Thursday, September 09, 2010

9 September 2010 : Maaf lahir batin

Gema Takbir memenuhi langit Jakarta yang berhias rintik hujan dan sejak saat itu bbm dan sms saya sibuk dengan saling berbagi ucapan selamat Idul Fitri 1431 H serta tak lupa mohon maaf lahir batin.

Kegiatan ini sudah merupakan tradisi dan ritual yang saya lakukan kepada kerabat, teman dan klien terdekat. Sambil sms dan bbm, muncul pertanyaan dalam hati apakah saya benar-benar memahami arti mohon maaf lahir batin? Ataukah ini hanya lip-service yang saya ucapkan tanpa makna dan sekedar memenuhi tradisi saja tanpa benar-benar tahu mengapa saya minta maaf?

Otak saya kemudian lari lebih jauh lagi. Setiap hari saya minta ampun atas dosa-dosa saya kepada Tuhan dan setiap hari saya bikin dosa baru lagi, kalau tidak mengulang dosa yang sudah saya minta hapus di hari sebelumnya.Apa yang ada di benak saya ketika minta ampun? Merasa bahwa hanya dengan memohon lewat doa dosa saya sudah dihapuskan dan karena sudah merasa bersih saya boleh berbuat dosa lagi untuk kemudian minta ampun lagi? Saya membayangkan kalau dosa itu tulisan yang saya buat di kertas putih, dan ketika saya minta ampun dosa itu dihapuskan lalu ditulis lagi dihapus lagi ... sampai kapan kertas itu kuat ditulis hapus? Tentu suatu saat kertasnya tidak akan putih lagi, dan karena ditulis hapus maka seratnya semakin tipis dengan penghapus dan akhirnya sobek atau berlubang, tak bisa diperbaiki lagi. Saya tahu, karena saya punya pengalaman di sekolah dasar membuat pekerjaan rumah yang salah melulu sehingga selalu dihapus oleh ibu saya hingga akhirnya berlubang. Kejadiannya makin parah kalau alat tulis yang saya gunakan bukan pinsil namun pena. Bayangkan kalau dosa besar kita ibarat pena...

Selama ini saya selalu membahas mengenai forgiveness, memaafkan, mengampuni, namun saat ini justru saya lah yang meminta maaf, minta ampun atas kesalahan saya. Dari yang tadinya hanya ritual saja, kini minta maafnya jadi lebih bermakna karena saya membayangkan kesalahan kita tidak bisa diulang-ulang terus, karena kalau diulang terus berarti saya tidak niat minta maaf. Demikian dengan dosa, kalau diulang terus dan selalu minta ampun, itu namanya tidak niat buat bertobat. Bagaimana kalau kita tahu itu salah atau dosa namun karena nikmat dan "perlu" kita mengulangnya terus? Perlukah minta maaf? ataukah maaf menjadi strategi agar mendapat kesempatan untuk mengulanginya lagi?

Tiba-tiba saya berhenti meng-sms dan bbm teman. Rasanya ingin menghapus pesan "sejuta ummat" yang saya tulis tadi. Maksudnya satu pesan kemudian diforward ke semua orang. Pesannya sendiri dibuat seumum mungkin sehingga tak perlu lagi repot mengulang untuk setiap orang. Saya jadi malu sendiri karena kelakuan saya ini mencerminkan sikap minta maaf yang hanya seremonial dan ritual saja, tanpa tahu sebenarnya salah saya apa pada orang yang bersangkutan karena pesannya massal. Sayangnya pesan yang sudah dikirim tak mungkin dicabut lagi, bahkan sebagian juga sudah dibalas dengan pesan massal, jadi acara maaf memaafkan ini menjadi hanya sekedar festival, bukan dari dalam hati karena yang minta maaf adalah pesan-pesan yang diforward dari kanan kiri, bahkan sudah dihias-hias pula yang datangnya bukan dari diri kita sendiri. Hanya supaya kelihatan keren dan bagus, permintaan maaf orang diforward ke orang lain.

Maka kali ini saya benar-benar mohon maaf dari lubuk hati terdalam atas kesalahan saya, baik yang saya sadari maupun banyaknya tentu yang tidak saya sadari. Dengan tekad tak akan mengulanginya lagi di masa mendatang. Itu baru namanya perbaikan diri dan naik kelas, sehingga kalau perlu minta maaf lahir batin lagi di tahun depan, salahnya bukan kesalahan yang itu-itu lagi, tapi kesalahan yang lain yang lebih ringan dan lebih sedikit. Namanya manusia, pasti ade sale sale kate atau laku, cuma tahun depan diharap menjadi lebih baik dan lebih baik lagi.

Jadi, sekali lagi, kali ini benar-benar murni dari hati terdalam : Mohon maaf lahir batin, selamat Idul Fitri 1431 H. Semoga hari yang suci ini menjadi pengingat kita kepada sesama dan Pencipta tentang makna minta maaf dan ampun atas kesalahan kita. Ibarat kertas sudah dibersihkan kembali, tentu maunya diisi dengan tulisan yang benar, sehingga tak perlu dihapus lagi...

No comments: