Teman saya sedang pusing. Malam-malam ia menelpon untuk curhat bahwa kakaknya baru saja memvonis putus hubungan dengannya. Padahal ia tidak bersalah, ia malah menjadi korban penipuan kakaknya. Ceritanya, kakaknya mengajaknya berbisnis, dan karena yang meminta kakaknya, maka ia urun sumbang dana sebesar hampir 50 juta. Pagi tadi, kakaknya menelpon menanyakan soal Kredit Tanpa Agunan dan sang adik memperingatkan agar sangat berhati-hati dan menghitung benar bunga serta kemampuan membayar cicilan bulanan vs besar penghasilan. Dari sana, sang adik mengatakan bahwa akhir pekan ini ia cukup punya waktu luang, ingin melihat bisnis yang dipercayakan pada kakaknya. Ternyata jawaban yang didapat dari sang kakak seperti labirin. Singkat cerita, bisnis yang diceritakan adalah pepesan kosong dan uang 50 jutanya menguap begitu saja ditelan kantong sang kakak. Alih-alih ia yang marah, malah kakaknya yang marah besar. Katanya kok ia hitungan gitu dengan kakaknya, dan semua orang kan pasti pernah salah langkah. Ujung-ujungnya, sang kakak memvonis putus hubungan keluarga. Teman saya jadi emosional dan langsung mengiyakan ajakan putus tersebut, apa lagi ini bukan kali pertama ia dikadali kakaknya. Sudah ketiga kalinya. Namun, bagaimana pun juga sebagai adik ia merasa patah hati, kok tega-teganya kakaknya bertindak semena-mena seperti ini. Ia yang dikerjai, tapi ia yang sekarang seolah ditempatkan di kursi pesakitan.
Saya yang mendengarnya menjadi terheran-heran. Jangan-jangan ini akal sang kakak agar tidak perlu pusing-pusing mengakui ia telah mengorupsi uang adiknya dan tak punya kewajiban untuk memulangkan uangnya. Saya sih yakin, mau bagaimana pun, uang tak akan kembali, tapi sambil mendengar saya memutar otak, bagaimana ya caranya menghajar sang kakak, supaya sadar ia tidak bisa bertindak seenak-enaknya saja mentang-mentang ia anak tertua bisa bersikap sesuka hatinya pada sang adik.
Diam-diam saya jadi terusik berpikir mengapa orang suka memanipulasi hubungannya dengan orang-orang terdekatnya? Ancaman putus merupakan ancaman yang luar biasa kejamnya dan memiliki konsekuensi beban batin yang luar biasa mengingat hubungan yang tadinya dekat kemudian ditebas begitu saja. Serela-relanya kita memutuskan hubungan keluarga, pasti di lubuk hati terdalam ada rasa "gelo", rasa tak rela.
Tiba-tiba saya melihat semua ancaman ini dari sisi yang berbeda. Hidup kita ini memang penuh ancaman yang mencoba membuat kita seolah-olah tidak berdaya selain mengikuti ritme permainan dan kekuatan di luar diri kita sehingga mau tak mau kita harus ikut dalam arus yang kuat itu. Segala tekanan itu membuat kita lupa, bahwa kita adalah makhluk merdeka yang memiliki kebebasan untuk mengendalikan diri kita, dan bukannya dikendalikan oleh orang atau kekuatan lain. Orang-orang macam kakak teman saya adalah kekuatan yang merongrong yang mencoba menguasai dan mengendalikan kehidupan dan pola pikir adiknya sehingga sang adik merasa tidak berdaya dan bisa dianiaya seenaknya. Bukankah hal semacam ini banyak di sekeliling hidup kita?
Tiba-tiba lagi saya bangkit dan memiliki spirit untuk melawan, bukan dengan kekerasan namun dengan cara menunjukkan bahwa saya adalah pribadi yang menentukan, bukan ditentukan. Dengan kata lain : I control my life. Sehingga saya tidak akan membiarkan orang mempermainkan dan mengendalikan hidup saya. Saya yang pegang kemudi, dunia perlu tahu bahwa saya memegang kendali hidup saya dan tidak akan membiarkan ancaman apa pun mempengaruhi independensi saya.
Saya lalu punya jawaban buat teman saya : Ikuti saja kemauannya, pengen tau nih seberapa lama sih dia tahan jauh-jauh dari adiknya yang notabene belakangan ini menjadi sumber uang keluarga, toh teman saya tidak akan ada ruginya sama sekali - malah dapat berkah break, istirahat sejenak dari kakak perongrong. Kalau nantinya si kakak mendekat lagi karena diam-diam sadar atas kesalahannya, ambil hikmahnya, ulurkan tangan sebagai seorang adik yang menerima kembali kakaknya yang hilang dan memulihkan kembali silaturahmi keluarga yang sempat terhenti. Namun tentu saja lingkupnya sebatas itu saja, tidak lebih, tidak ada lagi acara berurusan soal uang dan hal lain di luar pakem pertalian keluarga. Semoga dengan aksi balas gertak kali ini kakaknya menjadi sadar bahwa adiknya bukan lagi seorang yang bisa ditekan-tekan dan dikadali seperti dulu, karena kali ini jurus kekuasaan ala kakak tertua sudah tak mempan lagi alias sirna keampuhannya...
No comments:
Post a Comment