Wednesday, March 31, 2010

31 Maret 2010 : Karangan Bunga!

Saya menemui teman-teman yang sudah menunggu lebih setengah jam dari meeting terakhir di Plasa Senayan dalam keadaan benar-benar kecapaian karena dalam sehari ini, jadwal saya sungguh padat. Pagi-pagi saya sudah ditelepon minta pertemuan jam 12:30 dimajukan ke jam 12:00 sehingga pertemuan yang jam 10:30 harus didelegasikan kepada account executive saya. Lalu pulang dari pertemuan makan siang tersebut, saya sudah ditunggu meeting yang saya selesaikan kurang dari satu jam, dan bergegas meeting lagi di Plasa Senayan yang berujung molor, karena serunya diskusi. Lalu saya masih janji dengan teman-teman tadi.

Wajah capek saya langsung tertangkap, dan saya bercerita bahwa minggu kemarin tekanan darah saya mencapai 160/105. Mereka kaget dan langsung membereskan hasil karya mereka. Mereka bilang, "Udah deh, elo pesen makan aja dan santai." Kemudian keluarlah ribuan kata nasihat mereka. Salah satu dari mereka bahkan bilang, bahwa kalau sakit, kantor toh tidak akan peduli, paling-paling dikirimin karangan bunga! Mungkin maksudnya adalah rangkaian bunga cepat sembuh, namun mendengar kata karangan, bayangan saya larinya ke krans duka cita!

Saya jadi berpikir, iya, benar juga ya. Pekerjaan tak akan ada habisnya, makin lama makin menuntut dan hidup kita diperas habis-habis kalau kita tidak bisa bilang stop! Tapi kalau tiba-tiba stop juga tidak bertanggung jawab. Saya langsung teringat beberapa jam yang lalu saya menegur kepala bagian di kantor karena di divisinya, dari tiga orang yang ada, dua cuti, termasuk dia sendiri! Memang benar, dia capek dan butuh istirahat, tapi kalau sampai cutinya bikin kerja operasional menjadi timpang dan tersendat, itu tidak benar. Mestinya ia bisa mengatur cuti dengan lebih baik! Saya jadi ingat lagi, waduh, ini kedua kalinya dalam waktu kurang dari seminggu saya mengomel tentang cuti, padahal saya sendiri juga butuh ... apa ya istilah tepatnya untuk take a break? not exactly sekedar istirahat sih...

Saya lagi berpikir, bagaimana ya caranya take a break yang bertanggung jawab di tengah kesibukan yang akan semakin menggila? Tentu saya tidak bisa tiba-tiba ambil cuti begitu saja. Dan saya juga tidak bisa complain kalau meeting yang berturut-turut dengan jadwal yang ketat itu adanya dalam kurun waktu kerja. Selama ini jadwal saya sudah penuhnya setengah mati di jam kerja, saya juga masih mencoba memasukkan jadwal untuk bersosialisasi setelah itu. Habis, kalau saya buang semua kegiatan sosialisasinya, nanti hidup saya kerja kerja kerja saja, padahal saya maunya kerja untuk hidup, dan bukannya hidup untuk kerja. Atau, perlukah saya justru take a break dari acara sosialisasi? Padahal, acara itu justru yang membuat saya cukup relaks dengan ketawa-ketiwi bersama teman-teman dekat saya. Teman saya tadi bilang, jadwal meeting saya yang padat membuat saya capek secara fisik maupun mental karena lompat dari sebuah topik bahasan ke topik bahasan yang lain butuh kerja otak yang cepat dan berat. Saya pikir-pikir iya juga ya. Mungkin sekarang saya sudah di ambang mau muntah dengan banyaknya klien yang saya tangani. Tak terbayang jadwal mereka yang menumpuk, tapi mau dibagikan ke siapa lagi? Rasanya saya dan partner kerja saya yang lain sudah bagi-bagi tugas, bahkan untuk klien yang baru masuk sudah saya limpahkan ke rekan kerja yang lain.

Setelah merenung sesaat, saya berkesimpulan ada dua hal : beban kerja/aktivitas dan manajemen waktu. Besok pagi-pagi, setelah meeting pagi dan memberi pengarahan kepada account executive tentang sebuah pekerjaan, saya akan duduk membuat daftar beban kerja dan aktivitas saya. Lalu saya akan menentukan slot waktu yang saya sediakan untuk kerja dan aktivitas, serta mem-blok waktu istirahat. Setelah itu saya akan memasukkan daftar kerja dan aktivitas itu dalam kolom waktu yang tersedia berdasarkan prioritas. Bila tidak bisa masuk, haram hukumnya untuk mencuri blok waktu istirahat. Jadi, kegiatan tersebut akan masuk dalam daftar tunda, atau bahkan dicoret sama sekali dan dilupakan. Kalau ada pekerjaan yang meluap, ya akan dilimpahkan pada rekan lain saja, namun kalaupun masih tak ada yang menampung, ya lupakan saja...Let's see how it works.

Malam ini, setelah dapat ancaman menerima karangan bunga dari teman, saya belajar mendata pekerjaan dan aktivitas pribadi, melakukan skala prioritas dan tak segan membabat yang tidak tertampung, serta mendesain manajemen waktu yang paling baik bagi saya, dengan menganggarkan waktu istirahat yang cukup dan tidak dapat ditawar-tawar atau dikorupsi. Kedengarannya sangat teoritis, sih, but worth trying. Semoga berhasil.

Tuesday, March 30, 2010

30 Maret 2010: Empati

Kemarin malam setelah saya menutup blog ini, saya langsung berdoa minta petunjuk Tuhan bagaimana harus mengatasi 3 pekerjaan besar dalam sehari saat media expert saya cuti, sekaligus memasrahkan padaNya untuk pemecahannya.

Dalam perjalanan menuju kantor, saya memutuskan untuk segera membicarakan solusinya dengan tim. Ketika sampai di kantor dan bertemu dengan sang media expert di ruang keuangan, saya langsung bilang, "Habis ini kita bicarakan buat tanggal 20 ya. Kan kamu mau cuti." Saya melirik. Wah, saya dapat balasan lirikan ketus dengan mulut yang ditekuk. Dalam hati, saya geli juga melihat reaksinya: this is going to be fun and interesting!

Saat membahas bersama tim terkait, saya menangkap bahwa dia mulai percaya bahwa saya benar-benar akan merelakannya cuti dan menanggung beban kerjanya bersama tim yang lain. Kesebalan dan kecemasannya berganti antusiasme dan bahkan membuatnya bekerja lebih semangat dan produktif. Sebelum siang berganti sore, kami bukan hanya punya solusi untuk pekerjaan yang menumpuk dalam sehari itu, namun sebuah hati yang ceria dan penuh semangat. Lebih dari itu, saya menceritakan secara jujur kepada salah satu klien kami tentang kondisi beban kerja tanggal 20 itu, dan bagaimana kami akan berbagi peran. Klien memahami, menghargai dan mendukung upaya kami. Diam-diam, saya kembali pada Sang Pencipta, mengucapkan sebait kata terima kasih dan syukur atas pencerahan dan bimbinganNya.

Sepanjang sisa hari ini, saya tak henti-hentinya bersyukur atas pembelajaran yang saya terima. Selama ini kalau diperhatikan kalau sudah frustrasi terhadap sebuah keadaan, kita cenderung jadi bertanduk, mulai sok powerful dan menekan orang lain agar apa yang kita inginkan bisa keturutan. Berhasilkah gertak sambal kita? Sering kali sih berhasil... memenangkan dan memuaskan nafsu kekesalan kita saja. Yang terjadi malah semuanya mungkin terlaksana, tapi hubungan dengan yang bersangkutan sudah tidak sebaik semula lagi. Atau bahkan putus hubungan. Kadang tampaknya putus hubungannya baik-baik, tapi yang terjadi rasanya sih sumpah serapah dan berbagai kutukan dari pihak sana. Saya ingat, berapa kali saya marah-marah karena tidak puas dengan kinerja seseorang, dan akhirnya yang saya dapat malah orangnya "mutung". Kalau sudah "mutung", sebetulnya yang "buntung" bukanlah orang yang bersangkutan, tapi justru saya sendiri. Saya jadi repot harus mencari pengganti yang belum tentu lebih baik dari orang yang sudah saya bikin "mutung" itu...

Hari ini saya belajar, kalau kita lebih mau memahami orang lain, maka bukan saja terjadi solusi yang lebih baik, namun kinerja dan semangat ke-solid-an tim juga terbina dengan lebih baik. Buktinya, untuk ketiga pekerjaan yang harus diselesaikan dalam sehari tanggal 20 depan, media expert saya dengan penuh tanggung jawab segera mempersiapkan dengan ekstra lengkap semua kebutuhan lengkap dengan back up plannya, untuk menghadapi kalau-kalau terjadi berbagai kemungkinan saat ia tidak ada di sana nanti - bahkan mulai dari hari ini! Saya berpikir, kalau saja saya bersikap seperti ini dari dulu-dulu, hidup saya tentu lebih mudah dan relaks ...

Maka, dari kejadian dua hari ini, lahirlah sebuah kata bijak : pray to God and be considerate to others and you will gain much more than just reaching your goals!

Monday, March 29, 2010

29 Maret 2010 : Pas waktunya!

Hampir saja tulisan blog hari ini lewat tenggat waktu karena berbagai kendala teknis : mati lampu di daerah rumah saya (yang kedua kalinya dalam waktu 7 hari) dan jaringan internet cepat first media mendadak ngadat juga di daerah saya. Saya yang mengandalkan jaringan listrik dan internet, jadi lumpuh sejenak. Mau mencoba melakukannya melalui jaringan telepon genggam telkomsel dan xl, dua-duanya lagi lelet habis! Untung ketika saya mengintip ruang kerja, warna hijau sudah menyala semestinya di modem first media sehingga saya bisa dapat menulis tepat waktu.

Tadi sore di kantor saya sempat kesal dengan media expert yang ngadat gara-gara mau cuti, tapi tiba-tiba di hari yang dimaksud tiba-tiba ada tiga pekerjaan yang membutuhkan kehadirannya. Great! Justru pada saat dibutuhkan, tidak ada! Awalnya, saya sudah langsung masuk ke manajer HRD dan segera mencoret tanda tangan yang sudah saya bubuhkan sebagai tanda setuju dia cuti. Lama-lama, saya kepikiran juga. Kalau saya dibegitukan, saya juga tidak mau, apa lagi bila sudah rencana cuti jauh-jauh hari. Saya jadi putar otak, bagaimana ya caranya mengurus tiga pekerjaan besar yang jatuh bersamaan di satu hari? Nanti saya pikirkan lagi deh, sambil minta petunjuk Tuhan. Biasanya, petunjuk itu datangnya benar-benar tepat, dan pada waktunya diaturNya dengan baik. Jadi saya mulai pasrah sama yang punya kehidupan dan mulai tenang.

Hari Sabtu kemarin, di tengah mondar mandirnya saya periksa kesehatan di rumah sakit, saya mendapat telepon dari Duta Besar RI untuk Slovakia yang butuh bantuan dalam hal peliputan dan meminta saya menjadi moderator acara jumpa pers yang akan diadakan setelah pertemuan Menteri Luar Negeri Slovakia dan Indonesia. Saya kenal baik Pak Dubes dari beberapa tahun silam, saat Beliau memerlukan konsultan komunikasi untuk perusahaan logistik yang dipimpinnya dan segera melakukan koordinasi internal untuk dapat mendukung kegiatan Pak Dubes. Hari ini, semuanya terlaksana dengan sangat baik dengan dukungan tim yang dapat diandalkan.

Dapat diandalkan, itulah kata kuncinya. Jadi orang itu harus dapat diandalkan. Kalau kita tidak dapat diandalkan, maka kita akan ditinggalkan dan tidak terpakai lagi. Anda pikir orang akan keberatan meninggalkan kita kalau tidak dapat diandalkan? Salah besar, karena ada begitu banyak orang lain yang sudah siap menerkam tempat yang Anda tinggalkan! Saya sudah menyadari dari jauh-jauh hari kalau saya harus bisa diandalkan. Masalahnya, apakah orang lain bisa diandalkan? Ada yang iya, ada yang tidak. Yang paling menyesakkan adalah bila tim sendiri tidak dapat diandalkan.

Tepat seminggu yang lalu, ketika saya harus meeting ke Bogor, supir saya malah tidak masuk. Aduh, kesal rasanya! Sepertinya pas benar waktunya! Justru waktu perlu-perlunya supir untuk ke tempat jauh, malah tidak masuk. Pada waktunya Tuhan yang mengaturkan jalan keluar, disediakan mobil kantor beserta supirnya sehingga saya bisa istirahat dan tidur di jalan.

Lalu, apa jadinya kalau orang yang kita andalkan justtu tidak dapat diandalkan pada saat yang diperlukan? Marah dan membuangnya, padahal tidak setiap kali ia tidak dapat diandalkan? Tadi, sambil mengomel di ruang SDM, saya bilang kalau selama ini saat saya mengajukan cuti saya juga berdoa sama kencangnya pada Tuhan agar tidak ada gangguan yang menyebabkan saya perlu membatalkan cuti, dan saya bilang mestinya tim saya doa kencang-kencang juga agar cutinya tak terganggu. Kalau sudah terganggu dan sifatnya urgent, maka jadi buah simalakama. Mau cuti diteruskan tapi tidak tenang dan kepikiran terus serta membayangkan dengan seram geramnya anggota tim yang tidak bisa berbuat apa-apa selain merelakan kita cuti, atau membatalkan cuti dan menyelesaikan tugas, tapi dicemberuti seluruh anggota keluarga, kehilangan tiket dan bookingan ini itu...

Malam ini saya berpikir, mestinya saya mengikuti saran saya sendiri! Berdoa dan meminta petunjuk Tuhan. Mestinya saya menghargai keperluan cuti tim saya. Toh dia juga bisa menilai, kalau memang sangat dibutuhkan, dan dia dapat membatalkan cutinya, karena selama ini dia dapat diandalkan, dia tidak akan begitu saja meninggalkan kita. Sama seperti supir saya yang sudah ikut lebih dari 15 tahun. Saya yakin Tuhan dapat memberikan jalan terbaik bagi pekerjaan saya.

Detik ini saya disadarkan dan ditunjukkan, kalau terjadi bahwa orang yang saya andalkan tidak ada tepat saat ia dibutuhkan, itu adalah jalan Tuhan untuk mengingatkan agar saya jangan bersandar pada pengertian saya sendiri. Tuhan justru mengingatkan saya untuk bersandar padaNya. Tuhan ingin agar saya selalu sadar akan kebesaranNya. Karena dengan kejadian itu, Tuhan akan menunjukkan kebesaranNya dan akan mengatur yang terbaik bagi saya.

Terima kasih Tuhan atas pencerahan yang diberikan. Saya mau buru-buru menyudahi tulisan ini dan berdoa minta petunjukMu agar pekerjaan saya bisa diselesaikan bersama anggota tim saya yang lain sesuai dengan jalan yang akan Kau arahkan. Saya percaya Engkau akan memberikan yang terbaik bagi semua orang sesuai rancanganMu...

Sunday, March 28, 2010

28 Maret 2010 : Minggu Palma : Santai aja lagi...

Weekend ini, semua jadwal saya jadi batal gara-gara istirahat karena tekanan darah tinggi. Sebetulnya, tekanan saya sudah berangsur kembali normal Sabtu kemarin, namun karena sudah terlanjur batal semua, maka hari ini saya cukup relaks. Setelah ke gereja memperingati Minggu Palma, awal dari ritual minggu sengsara Yesus hingga puncaknya Minggu depan sebagai Minggu Paskah, saya masih sempat tidur siang. Sorenya saya menonton film Bangkok Traffic Love Story. Film yang dibintangi si tampan Theeradej Wongpuapan dan si cantik Sirin Horwang itu sangat ringan dan menyegarkan. Cocok untuk mendinginkan hati, ketimbang film Ninja Assasin yang dibintangi aktor Korea Rain, yang tebas kanan tebas kiri.

Film ini mengisahkan seorang gadis yang sudah ditinggal menikah semua temannya, sehingga ia berjuang mati-matian mendapatkan kekasih. Takdir membawanya bertemu dengan seorang insinyur yang bekerja di Bangkok Transit System. Karena tak berpengalaman menggait cowok, maka ada saja ulah yang justru membawa petaka bagi Mei Li. Mulai dari memecahkan kaca mata, menghancurkan laptop sampai kamera - semua milik Lung, si cowok idamannya. Kalau saya, waduh sudah murka, apa lagi data-data yang ada di dalam laptop itu berisi semua pekerjaan penting. Belum lagi ulah Li yang mencetak foto-foto Lung yang ternyata berisi foto-fotonya bersama mantan kekasih yang ternyata lagi adalah seorang artis terkenal. Maka foto-foto mesra itu menyebar ke dunia maya dan mengudara di infotainment dan tabloid-tabloid.

Yang sangat menarik perhatian saya adalah betapa cool dan santainya si Lung. Ketika kacamata, laptop, dan kameranya hancur berantakan kena ulah Li, ia malah bilang ya sudah waktunya, sudah kelamaan dipakai. Ketika Li akhirnya mengaku dan minta maaf soal foto, ia juga bilang ya sudah kejadian, lagian ini salah kita berdua. Salah kamu mencetak foto itu, dan salah saya membuang tas laptop usang yang dikira sudah tidak ada isinya lagi.

Wow! Saya pikir-pikir lagi, iya juga ya. Tak ada gunanya marah-marah. Toh sudah rusak, mau diapakan lagi? Pastinya hidup saya yang sudah kena tekanan darah tinggi ini menjadi jauh lebih baik kalau bisa se cool dan sesantai cowok itu. Tapi kalau terus berpikiran mendingan tidak dekat-dekat dengan si tukang ulah? Ternyata tidak juga, ia malah tertarik atas kekonyolan Li. Kalau saya, mungkin sudah turn off duluan... tapi kalau dipikir-pikir, ada lah satu dua orang yang walaupun sudah bikin sebal dan salah banyak, saya masih saja suka...

Lalu ada lagi adegan dimana ternyata Lung diam-diam harus melanjutkan studi ke Jerman selama dua tahun. Li berpikir tak mungkin menjalin hubungan tanpa ada kekasih di dekatnya. Lalu teman baiknya menasihatinya, "Menjalin hubungan itu bukan melulu soal kedekatan, tapi lebih pada merasakan mencintai dan dicintai seseorang." Saya lalu berpikir : benarkah begitu? Kalau saya sih seperti Li, pasangan tak di dekat saya, bisa mati hidup saya... Buat saya konsep itu terasa sangat Korea, artinya seperti di drama-drama Korea yang berkorban tidak jelas demi cinta dan justru poin inilah yang kemudian diagung-agungkan dan membuat mata penontonnya banjir air mata.

Hari ini, saya dapat bonus. Sudah menikmati akting menawan dan ringan dari aktor aktris segar, malah dapat resep lama tapi baru soal membawa ringan hidup ini: resep paling mujarab mengusir stress dan darah tinggi. Lalu soal hubungan jarak jauh...? Hmmm sebetulnya bukan itu yang saya rasakan. Malam ini saya tiba-tiba jadi kangen dengan seseorang yang dulu pernah bikin hidup saya terasa hilang arah. Bukan untuk jatuh cinta lagi, sepertinya sih tidak bakal dan tidak mungkin. Saya hanya menutupkan mata, menghirup udara dalam-dalam dan menghelanya pelan-pelan. Sungguh nikmat rasa kangen ini... Semoga saja saya bisa segera merasakan rasa kangen yang sesungguhnya. Artinya, yang dikangeni memang ada dan memang kangen juga sama saya, dan orang itu tidak jauh-jauh adanya. Seperti apa yang selama ini ada di otak saya. To live simply happy with the person who loves me as much I as I love the person. Kalau sudah gitu, rasanya stress dan darah tingginya otomatis hilang deh...

Saturday, March 27, 2010

27 Maret 2010 : Awas!

Gara-gara bilang tekanan darah tinggi di blog kemarin, hari ini saya kebanjiran komentar dari teman-teman tersayang. Ada yang menanyakan apa kabar? Ada yang mendoakan cepat sembuh, ada yang menanyakan apakah sudah periksa, namun ada juga yang mengingatkan dengan nada mengancam. Saya tahu dan sangat berterima kasih bahwa teman-teman dan saudara-saudara penuh perhatian dan sayang kepada saya. Tapi kalau komentarnya bunyinya seperti ini, "Awas, lho, hati-hati, hipertensi itu bisa bikin stroke. Tau nggak kalau penyakit pembunuh utama di dunia ini adalah jantung, kanker dan stroke!" Capee deee. Saya langsung bilang,"Mbok kamu itu ngasi komentar yang encouraging dikit knape. I know it already and I got the message ok."

Saya jadi ingat ibu saya. Kami anak-anaknya paling malas kalau ketahuan sakit. Bukan kenapa-kenapa, tapi kalau ketahuan, waaah ocehan Ibu bisa sepanjang hari. Pernah suatu saat kakak saya Rachmat yang bandelnya bukan main kurang kerjaan. Maka, di siang bolong sepulang sekolah ia menggoda anjing herder kami yang ganasnya minta ampun. Alhasil, dia dikejar sampai ke garasi mobil. Maka naiklah ke dua makhluk Tuhan itu di atas mobil Mercedes ayah yang baru seumur jagung. Dengan kekuatan penuh, si Boy, nama anjing kami langsung memekarkan cakarnya dan crash crash crash! Badan Rachmat penuh cakaran dan bekas gigitan Boy. Untung bisa dilerai. Namun, kesialan Rachmat tak berhenti sampai di situ. Sudah luka-luka seperti itu, ia masih mendapat sabetan dan amarah Ibu. Mungkin juga Ibu sudah mati akal akan kebandelan Rachmat, namun saking marahnya dan mungkin juga takut mobil barunya kena baret si Boy, Beliau lupa kalau anak lakinya sudah kena baret duluan. Rachmat yang menahan sakit hanya bisa bilang, "Gelap... Gelap..." dan mau pingsan. Baru Ibu sadar. Dari marah-marah, Beliau lalu beralih jadi memanggil-manggil nama anaknya supaya tidak pingsan. Rachmat lalu segera dibawa ke rumah sakit dan mendapat suntikan anti tetanus. Dan itu juga bukan yang pertama kali. Ia juga pernah disuntik sebelumnya karena berantem dengan monyet tetangga di atas wuwungan rumah kami.

Saya juga pernah kena omelan Ibu. Suatu malam ketika berusia lima tahun, semua orang pergi menonton dan saya sendirian bersama Ibu yang sedang buat puding, saya bete dan mulai iseng cari-cari kegiatan. Saya lalu menemukan tutup kaleng buah air yang sudah dibuka oleh Ibu, memainkannya, melempar dan menangkapnya, lalu serrrrr, suatu ketika lolos dari tangkapan dan menancaplah si tutup kaleng tajam itu di paha saya. Wah, saya dapat bagian, malam-malam sudah berdarah-darah, masih juga dipukul. Sampai sekarang, bekas lukanya masih bisa saya tunjukkan. Pernah juga ketika naik sepeda dan anjing saya punya kebiasaan gila mengejar orang bersepeda dan menangkap rodanya, saya terjerembab dan luka-luka. Lagi-lagi saya kena pukul, padahal yang salah jelas anjing saya. Sialnya sang anjing melenggang bebas! Hanya sekali saat saya jatuh dan kepala saya bocor hingga perlu dijahit, saya tak dipukul Ibu. Itu karena Ibu saya sudah pucat mau pingsan duluan melihat kepala belakang saya terbuka dan bersimbah darah...

Di banyak kesempatan lain, kami anak-anaknya malas bilang sakit, karena kalau ketahuan bakal diomeli tidak bisa jaga badan, bahkan setelah kami semua dewasa, dan kakak saya Gita sudah punya cucu! Maka kalau sakit, kami saling mengingatkan, awas kalau kasih tahu Ibu!

Ibu saya pasti tujuannya baik, dan mengomel karena saking peduli dan khawatirnya. Hanya saja caranya yang "keliru". Bukannya membesarkan hati, tapi malah bikin ciut nyali. Saya jadi berpikir, berapa sering saya meniru gaya Ibu ketika orang yang saya peduli sakit atau tertimpa musibah? Tak tahu mengapa, hari ini ketika giliran saya mendapatkannya dari teman, rasanya mengena sekali dan membuat down. Bukannya diberi semangat, malah lenyap semangat karena peringatannya tadi. Tapi, masalah ini terjadi bukan hanya soal kesehatan. Saya jadi ingat kenalan selebritis saya yang gagal masuk ke bursa caleg dan tidak ingin berjumpa kerabatnya sebulan lebih karena kalau berjumpa dia mendapat olok-olok, "Masa kalah pamor sama pelawak!" Mungkin maksudnya memberi cambukan semangat, tapi sesungguhnya komentar seperti itu justru menguras perasaan.

Hari ini sekali lagi saya disadarkan untuk menggunakan kata kata positif dan menggugah semangat. Kalau tahu sedang kena hipertensi, cukuplah saya bilang cepat sembuh, jangan lupa selalu kontrol dan jaga pola makan dan hidup sehat. Tidak perlu sampai memberi peringatan yang justru bikin mati. Kalau ada yang gagal, misalnya tidak diterima di fakultas kedokteran di perguruan tinggi pilihan, jangan ditakut-takuti mau sekolah di mana lagi dan bagaimana masa depannya kalau tidak jadi dokter. Saya juga pernah mengalami, ketika mantap pindah kerjaan, malah dicela dan dipertanyakan masa depan saya. Semoga dengan semakin sering diingatkan, ucapan yang saya keluarkan dari mulut ini semakin positif, positif, positif, dan semakin memberikan semangat, semangat, semangat! Dan bukan malah mematikannya!

O, by the way, test ecg, semua test darah saya menunjukkan hasil yang sempurna, kecuali tekanan darahnya yang tinggi. Terima kasih banyak atas semua perhatian dan kasih Anda kepada saya. Saya janji akan menjalani gaya hidup sehat, mulai dari makanan sampai ke olah tubuh. I swear! Jadi saya tak perlu Anda takut-takuti lagi dengan peringatan yang seram-seram. I got it. Thank you. :-)

Friday, March 26, 2010

26 Maret 2010 : seperti sekolah

Selesai makan malam tadi di sebuah mall bersama teman baik saya yang akan ke luar negeri dalam waktu dekat ini, tiba-tiba saya merasa tidak enak badan. Mulai seperti mau pingsan, tangan kesemutan dan dada kiri seperti ditekan. Waduh, jantung? Saya lalu mengatur napas dan ingat tips batuk-batuk. Berangsur, di dalam mobil badan menjadi hangat kembali.

Sesampai di rumah, saya berkonsultasi dengan kakak saya yang dokter. Dia bilang sih sebaiknya besok check up saja, dan tanya apakah saya sudah check tensi? Belum. Sudah lama saya tidak check tensi karena menganggap yaa.. kalau sudah hidup sehat, makanan dijaga dan olah raga mestinya tensinya baik-baik saja. Maka segera setelah berbicara dengan kakak, saya membersihkan alat tensi yang mulai berdebu tebal, dan mencheck tekanan darah. Saya melotot : 160/105 ? Coba lagi : 158/103? Sekali lagi : 148/101! Waduh! Saya segera laporan pada kakak. Dia bilang sebaiknya minum obat penurun tensi, sebelum besok segera check up ke dokter langganan.

Saya tahu, saya tahu, saya bakal diomeli. Saya sudah dua tahunan tidak kontrol. Habis selama ini rasanya dikerjai melulu oleh dokter. Obat - Obat - Obat - check - check - check. Kalau urusan tensi beres, masalah kolesterol diutik-utik. Lalu yang lain mulai diungkit-ungkit. Rasanya kok tidak sehat-sehat. Saya merasa, sekali periksa pasti rentetannya panjang dan tidak selesai-selesai. Maka saya merasa capek dan dengan sok pintar saya sudahi saja sesi konsultasi dokternya. Tapi kenyataannya, besok saya akan kembali berhadapan dengan dokter saya yang dulu lagi. Semoga Beliau masih ingat, karena diam-diam sudah saya tinggalkan selama dua tahun...

Baru kemarin saya diceritai oleh dokter jantung kepresidenan, hari Minggu lalu ibu seorang artis senior Indonesia terkena stroke di Bandung. Si artis tergopoh-gopoh menelepon isteri sang dokter dan oleh pak dokter ia dan ibunya diminta segera pergi ke rumah sakit khusus jantung di Jakarta. Setelah ditangani, sang ibu yang tadinya sudah lumpuh separoh bisa dipulihkan seperti sedia kala. Menurut pengalaman sang dokter, gejala stroke bila ditangani secara tepat sebelum 4 jam dapat diatasi dengan baik. Usut punya usut, ternyata si ibu sudah kehabisan obat dan tidak minum obat yang diberikan dokter selama seminggu, padahal sang dokter sudah menyarankan tindakan karena dari hasil diagnosa dengan kondisinya itu cepat atau lambat si ibu pasti terkena stroke. Dari hasil tunda-tunda dan sok sehat tidak minum obat itulah stroke datang lebih awal.

