Pagi ini saya menjadi moderator untuk peluncuran Oxford Advanced Learner's Dictionary edisi mutakhir, yang ke delapan. Dalam paparannya, pakar linguistik Nany Lukman menjelaskan beda seorang penutur jati atau yang lebih dikenal dengan istilah native speaker dan pemelajar bahasa asing menyerap sebuah kata. Seorang penutur jati mempelajari sebuah kata dalam kondisi lengkap, artinya sebuah kata diperkenalkan padanya dalam bentuk rangkaian kata yang menciptakan sebuah kalimat utuh. Dengan demikian, si penutur jati mengenal kata itu dalam nuansa, situasi, kondisi dan latar belakang budaya yang utuh dimana sebuah kata digunakan dalam sebuah kalimat utuh. Pemelajar bahasa asing sebaliknya terlalu terpaku dalam mempelajari kata per kata sehingga kehilangan ruh saat menggabungkan kata yang satu dengan kata yang lain. Sering kali ketika meneliti ulang kata-kata yang digabungkan itu tidak ada yang salah, namun bila dipadu, bisa jadi kurang tepat. Ibu Nany kemudian memberi contoh kalimat "According to me" yang kalau diteliti satu satu tak ada yang salah, frasa ini janggal dan tidak digunakan oleh seorang penutur jati. Kepekaan terhadap sebuah kondisi tertentu juga menjadi penyebab mengapa seorang pemelajar bahasa asing kurang tajam mengungkapkan kondisi sebuah kejadian. Misalnya, sebuah kejadian yang "very important" bisa dipertegas lagi dengan rujukan, "crucially important" dan sebagainya.
Dari penjelasan yang sangat teknikal ini, sebetulnya intinya adalah seorang yang mendapat paparan yang utuh akan dapat menangkap ruh pelajaran dengan lebih baik dari seorang yang belajarnya sepotong-sepotong.
Pikiran saya lalu menerawang lebih jauh dari sekedar belajar bahasa. Selama hidup saya sering memperhatikan kita ini sering menjalani hidup seperti pemelajar bahasa asing. Menerima informasi sepotong sepotong tapi sok mau merangkainya menjadi sebuah pemahaman yang bermakna bagi hidup ini. Bisa diduga, akibatnya tindakan yang kita ambil dalam hidup ini hasilnya juga tidak maksimal karena tidak ada ruh nya. Saya lalu merasa bahwa cara seperti ini adalah pola belajar yang salah. Seharusnya saya memandang, mempelajari dan menjalankan hidup seperti seorang penutur jati, yang mempelajari hidup ini secara menyeluruh dan tidak setengah-setengah sehingga kita punya pemahaman utuh tentang bagaimana hidup ini harus dijalani.
Sekarang, saya berjanji untuk belajar "hidup" secara utuh. Yang tidak setengah-setengah, yang tidak nanggung. Yang kalau punya tujuan ditekuni dan dilaksanakan dengan sepenuh hati jiwa dan raga sehingga hasilnya maksimal dan punya ruh.
Hari ini saya belajar untuk menjadi penutur jati dalam kehidupan saya ...
No comments:
Post a Comment