Pagi tadi saya mendapat kabar bahwa Ibu Sri Mulyani Indrawati mengundurkan diri sebagai Menteri Keuangan Kabinet Indonesia Bersatu jilid II untuk menjadi Managing Director World Bank Group. Dalam siaran persnya, Presiden World Bank Robert B. Zoellick mengatakan bahwa sebagai Menteri Keuangan sejak tahun 2005, Ibu Sri Mulyani telah membimbing kebijakan ekonomi salah satu negara terbesar di dunia, dan mengarahkan Indonesia dengan sukses terhindar dari krisis ekonomi global, menerapkan reformasi kunci dan dihormati oleh rekan-rekannya di seluruh dunia. Beliau juga memuji Ibu Sri Mulyani sebagai seorang Menteri Keuangan yang luar biasa prestasinya dengan pengetahuan yang mendalam tentang isu perkembangan dan peran World Bank Group. Masih panjang lagi pujian kepada wanita yang masuk dalam daftar 100 orang paling berpengaruh di dunia versi majalah Forbes.
Berita ini kemudian mendapat reaksi luar biasa di dalam negeri, terutama oleh politikus yang sedang gencar-gencarnya menyecar Sri Mulyani dengan kasus Bank Century serta berbagai pihak yang tidak jelas kepentingan dan kapasitasnya. Kesemuanya bernada seolah olah di negeri ini sedang ada Bancaan Nasional, alias pesta rakyat, atas perginya sang pesakitan yang berarti ada kesempatan mencalonkan pion-pion berbagai kepentingan di posisi kunci kabinet pemerintahan ini. Selain berpesta, mereka juga tak mau melepaskan gigitannya kepada sang menteri dengan mengatakan bisa melakukan penyelidikan via chatting. Luar Biasa!
Saya ini warga negara biasa yang tidak mengerti apa-apa. Saya memang pernah berjarak kurang dari satu meter dari Ibu Sri Mulyani, namun tidak mengenalnya secara pribadi. Saya juga di pihak yang netral, tak ada untung membela atau mencercanya. Namun kejadian Bank Century yang kental nuansa politiknya ini berputar dengan arus yang sangat kencang sehingga pendirian yang kuat pun terdera badai. Sebagai seorang yang berkecimpung di dunia komunikasi, saya merasakan kencangnya niat berbagai pihak menggoyang posisi wanita yang masuk di jajaran utama Most Powerful Women versi Majalah Globe Asia selama beberapa tahun berturut-turut. Sebagai orang awam, saya "membaca"nya kok malah si Ibu ini jadi korban kejamnya politik. Dengan segala upaya yang ingin diciptakan untuk menumbangkan citra sang menteri, kesan yang saya peroleh malah orang ini justtru sedang dizolimi berbagai pihak, dan pihak yang paling bertanggung jawab justru tidak mau menunjukkan batang hidungnya sebagai seorang gentleman.
Justru dengan kondisi seperti inilah, saya menjadi prihatin terhadap sikap bangsa kita. Well, mungkin terlalu digeneralisasikan. Seharusnya saya menyebut lebih spesifik lagi : para elit negeri ini yang terlalu serakah dan sibuk untuk memenangkan ego dan kepentingannya sendiri sehingga sudah sama sekali tak peduli akan kepentingan negara yang hakiki. Tentu saya tidak bisa membandingkan Ibu Sri Mulyani dengan berbagai tokoh sejarah yang dikorbankan justru pada saat ia membawa bangsanya keluar dari kesengsaraan. Namun mau tak mau saya jadi teringat akan kisah Joan D'Arc, seorang pahlawan Perancis yang membawa negaranya memenangkan peperangan justru dihukum mati karena ia diculasi oleh lawan politiknya dengan mengambil dalih pembohongan publik, mengaku sebagai seorang pria, padahal ia wanita. Cina juga mengenal tokoh Fa Mulan yang nasibnya hampir saja seperti Joan D'Arc, kalau saja Kaisar tidak segera menyadari kekeliruannya.
Sebagai warga negara Indonesia yang sangat nasionalis, hari ini saya malu atas kelakuan bangsa saya sendiri, terutama para elit politik yang hanya mementingkan kepentingannya sendiri dengan mengorbankan seorang insan yang oleh bangsa lain justru dianggap sebagai pahlawan. Padahal selama ini Beliau lah yang membawa martabat bangsa ini selamat dari gelombang air bah krisis global dan mendudukkan Indonesia di jajaran terhormat negara-negara G20. Saya geram akan kelakuan bangsa saya yang bangga akan posisi yang sudah diraih namun sama sekali tak menaruh hormat apa lagi terima kasih kepada orang yang memiliki peran kunci dalam membawa kita terhindar dari semua musibah yang menimpa bangsa lain di dunia ini.
Coba perhatikan statement yang keluar dari mulut bangsa ini, dan bandingkan dengan statement Bank Dunia. Setelah apa yang telah ia lakukan bagi bangsa ini, yang keluar dari mulut kita adalah kecurigaan dan cercaan, sedang bangsa dunia mengapresiasi dan memberikan kedudukan yang tinggi kepadanya. Malukah kita, bahwa orang lain lebih bisa menghargai dari kita sendiri? Saya rasa hati nurani kita yang tumpul akan mengatakan : tidak, kenapa harus malu? Masih banyak orang lain yang bisa menggantikan dia! Hal ini tercermin dari sikap dan statemen yang langsung beredar segera setelah mengetahui kabar lengsernya sang ibu.
Hari ini saya berduka karena kita akhirnya ditinggalkan oleh seorang yang menyelamatkan negara ini dari krisis yang bahkan menjatuhkan negara adidaya dan mapan di Amerika dan Eropa, dan atas kejelian mereka, ia diambil untuk menyelamatkan dunia ini. Setelah ini, sebagai seorang Managing Director World Bank, tentu visinya sudah bukan lagi menyelamatkan Indonesia, tetapi dunia yang nota bene belum tentu termasuk Indonesia. Dan ketika Indonesia membutuhkan bantuan Bank Dunia, masih punya muka kah kita untuk bisa minta tolong pada orang yang sudah kita zolimi? Akankah kalau permintaan kita ditolak demi keselamatan dunia, kita akan kembali mencaci makinya karena di cap tidak nasionalis? Siapa yang membuat dia akhirnya tidak nasionalis?
Saya tidak membela Ibu Sri Mulyani dengan mengatakan Beliau tidak bersalah. Urusan itu adalah urusan hukum. Setiap orang pasti setuju bahwa kalau dilihat dari berbohongnya, Joan D'Arc jelas bersalah secara hukum karena menipu negara dengan berpura-pura menjadi seorang pria. Namun, semua orang akhirnya juga setuju bahwa Perancis kehilangan salah seorang pahlawan terbesar sepanjang sejarah dengan membakarnya hidup-hidup. So much for the sake of pride!
Hari ini saya disadarkan bahwa kalau selama ini saya membanggakan diri sebagai orang Indonesia dan dinilai punya jiwa idealis nasionalis yang tinggi, ternyata saya belum apa-apa. Selama ini saya tidak pernah melakukan apa-apa bagi terciptanya sebuah negara yang benar-benar "care" terhadap bangsanya dan mau berkorban demi kemajuan bangsa ini. Saya memang bukan siapa-siapa, dan tidak punya kemampuan dan kepintaran yang memadai, namun saya percaya kalau kita yang di akar rumput ini sudah bisa menggalang kekuatan melalui Indonesia Unite melawan pemboman dan kesemena-menaan bangsa lain dalam mengklaim berbagai budaya milik bangsa, mengapa kita bisa tidak bersatu melawan segala kezoliman demi terbentuknya negara yang adil makmur, bermartabat dan berhati nurani? Ataukah kita ini sudah sedemikian korupnya sehingga tangan kita sendiri sudah terciprat tinta yang sama? Kalau kita bisa bersatu mengumpulkan sejuta tanda tangan untuk Chandra Bibit, dan ratusan juta uang koin untuk Prita, mengapa kita tidak bisa berbuat yang sama untuk kepentingan bangsa kita sendiri yang bersih dan membawa negeri ini kepada sebuah kesejahteraan nasional yang sesungguhnya? Marilah kita bangkit dan menjadi negara bermartabat. Yang tahu mana yang benar dan salah. Yang mengharamkan pihak yang cuma mementingkan kepentingannya sendiri, dan menghargai mereka yang secara tulus ikhlas berkorban demi kemajuan bangsa. Kalau kita bersatu, niscaya kita bisa. Kalau selama ini kita cuma menggerutu diam-diam, mengapa tidak kita gemakan suara hati putih kita sekarang juga sehingga membuat gentar dan jera mereka yang menyerakahi bangsa ini? Saya percaya bila dimulai dari diri kita lalu disatukan, tentu gaung dan dampaknya akan mengalahkan dunia sekalipun. Indonesia Unite yang tidak sekedar Unite untuk hal-hal tertentu, namun rembug dan urun nasional untuk membangun bangsa dan negara tercinta ini!
Hari ini saya berjanji, dengan kemampuan saya yang terbatas ini, akan bersuara lebih lantang demi terciptanya negara Indonesia yang adil makmur dan berhati bersih. Selamat bertugas memimpin dunia, Ibu Ani. Kalau bangsa ini sudah sebegitu sombong dan angkuhnya menolak Anda, tak salah bila Ibu memilih dunia (baca: world) yang selama ini begitu hormat dan menghargai apa yang Anda lakukan. Soal Indonesia, biarlah kita belajar dari kesalahan kita sendiri. Kita lihat saja nanti prestasi pengganti Anda ...
No comments:
Post a Comment