Saya sih amit-amit dengan stroke, tapi sekarang sadar, bahwa upaya hidup sehat saja tidak cukup. Begitu banyak orang yang bilang padahal hidupnya sudah sehatnya luar biasa, tidak merokok, tidak alkohol, cukup berolah raga, makan tidak berlemak, tapi toh kena sakit ini itu juga. Teorinya sih kita harus check up secara regular. Memang seperti simalakama. Check up regular hasilnya penuh dengan peringatan : awas ini awas itu, tidak check up jadinya sakit mendadak, malah minum obat ini dan obat itu juga.

Sejak tahun 2005, saya mencoba mengubah pola hidup, dan sejak tahun lalu, saya mengubah pola makan dan olah raga saya. Saya mencoba seregular mungkin olah raga pagi. Saya menjaga makanan dan mengurangi asupan karbohidrat. Bobot yang tadinya membubung sampai 78 di awal 2009, di akhir 2009 saya menjadi 65 kg. Ada kalanya, saya lupa daratan dan lepas kontrol, seperti waktu dua minggu lalu ketika pulang Malang. Makan ini itu, dan sekarang bobot saya naik lagi 2 kilo. Olah raga kurang teratur. Akibatnya ya gini, berurusan dengan tekanan darah tinggi.

Maka malam ini saya menyimpulkan, sehat itu seperti sekolah, belajar yang rajin, dan harus lulus tes supaya diakui hasilnya. Dengan kata lain, kita berusaha hidup sehat, tapi juga harus lulus tes kesehatan berkala supaya hasilnya bisa dipantau dan diakui kualitasnya. Jadi esok, saya (terpaksa) membatalkan acara ke persekutuan doa untuk konsultasi dengan dokter dan menjalani serangkaian tes kesehatan. Semoga hasilnya baik-baik saja, dan kalau ada yang kurang tahu bagaimana mengatasinya. Bagaimana dengan Anda? Kapan Anda check kesehatan? Kalau belum, mungkin bisa ikut saya, segera periksa...

Thursday, March 25, 2010

25 Maret 2010 : Stop in the Name of Love!

Petang ini Channel News Asia lewat acara blogtv nya mengulas topik berjudul "Stop in the Name of Love". Bekerja sama dengan yayasan sosial dan operator telepon, mereka menggelar kegiatan di berbagai tempat, menghentikan orang di jalan untuk memberi kesempatan mereka menelpon orang yang dicintainya dan mengatakan "I love You". Program ini disertai kesempatan mengungkapkan cinta melalui sms dan internet. Target penelpon adalah 500 orang, namun di akhir acara tercatat 1099 orang yang berpartisipasi, yang akhirnya digenapi oleh salah seorang narasumber muda menjadi 1100.

Yang menarik dari program ini ternyata orang Singapura, kalau bukan bisa digeneralisasi orang Asia termasuk kita, bukan orang yang ekspresif menyatakan cintanya. Mereka menganggap ekspresi cinta cukup dengan tingkah laku yang membuat pasangan, anak, kerabat dan teman mengerti bahwa mereka dicintai. Maka, ketika mereka menerima tantangan dan menelepon orang yang paling dicintainya, terbanyak ke ibu dan pasangan hidup, mata mereka pun membasah terbawa emosi haru. Mereka juga terlihat canggung dan takut akan reaksi orang di seberang telepon. Reaksinya? Sebagian besar bertanya: why? Ada apa ini? Kamu bener anakku? Karena tidak biasa menyatakan perasaan cinta, maka sekalinya kita menyatakannya, kita dicurigai, ada apa sebenarnya yang terjadi?

Saya lalu bertanya, pernahkah saya mengatakan "saya cinta" pada ayah dan ibu saya? Jawabnya tidak. Menelpon mereka? Ya, sering, secara cukup regular. Namun mengatakan cinta? Waduh, ternyata tidak pernah, mungkin karena asumsinya sebagai anak ya seharusnya cinta dong dengan orang tua kita. Oke, oke. Itu orang tua. Kepada Kakak? Tidak pernah juga, kecuali di sms masih bunyi love, juga kepada ibu saya. Mungkin sama, asumsinya sebagai saudara sudah seharusnya juga cinta. Kalau pasangan? Hmm... selama menjalin hubungan 8 tahun, saya yang lebih rajin menagih, mana kata "I love you" nya. Dan kalau sudah lama tidak terdengar, saya menggoda, kamu sebenarnya cinta saya nggak sih? Dia selalu beralasan kan cinta nggak harus diucapkan, tapi lebih baik dilakukan. Saya menukas, iya, sih, tapi sekali-sekali saya juga butuh afirmasi dan mendengar dengan telinga sendiri bahwa kamu cinta saya.

Orang bule memang lebih ekspresif dari orang Asia yang cenderung lebih banyak aturan kesantunan timurnya. Tapi dengan berkembangnya waktu seperti sekarang, rasanya batas itu sudah mulai memudar. Namun sesering kita berani menuliskan love, I love you, di sms dan bbm, ternyata kalau harus diungkapkan lewat suara, kita ciut juga nyalinya. Saya jadi bertanya mengapa? Karena budaya kita bukan budaya ekspresif? Mungkin juga. Padahal seperti saya bilang tadi, sesekali kita butuh juga menerima konfirmasi bahwa pasangan kita memang mencintai kita, tidak hanya dengan perbuatan, namun juga kata-kata. Buktinya, ketika ke tiga kata itu diucapkan, semua partisipan melelehkan air mata, sedang yang ditelpon mencoba menghalau haru dengan cara bercanda atau sok galak, dan akhirnya malu malu singkat mengatakan I love you too...

