Ceramah Pastor dalam rangka 40 hari tante dan 100 hari wafatnya sepupu saya malam ini sungguh menggelitik. Beliau berkata, biasanya untuk menghibur keluarga yang berduka sering kita mendengar, "Semoga arwahnya diterima di sisi Bapa sesuai dengan amal ibadahnya." Pastor bilang, kalau Beliau, Beliau tidak mau. Coba hitung saja besar mana dosa dibanding amal ibadah kita. "Bisa-bisa saya masuk neraka kalau dihitung dari amal ibadah," kata Beliau yang kami sambut dengan tertawa. Dalam hati saya membenarkan apa yang dikatakan Beliau. Benar juga ya, kalau dihitung dari amal ibadah sih timbangan saya akan jauh jeblok masuk ke neraka. Ibadah tidak beres, apa lagi amalnya, masih lebih rela beli barang sampai menyicil-nyicil daripada beramal.
Pastor lalu mengatakan bahwa hidup kita ini selalu ditimbang dan diukur dari apa yang kita beri, seolah-olah amal adalah sebuah perbuatan untuk membeli tiket ke Surga. Semakin besar amal kita, semakin besar pula kesempatan kita masuk Surga. Bahkan sering tidak memedulikan apakah kelakuan kita yang lain layak membuat kita masuk ke Taman Firdaus. Banyak contoh yang menunjukkan bagaimana seseorang melakukan amal, membangun rumah ibadah, padahal korupsinya yang artinya merampas hak orang lain berlipat-lipat ganda dibandingkan sejumput dana yang dikeluarkan untuk amal. Seimbangkah apa yang dilakukannya? Maka perbuatan baik itu hendaknya bukan karena ingin membeli hak masuk Surga, tetapi karena memang menjadi sifat kita.
Tujuan berbuat baik adalah karena kita memang care dengan sesama, apa yang kita lakukan karena memang sudah selayaknya menjadi kebiasaan kita, bukan karena pamrih. Bahwa sifat amal kita tidak lantas kita hargai dengan ranking masuk Surga. Lagi pula siapa kita yang punya hak untuk menilai amal yang ini harganya lebih tinggi dari amal yang itu. Lagi pula, kalau sudah kita sombong-sombongkan, hilang sudah nilai amalnya, karena sudah terbayar saat itu juga. Kita juga tidak punya hak menilai apakah perbuatan ini dosa atau tidak, hanya dengan menilainya berdasarkan tradisi adat manusia yang berlaku. Sedang orang yang dilempari batu sebagai pelacur dan penzinah pun tidak dihitung dosanya oleh Yesus. Ingat waktu Yesus membuat sebuah garis dan mengatakan siapa yang tidak pernah berbuat dosa hendaklah menjadi yang pertama yang melempar batu? Justru kerumunan itu meninggalkan orang yang dituduh berdosa, satu per satu dimulai dari yang paling tua. Apakah artinya makin tua kita makin banyak dosanya? Lalu sudah seimbangkah atau lebih tinggikah amal kita dibanding dosa kita? Kami yang ada di ruangan itu sepakat, setinggi-tingginya amal kita tak akan bisa melebihi dosa dan kesalahan yang kita lakukan di dunia ini. Jadi, urusan masuk Surga atau tidak itu bukan berdasarkan banyaknya amal atau dosa.
Oleh karena itu Pastor lalu mengajari, "lain kali doanya diganti begini: semoga arwahnya diterima disisi Bapa karena kebaikan Allah." Amien.
No comments:
Post a Comment