Saturday, September 25, 2010

25 September 2010 : Belajar Marah dengan Baik

Siang ini seorang teman menceramahi saya soal marah. Ia mengatakan bahwa sudah tabiat saya kalau marah meledak sesaat lalu sirna. Tapi meledaknya dengan suara lantang dan kepala ngepul, lalu semenit kemudian saya sudah cengar-cengir lagi seolah tak terjadi apa-apa padahal yang kena damprat masih sebal dan sakit hati. Bagi yang sudah mengenal saya luar dalam, mereka sudah maklum dengan gaya marah saya dan menganggapnya angin lalu saja. Tapi yang tidak terbiasa, bisa tidak terima dan sakit hati. Padahal, kemarahan saya kadang-kadang soal yang remeh temeh. Teman saya bilang ia maklum, karena saya orangnya keras, perfeksionis dan serba cepat, jadi kalau ada yang tidak bisa mengikuti irama, saya jadi tidak sabar.

Saya menerima semua masukan itu, dan saya membenarkannya. Lalu saya menganalisa, mungkin karena hidup saya ini keras sekali. Apa yang saya capai selama ini adalah hasil kerja keras dan banting tulang saya. Saya selalu mengalami pelecehan, cemoohan dan dipandang sebelah mata yang mengakibatkan saya bersumpah untuk bisa membuktikan bahwa saya bisa. Dan saya memang bisa. Selama ini saya selalu dituntut untuk berhasil atas berbagai tugas yang tidak masuk akal sekalipun, dan saya membuktikan bahwa saya bisa. Karenanya saya sering tidak bisa terima kalau orang itu tidak mau berjuang, tidak mau berusaha, tidak bisa bergerak cepat. Melalui berbagai tuntutan yang keras, saya belajar bahwa nothing is impossible dan impossible is nothing, mirip slogan perlengkapan olah raga.

Siang ini, teman saya menegur saya bahwa tidak semua orang ada di jalur itu. Untuk sebagian orang, impossible is impossible, and nothing you can do when something is impossible. Sebenarnya secara teori saya tahu, tapi nyatanya praktek hidup berbicara lain. Ketika saya dituntut berlari dengan kecepatan penuh, saya menuntut gerbong saya melakukan hal yang sama. Kalau tercecer, tentu saya tinggal. Kalau terlambat, akan saya pacu agar bisa berlari sama kencang. Sayangnya dalam sebuah gerbong, tidak semua penumpangnya punya pikiran yang sama, karena tujuan naik gerbong mungkin berbeda-beda. Karenanya, tidak selayaknya saya menyamaratakan perlakuan terhadap setiap individu. Kalau selama ini saya mengajarkan prinsip strategi komunikasi yang unik untuk setiap pemangku kepentingan, mengapa saya tidak menerapkannya juga untuk soal marah? Toh kemarahan itu merupakan salah satu alat untuk menyampaikan pesan.

Tiba-tiba, konsep tentang marah menjadi berubah. Saya segera sadar bahwa selama ini saya tidak memanfaatkan alat yang satu ini dengan benar. Tanpa sadar saya telah menyamaratakan penggunaan "marah" yang sama kepada semua orang, padahal menurut ilmu komunikasi yang baik, tidak bisa digebyar uyah, disamaratakan begitu saja. Teman saya menguliahi saya ada marah dengan pendekatan diberitahu saja sudah cukup, ada marah yang harus disentak, ada marah yang didiamkan saja, tergantung kondisi yang menerima. Intinya, demi kebaikan semua, saya harus mengubah strategi penggunaan saluran marah dengan hati-hati dan benar karena marah merupakan suatu alat yang sangat powerful dan besar dampaknya. Kalau sedikit-sedikit marah, lama-lama akan menjadi efek pantul, dengan kemarahan dari pihak lain yang lebih besar lagi. Maka marahnya harus disalurkan dalam bentuk berbeda-beda, halus, tersamar, tegas, keras, langsung, tergantung situasi kondisi dan siapa yang ditegur atau dimarahi.

Hari ini saya menyadari kebiasaan marah saya selama ini ngawur. Mulai sekarang, setiap akan marah, saya harus mengingatkan diri bahwa marah adalah sebuah alat komunikasi, jadi harus dipilih pendekatan yang tepat dengan waktu, tempat, situasi dan siapa yang akan dikenai pendekatan ini. Pokoknya, marah didekati dengan prinsip dasar komunikasi 5W1H : what, who, where, when, why dan how.

Terima kasih banyak untuk teman yang sudah mau berbaik hati memberikan masukan sangat berharga sehingga saya dapat menjadi manusia yang lebih baik. Jadi, kalau saya sedang marah, tolong bantu, tanyakan saja langsung : sudah yakin nih pakai pendekatan marah yang seperti ini? Sudah pakai prinsip 5W1H belum? Siapa tahu saya sedang lupa karena keburu naik darah...

No comments: