Saturday, October 30, 2010

30 Oktober 2010 : Menghadapi Ditinggal Pergi

Semalaman saya agak susah tidur setelah mendapat kabar bahwa paman saya di Belanda sedang masuk rumah sakit karena jantung dan paru-parunya penuh air, padahal dalam hitungan dua minggu lagi Beliau dijadwalkan akan berlibur ke Indonesia untuk merayakan ulang tahunnya di sini. Beliau memang sudah tua dan sudah mengalami operasi jantung, tapi kondisinya setahun lalu masih sangat bugar dan enerjik. Biasanya Beliau datang saat Belanda sedang dingin-dinginnya, alias di akhir tahun sehingga kalau Beliau dan tante ada di Jakarta dan kebetulan saya juga sedang di Jakarta, saya selalu mengadakan Christmas lunch bersama mengumpulkan keluarga sepuh di rumah saya, membungkus hadiah natal untuk mereka.

Saya jadi terbayang betapa dekatnya hubungan kekeluargaan kami. Betapa Beliau tidak pernah lupa kerabat yang dulu tinggal di daerah dan sebagai pejabat tinggi negara Beliau tidak pernah lupa mampir ke rumah kalau berada di sekitar kota tempat kami tinggal dan membawa berbagai oleh-oleh. Tanpa sadar di perpindahan hari ini, saya kemudian membayangkan yang terburuk dan menjadi sedih. Tiba-tiba timbul pertanyaan mengapa orang merasa kehilangan dan sedih saat ditinggal pergi atau kehilangan orang, hewan atau benda yang disayanginya?

Malam ini saya menceritakan apa yang saya alami semalam kepada seorang kerabat, dan bertanya mengapa ia bersedih ketika ditinggal pergi selamanya oleh sang kakak? Ia menjawab karena ia merasa sedih belum melakukan apa-apa untuk membalas jasa kakaknya yang sudah mengantarnya meraih gelar kesarjanaannya. Ia juga mengatakan tanpa sadar terkenang atas semua hal yang dilalui bersama, dalam suka maupun duka dengan sang kakak. kami lalu berdiskusi dan menambah panjang daftar alasannya. Saya berkata bahwa saya menangis saat ayah saya meninggal bukan karena kepergiannya yang begitu mendadak, tetapi karena gelo (agak susah menerjemahkan istilah Jawa ini ke Bahasa Indonesia, namun intinya menyesali) karena ada beberapa hal yang saya sediakan untuk Beliau dan tak sempat Beliau saksikan dan nikmati seperti mobil keluarga saya yang baru, renovasi rumah yang sebagian dirombak disesuaikan dengan kebutuhan ayah dan ibu saya yang sudah semakin sepuh, seperti kamar mandi bathtub yang saya ubah menjadi shower area, dan sebagainya. Lalu kami juga menambahkan alasan takut akan menghadapi masa depan sendirian - terutama bagi yang kehilangan pasangan atau orang tua padahal dirinya belum atau tidak dalam kondisi mandiri.

Saya juga share saat suami sepupu dan tante saya meninggal, saya merasa sedih karena mengenang masa-masa bersama mereka, betapa mereka care terhadap saya - menyediakan makan setiap malam saat saya dulu masih bujang, sedang sampai saat ini saya merasa belum cukup membalas kebaikan dan cinta kasih mereka. Lalu ada lagi teman saya yang menambahkan saat ia kehilangan anjingnya, ia pun bersedih mengenang masa-masa indah dan kebersamaan yang dilalui mereka bersama, dan sadar bahwa tiada lagi masa-masa itu dapat terlaksana di masa mendatang. Alasan lainnya adalah rasa hampa dan kekosongan karena kehilangan milik yang selama ini kita cintai dan sayangi.

Kami lalu menyadari betapa cepat waktu ini berlalu. Rasanya baru sedetik saya mempersiapkan berbagai hal untuk proyek besar di pertengahan dan minggu ke tiga bulan ini, tahu-tahu sekarang sudah di penghujung bulan. Dan bersamaan itu kami pun memahami dan diingatkan kembali betapa pentingnya kita meresapi, menghargai, menikmati serta menjalani detik ini dengan sebaik-baiknya, karena ada pepatah kuno berkata : yesterday is a past, tomorrow may never come, that's why today is called the present.

Hari ini saya diingatkan sekali lagi dengan sebuah pertanyaan : sudahkah saya melakukan yang terbaik dan terindah bagi orang-orang yang saya kasihi?


*catatan tambahan :

(diskusi hari ini sebetulnya juga bergulir mengenai tujuan hidup dan seperti di awal tahun saya menemukan bahwa tujuan hidup saya adalah belajar berdamai dengan diri sendiri, belajar tentang unconditional love, lalu di saat yang bersamaan to share my experience and talents for the benefit of other people. Dan bicara soal unconditional love (cinta/kasih tak bersyarat), dalam pembicaraan tadi saya tiba-tiba menyadari bahwa unconditional love itu tidak terbatas kepada pasangan saya saja, karena secara alami akan lebih mudah memberikan unconditional love kepada pasangan, tetapi yang lebih sulit lagi kepada orang lain dan kepada diri sendiri. Itulah makna sejati dari unconditional love. Untuk semua umat manusia. Quite a big task!)

No comments: