Kenalan saya Ibu Eileen Rachman menulis di facebooknya :
"Never allow someone to be your priority while allowing yourself to be their option."
Saya langsung membagikannya kepada seorang teman yang dalam pekerjaannya diberi tugas bertumpuk-tumpuk karena ia mampu, sehingga hidupnya keteteran. Selain mensupervisi daerah Jobodetabek, ia baru saja diminta menangani daerah Medan karena orang yang bertugas di sana mengundurkan diri. Di saat yang sama, perusahaannya meminta ia menuntaskan perolehan sertifikasi profesi internasional. Dan ia juga sedang berencana meneruskan kuliah S-2 nya yang ia tunda karena pekerjaan. Saya langsung bertanya : kamu itu termasuk yang diprioritaskan perusahaan, atau yang dimanfaatkan? Kalau kamu selama ini pontang panting membela perusahaan, mungkin sudah saatnya kamu bertanya kembali apakah perusahaan sudah membela kamu juga dalam artian hak kerja dan pribadi kamu.
Namun apa yang dikatakan Ibu Eileen itu tidak terbatas pada hal pekerjaan saja. Saya juga merasakan ketepatan kalimat itu bagi mereka yang sedang jatuh cinta. Sering kali kita salah mendahulukan dan memrioritaskan orang, padahal orang yang kita cintai setengah mati hanya menganggap kita sebagai main-main saja, atau tambah butuh alias tak ada rotan akar pun jadi. Selama ini saya melihat begitu banyaknya orang yang jatuh cinta dan rela mengorbankan apa saja untuk kekasihnya ... yang sudah punya pacar atau bahkan isteri dan itu mereka lakukan karena terbutakan oleh buaian tipu daya rayuan yang maut dari orang yang berselingkuh itu. Biasanya orang yang semacam ini merasa kasihan dan merasa bisa membantu, menjadi pahlawan bagi kekasihnya yang sudah punya kekasih itu. Saya bisa bilang begini, karena saya pernah mengalami. Saya tak tahu kenapa waktu itu mau saja dibohongi dan percaya saja, dan memberikan semua yang bisa saya berikan padanya. Anda boleh tertawa, tapi saya tidak sendirian. Beberapa dari kelompok ini bahkan percaya bahwa sang kekasih menjadi korban kesemenaan pasangannya, dan yakin bahwa mereka bisa membawa sang kekasih keluar dari kesengsaraannya dan bersama mereka si kekasih bisa hidup bahagia. Semua asumsi dan kegelapan hati dan mata itu salah besar. Yang benar adalah apa yang dikatakan ibu Eileen di atas.
Selama ini saya hanya mengalami dan memahami apa yang terjadi pada saya keliru, dan bahwa saya tidak boleh lagi tergoda untuk memiliki seseorang yang sudah memiliki pasangan, namun tak pernah terpikirkan untuk merangkaikan pengalaman saya dalam sebuah kalimat yang ampuh. Maka, ketika saya membaca kalimat tadi, saya langsung kena : This is it!
Karenanya, tanpa mau berpanjang lebar, saya ingin sekali lagi menuliskan apa yang telah tertulis di awal perenungan hari ini, agar bisa bersama-sama mencernanya sesuai dengan pengalaman masing-masing, dan menemukan solusi dan jawaban tegas melalui kalimat tersebut :
Jangan pernah memprioritaskan orang lain yang hanya menganggap kita sebagai ban serep saja.
Menyakitkan? Reality bites. Tapi begitulah semestinya, supaya kita sadar ketololan kita sendiri...
No comments:
Post a Comment