Apa yang harus dilakukan jika sedang di tengah badai? Menantangnya? Mundur? Atau terseret?
Yang jelas hari ini saya sedang berada di tengah pusaran badai. Bukan badai bencana alam betulan, tetapi badai dalam hidup. Saya sedang dalam sebuah proyek yang ada saja halangannya, dan karena ukuran proyeknya besar luar biasa, maka goyangan sekecil apa pun terasa menggemparkan dan menggelegar. Saya bagaikan memasuki mulai dari awal, di tengah hingga hari Minggu ini, di akhir badai. Dan seperti yang saya katakan tadi, hari ini saya tepat berada di tengah badai.
Yang saya rasakan? Frustrasi, karena begitu banyak kejutan yang tidak mengenakkan. Marah dan kecewa, karena begitu banyak orang yang tidak beretika. Putus asa, karena tidak bisa berbuat banyak selain terseret-seret badai dan harus menyesuaikan keadaan setiap saat. Dikhianati, karena begitu banyak orang yang bertopeng teman tapi berhati setan.
Apa yang saya lakukan? Saya akhirnya curhat kepada rekan kerja saya atas segala ketidakadilan yang saya alami. Saya berusaha mempertahankan agar tetap berdiri tegak. Saya berusaha mengubah semua rencana disesuaikan dengan segala perubahan yang ada. Saya tetap bertahan karena tahu badai pasti berlalu, apa pun hasilnya. Doa saya setiap pagi antara lain menuturkan :
Puji dan Syukur kepadaMu atas segala penyelenggaraanMu dalam hidup kami. Terima kasih untuk segala keberhasilan maupun kegagalan, untuk kesehatan maupun penyakit, untuk kegembiraan maupun kesedihan, untuk kehidupan maupun kematian, serta untuk setiap percobaan yang mengajari dan menempa kami, sehingga kami lebih bertakwa kepadaMu.
Jadi, kalau sekarang saya sedang diterpa badai, saya menyadarinya sebagai hal yang menguji batin apakah saya akan memaki Tuhan, atau menyukurinya sebagai tempaan yang membuat saya semakin bertakwa kepadaNya. Dan sesuai doa, tentu saja saya diharapkan belajar dari setiap tiupan topan untuk lebih bertakwa kepadaNya.
Yesus sendiri mengalaminya. Pada malam Ia ditangkap untuk disalibkan, Ia mengalami ketakutan yang amat sangat hingga mengeluarkan keringat darah. Ia pun berseru kepada Allah agar kalau berkenan diambil saja cawannya namun Ia juga mengatakan terjadilah kehendakMu, dan ia menjalani serentetan kisah sengsara yang luar biasa untuk kemudian mendapatkan kemuliaan.
Saya bukan orang suci. Namun paling tidak secara mini, saya merasa setiap orang pasti mengalami apa yang dialami Yesus. Tahu akan ada badai menerjang, dan takut menghadapinya, namun karena harus dilalui, kita terpaksa ikut menerjang badai. Tergantung kita bagaimana mengatasinya.
Malam ini saya menjadi mengerti makna doa yang setiap pagi saya lafalkan. Bahwa kalau kita mengerti setiap percobaan itu kita hadapi agar menjadi manusia yang lebih baik dan dewasa, kita akan menjalaninya dengan penuh ketegaran dan keterbukaan, agar disetiap bilur yang kita dapatkan, kita memperoleh pengetahuan baru dan menjadi manusia yang lebih baik karenanya.
Saya masih akan berada di dalam badai dua hari mendatang, namun kini meskipun sedang berpusing-pusing di tengah amukan badai, saya menjadi lebih tenang karena tahu, badai tidak hanya akan berlalu, tetapi juga badai terjadi bukan untuk membunuh atau mengkhianati saya melainkan untuk membentuk saya...
No comments:
Post a Comment