Sebelum keponakan saya dijemput untuk kembali ke rumah sepupu, kami sempat menonton film 3 dimensi "Legend of the Guardians : The Owls of Ga'hoole." Filmnya tentang komunitas burung hantu yang penuh intrik. Seorang kakak yang merasa dihargai di kelompok jahat, rela mengorbankan adiknya yang dianggap lembek, lemah dan pecundang gara-gara suka berkhayal dan pemimpi. Ia juga rela mengorbankan adik perempuannya yang masih kecil, dan ketika hidupnya di ujung tanduk, bergantung pada cengekeraman sang adik yang dianggap lemah, ia sempat merayu, "Saya ini kan saudara kamu" dan ketika sang adik tak tega, dimanfaatkannya momen itu untuk mencari keuntungannya sendiri. Namanya juga film, sang Sutradara mengambil alih jadi Tuhan dan Nasib, si jahat tergelincir di kobaran api.
Mungkin karena lelah setelah menyetir dari Anyer, atau cara bertuturnya yang agak membosankan, saya sempat tertidur namun untungnya tak kehilangan esensi ceritanya. Saya kemudian bertanya pada kerabat yang ikut menonton, apa yang ia dapatkan dari film itu? Ternyata, jawabannya berbeda. Maka saya akan berbagi apa yang ia pelajari dan apa yang saya pelajari:
Orang yang menusuk kita adalah orang yang terdekat dengan kita : itu adalah pengalaman si burung hantu Soren yang ditikam berkali-kali oleh kakaknya Kludd, dan itu pula yang dialami kerabat saya. Sudah berkali-kali ia ditikam oleh kakaknya sendiri, dicurangi, dirugikan secara materi sampai puluhan juta, tetap saja ia merasa kasihan ketika kakaknya terjepit, dan untuk kesekian kalinya lagi ia dikerjai kakaknya baru-baru ini. Tidak jera-jera dan setiap kali dirayu, ia selalu jatuh kasihan.
Saya sendiri mengambil kesimpulan yang berbeda dari apa yang dipelajari kerabat saya : Bahwa sekali orang itu berbuat culas, maka ia tak akan pernah berubah, dan karena yang berbuat adalah orang yang paling dekat dengan kita, maka ia tahu persis titik kelemahan kita sehingga bisa membidik secara tepat rasa kasihan kita dan setelah kita jatuh dalam perangkapnya, ia akan menerkam kita tanpa sisa. Apa yang perlu kita perbuat? Saya sendiri tidak tahu jawabnya sampai dimana ambang kasih kita terhadap saudara sendiri boleh berakhir. Yang jelas, kenyataan yang terjadi pada kerabat saya maupun di film tadi menceritakan bahwa bila kita jalannya lurus dan berwelas asih, akan ada saatnya dimana kehidupan dan Tuhan yang akan membalasnya, bukan oleh kita sendiri.
Pelajaran yang saya tangkap agak berbeda dan sesuai dengan pengalaman saya pribadi : Soren dilecehkan karena dianggap lemah, lembek. Saya pun demikian. Dalam pergaulan selama perkembangan dari anak-anak menjadi remaja menjadi dewasa, tak sedikit saya dilecehkan karena dianggap terlalu lembek dan kurang macho. Ukuran yang selalu dipakai untuk seorang lelaki adalah harus sering berkelahi, menguasai ilmu bela diri, menyukai sepak bola, motor gede, otomotif. Saya bukan orang yang suka berkelahi, tidak menguasai karate seperti kakak laki-laki saya, tidak handal dalam urusan memperbaiki dan permesinan, tidak suka sepak bola, tidak suka motor gede, dan tidak tahu apa-apa soal otomotif. Untungnya saya tidak terpengaruh oleh semua pelecehan itu dan saya percaya bahwa setiap manusia unik, dan bahwa tidak semua orang yang suka karate, bola dan mesin menjadi pemenang. Sekian puluh tahun kemudian saya bertemu dengan orang-orang yang melecehkan saya, nyatanya kehidupan saya sekarang ini dianggap beruntung oleh mereka. Pekerjaan saya yang membuat jejaring kenalan saya meluas dan menjadi konsultan berbagai lembaga pemerintahan dan internasional juga menjadi sumber pembahasan mereka: kok bisa ya? Apa yang bisa dipetik dari sini? Selama kita percaya dan yakin (atas apa yang kita yakini), kita mampu (begitu kita goyah, kita tak akan mampu). Believe, itulah kuncinya. Karena itu semakin banyak orang yang mengimbau baik Oprah Winfrey maupun berbagai film dan lagu, mengumandangkan : Don't stop believing.
Jadi pelajaran yang tertangkap dari film tadi buat saya adalah : kalau kita dilecehkan, dicemoohkan, direndahkan oleh orang lain, biarkan saja. Jangan pernah kehilangan keyakinan diri sendiri karena justru itulah yang tidak dimiliki oleh orang yang melecehkan kita. Seorang pemimpin yang baik dan seorang pemenang adalah orang yang memiliki dan yakin akan visi nya, yang kenyataannya berbeda dengan apa yang dilihat oleh orang kebanyakan. Tepatnya, menjadi berbeda bukanlah suatu keaiban. Justru menjadi suatu anugerah, karena yang berbeda memiliki kesempatan yang lebih besar untuk menonjol dan keluar menjadi pemenang.
Terima kasih para burung hantu, kalian sudah memberikan inspirasi pelajaran hari ini buat saya...
No comments:
Post a Comment