Biasanya saya langsung membuang email sampah, namun hari ini saya justru asyik membacanya. Email promo dana pensiun ini menarik perhatian saya. Katanya :
- Pernahkah terbayang apa yang akan terjadi dengan Anda di usia 55?
- Pernahkah berpikir seperti apa Anda saat pensiun kelak?
- Di mana posisi perusahaan Anda saat Anda sudah pensiun?
- Pensiun mungkin kata yang tidak asing bagi kita sebagai karyawan. Namun adakah
Anda siap bila masa itu datang?
Faktanya ...
- Data menunjukkan 65% pensiunan di Indonesia tidak mampu mencukupi kebutuhan
hidupnya sehari-hari.
-60% dari para pensiunan hanya mengandalkan Jamsostek sebagai pengaman saat mereka
pensiun.
- Lebih parah lagi hanya 21% yang tahu berapa besar uang pensiun yang harus
dibutuhkan saat mereka pensiun kelak.
Pertanyaannya ...
- Dimanakah Anda saat ini?
- Apakah Anda hanya mengandalkan Jamsostek bagi pengaman Anda saat pensiun?
- Tahukah Anda, berapa besar uang pensiun yang akan Anda dapat?
- Cukupkah untuk membiayai hidup Anda saat pensiun?
- Bagaimana mempersiapkan dana pensiun dan mengelola uang saat Anda sudah tidak
bekerja lagi?
- Investasi apa saja ang tepat untuk mempersiapkan pensiun Anda?
- Bagaimana memulai usaha, mencari ide untuk memulai usaha Anda setelah pensiun?
Namun yang paling mendasar adalah :
- Kapan sebaiknya kita mempersiapkan diri menghadapi pensiun?
Promo ini bertemakan "Pensiun sukses Pensiun terencana" dan jawaban mereka atas pertanyaan terakhir adalah sejak hari pertama kita bekerja atau sejak kita menerima gaji pertama, alias sedini mungkin.
Mungkin Anda seperti saya, terhenyak. Selama ini tak terpikir buat saya untuk memikirkan soal pensiun. Dalam angan, saya akan bekerja seumur hidup. Namun sebuah peristiwa di pinggir sungai Clarke Quay di Singapura membuat saya berpikir sebaliknya.
Saat santai jalan di festival jajan Singapura, saya tertarik akan sebuah iklan tukang ramal, dan iseng meramal nasib masa depan. Sang Bapak mengatakan bahwa hidup saya akan panjang, dan butuh perencanaan matang menghadapi usia panjang itu. Memang sih, ramalannya mengatakan bahwa unless I srew up in life, my life will be just fine. Namun sebaiknya saya mulai berpikir soal masa tua.
Mulai saat itu saya jadi lebih banyak berpikir tentang masa depan. Meski demikian, saya belum pernah duduk secara serius memikirkannya secara detil. Malam ini saya seperti diberi pertanda untuk merancang masa depan dengan lebih baik melalui sebuah email sampah dan daftar pertanyaannya yang bisa menjadi acuan kerangka berpikir masa depan saya.
Setelah sedikir berpikir ekstra, saya mulai punya gambaran. Secara kasar, saya ingin pensiun di usia 55 tahun, atau kalaupun molor ya di usia 60. Meskipun demikian, bukan berarti saya berhenti bekerja. Saya ingin menjadi independent communications consultant, bidang yang telah saya geluti lebih dari 20 tahun. Namun tidak dalam bentuk perusahaan seperti sekarang ini, dimana saya juga duduk sebagai pemegang saham. Bisa saja saya tetap sebagai konsultan senior di perusahaan saya, namun tidak harus terikat kantor 5 hari seminggu, dari jam 9 pagi hingga 5 sore. Base kerja saya adalah rumah. Jadi, saya hanya pergi meeting bila dibutuhkan, dan meetingnya tidak harus di kantor, bisa di mall atau mana saja. Sebagai seorang konsultan independen, saya berangan bisa menentukan sendiri klien apa yang ingin saya tangani, dan berapa banyak klien yang ingin saya kerjakan. Selain itu saya ingin punya sebuah usaha sampingan yang fun dan tidak perlu terlalu "serius" menanganinya. Usaha cafe misalnya. Saya juga ingin mengembangkan hobi menulis menjadi sesuatu yang produktif. Saya juga ingin punya kegiatan yang bisa memberi manfaat bagi bangsa dan negara ini, paling sedikit bagi sesama sekitar saya. Tentu saya tidak bisa melakukan semua ini tanpa dana. Karena itu, saya sedang memikirkan sebuah dana pensiun yang nantinya akan menjadi dana abadi saya. Artinya tidak akan diusik-usik untuk kebutuhan sehari-hari saya, sehingga bila tidak punya klien satu pun saya masih bisa menikmati hidup layak dan nyaman. Jadi, kegiatan tadi merupakan bonus buat saya. Buat beli TV Plasma 3D terbaru, jalan-jalan keliling dunia, beli properti baru, tanpa perlu mengutak atik dan memusingkan biaya hidup harian. Dengan semua angan ini, saya pun jadi terpikir untuk membuat surat waris sehingga harta sedikit yang saya miliki tak jadi sumber pertikaian antar pihak-pihak yang sok merasa berhak padahal sama sekali tak punya hak. Dana saya pun harus cukup menghidupi sakit penyakit dan biaya kematian saya sendiri. Saya cukup sering melihat karena tak punya persiapan sakit dan meninggal, seseorang menjadi sangat terlunta dan sengsara justru di akhir hayatnya.
Hm, tampaknya gambaran di atas sepertinya cukup menjadi garis haluan masa depan saya kelak. Sebuah masa depan yang cukup santai namun dipenuhi kegiatan-kegiatan yang saya minati dan nikmati tanpa harus ada yang membatasi dan mengatur-atur. Tentu, di saat segar bugar seperti sekarang ini, jarang saya memikirkan masa tua. Namun, email tadi memang benar. Seperti Stephen Covey dalam bukunya the 7 habits of highly effective people yang menempatkan "Begin with the end in mind" pada habit yang pertama. Persiapan pensiun memang harus dimulai sejak hari pertama kita bekerja. Makin awal kita mempersiapkan, makin ringan langkah kita. Saya sudah kehilangan 22 tahun kerja tanpa mempersiapkan hari tua dengan cermat. Untung, saya sadar sekarang, sehingga masih punya 10 tahun dari tenggat waktu usia 55 yang saya tetapkan sendiri. Bagaimana dengan Anda? Apa jawaban Anda terhadap junk mail yang berguna ini? Seberapa siapkah Anda? Kalau belum, this can be your wake up call. Our wake up call.
No comments:
Post a Comment