berkembang melampaui batas-batas tradisional dan menempatkan seorang pembantu rumah tangga menjadi seorang pengusaha. Setelah satu jam saya jelaskan, ia menangkap makna wejangan saya dan jadi memiliki visi kemana hidupnya bisa dibawa, lengkap dengan tahapan-tahapan rencana yang konkret.

Kalau saja ada seribu Atik yang memiliki kesempatan dan visi seperti ini, negara kita akan memiliki ketahanan ekonomi dan ketahanan bangsa yang luar biasa, yang takkan karam diterjang badai krisis perekonomian dunia sekalipun karena dasar pondasinya adalah perekonomian akar rumput. Sayang, kebanyakan orang di negeri ini salah mengurut unsurnya : Perut - Pikiran - Hati Nurani. Karena unsurnya cuma bisa masuk dua, maka alih-alih yang masuk pikiran dan hati yang kemudian membuahkan hasil bagi perut, yang ada cuma perut dan pikiran - minus hati. Jadinya yang terpikir cuma perut dan akal busuk bagaimana membesarkan perutnya sendiri saja ....

No comments: