Tim Thomas Cup Indonesia kalah 0-3 dari Cina di babak final. Sebelumnya tim Indonesia masuk final juga tidak. Beberapa teman menyatakan kekesalannya melalui facebook. Saya sih dari awal sudah tak mau berharap apa-apa dari tim nasional kita.
Tanpa sengaja, siang ini saya membaca berita di internet mengenai pelatih Lin Dan, pebulu tangkis nomor satu dari Cina. Sang pelatih adalah orang asal Indonesia kelahiran 13 Maret 1942 yang akrab dipanggil Oom Tong. Namanya Tan Hsien Hu atau Tong Sin Fu. Oom Tong lah yang melatih para pahlawan bulu tangkis kita termasuk mengantar Alan Budikusuma dan Susi Susanty meraih emas Olimpiade. Saya lalu bertanya dalam hati, tega benar Oom Tong meninggalkan Indonesia dan membela musuh bebuyutan kita di bulu tangkis. Ternyata dugaan saya salah besar. Sebetulnya Oom Tong cinta Indonesia. Sayangnya permohonan warga negaranya ditolak oleh Pemerintah Indonesia di tahun 1998. Begitu tahu disia-siakan Indonesia, Oom Tong langsung diminta untuk melatih tim nasional Cina dan menjadikan tim naga ini tertangguh di dunia. Oom Tong tidak hanya dihormati oleh negaranya, tapi juga oleh atlet-atletnya. Lin Dan menganggapnya seperti kakek yang memberikan arahan tidak hanya di bidang olah raga, namun juga filosofi hidup, hal yang paling penting dalam menciptakan bobot atlet yang bermartabat, yang sudah terkikis dari hati atlet kita.
Komentar para pembaca? Wah, semuanya memaki ketololan pemerintah Indonesia. Saya juga tidak mengerti apa alasan pemerintah menolak kewarganegaraan orang yang lahirnya saja di Indonesia, sudah membela bangsa ini melalui tangan dinginnya mencetak atlet yang mengharumkan nama bangsa ini di kancah Olimpiade. Saya tak tahu apakah teman-teman saya berteriak lebih keras lagi kalau mereka tahu akan hal ini. Namun dari kejadian ini saya belajar dan diingatkan sekali lagi agar saya tidak sombong. Seakan puas rasanya kalau sudah bisa menolak, menindas orang, padahal roda kehidupan ini berputar. Orang yang kita sia-siakan bisa jadi menjadi pahlawan dan orang paling terkenal di dunia ini karena keharuman namanya. Tak jarang bunga tak langsung mekar. Kuncup yang kita sia-siakan bisa jadi dipungut orang lain dan mekar dengan indah, keharumannya semerbak keseantero ruangan.
Hari ini saya diingatkan kembali untuk menghormati semua orang tak peduli bagaimana pun penampilan dan gayanya. Kita tak pernah tahu kapan lagi kita berjumpa dengannya dan dalam kapasitas apa. Saya jadi ingat kejadian pengangkatan Menteri Kesehatan di awal Kabinet Indonesia Bersatu jilid II. Seorang yang sudah dibuang, dicopot dari jabatannya, tanpa diduga-duga melesat naik diangkat menjadi Menteri Kesehatan salah satu negara berpenduduk terbesar di dunia. Saya juga ingat kejadian saat saya harus menjadi salah satu juri penentu akhir bagi tender iklan sebuah perusahaan telekomunikasi raksasa. Saat semua peserta rapat menunggu, dan saya bersama direksi keluar dari lift, mata saya bertubrukan dengan salah seorang pimpinan finalis perusahaan iklan : mantan bos yang sudah memaki-maki saya dan menolak berhubungan dengan saya karena saya ini "mantan karyawan"nya.
Yang jelas, tips hari ini adalah : jangan pernah memandang sebelah mata orang lain. Kita tak pernah tahu kapan kita akan bertemu dengan dia lagi, dan dalam kapasitas apa...
No comments:
Post a Comment