Setelah acara berakhir, saya lalu segera mengangkat telepon menghubungi ibu saya. Saya bicara ngalor ngidul padanya sambil berpikir, gimana caranya ya bilang I love you? Ini tidak ada peristiwa khusus, jadi bingung juga menyampaikannya. Beliau pasti heran kalau saya sekonyong-konyong bilang, Mam, I love you. Jangan-jangan dianggap firasat yang aneh lagi. Maka, di akhir pembicaraan yang lebih dari setengah jam itu saya bilang, okay have fun di Aussie ya... klik! telepon dimatikan. Tidak sekecap pun kata I love You yang keluar.

Arrrrrrghhhhh! Misi gagal! Saya jadi tercenung. Apa mestinya saya bilang saja ya tadi, "Mam, aku baru lihat tayangan televisi tentang orang yang mengungkapkan cinta pada orang-orang terdekatnya, dan aku jadi terinspirasi untuk bilang I love you, mom ..." Tapi saat saya memikirkannya, saya kok jadi malu dan tersipu-sipu sendiri ya? Ada apa? Mengapa saya malu mengungkapkan cinta saya pada ibu saya sendiri? Apa karena saya sudah terlalu tua untuk mengatakannya? Padahal, saya tahu kalau saya mengungkapkannya melalui suara saya sendiri, dampaknya akan sangat luar biasa bagi kami berdua. Dan jarang-jarang pula mengungkapkan hal itu. Saya sendiri, di luar surat, tak pernah mengumandangkan kata saya cinta pada mendiang ayah saya secara langsung. Semua berjalan tahu sama tahu. Bahkan ketika ayah saya meninggal, dan dalam salah satu eulogi mewakili keluarga saya mengatakan Papi, I love you, saya yang tadinya tegar menjadi berlinang air mata dan merasakan betapa dalamnya ungkapan cinta itu terekspresikan meski orang yang dituju hanya mendengarnya dari dunia yang berbeda.

Tapi tetap saja, saya seolah tak menemukan momen dan kata yang tepat untuk mengungkapkannya kepada Ibu saya sekarang. Tadinya selama beberapa menit saya mengetik kalimat-kalimat ini, saya masih saja bimbang, nelpon lagi gak ya? nelpon lagi gak yaaa? Lalu saya ambil keputusan pengecut, untuk sekarang ini saya simpan dulu ya niat mengatakan langsung pada Ibu saya. Mungkin besok deh saya telepon lagi dan mencoba sekali lagi. Moga-moga sih berhasil. Untuk sementara, saya mau mengungkapkannya lewat blog ini saja dulu : Mom, I love you so very much with all my heart and soul!

Ngomong-ngomong, bagaimana dengan Anda? Ayo, coba dong sekarang juga pencet telepon genggam Anda dan langsung hubungi orang tercinta untuk mengungkapkan secara verbal rasa cinta Anda, dan kalau sudah, bagi-bagi resep ya dengan saya ... karena saya baru sadar, meski sudah melanglang buana, saya ini kok masih sangat Asia sekali ya?

Wednesday, March 24, 2010

24 Maret 2010 : Why Me?

Di tengah makan malam bersama sahabat SMA saya Anita yang sedang berkunjung dari Surabaya untuk training di Jakarta, kami membicarakan mengenai isi blog saya tiga hari yang lalu. Ia kemudian berkata, kalau orang kesusahan disuruh membaca kitab Ayub. Ayub? Saya yang lumayan parah buta kitab suci kemudian penasaran dan begitu sampai di rumah, saya segera mengambil alkitab di samping tempat tidur yang mulai menebal debunya, karena jarang disentuh.

Kitab Ayub adalah salah satu kitab dari Perjanjian Lama di Alkitab orang Kristen. Dalam keseluruhan 42 bab nya, kitab itu bercerita tentang kehidupan seorang lelaki bernama Ayub.

Alkisah Ayub seorang yang terkaya di negerinya dengan 7 putera dan 3 puteri. Hidupnya sangat saleh dan taat akan Tuhan. Suatu ketika, ketika Tuhan berbicara dengan Iblis, Iblis menantang Tuhan dengan berargumentasi bahwa ketaatan Ayub dikarenakan semua fasilitas sudah diberi Tuhan. Maka Iblis menyarankan Tuhan mencobainya, dan Tuhan setuju, menyerahkan pencobaan kepada Iblis.

Lalu iblis mengobrak abrik harta miliknya, dan merenggut nyawa anak-anaknya. Ayub masih bertahan dengan meneriakkan, "Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!" Namun Iblis mencobainya lagi, kali ini dengan penyakit yang menimpa seluruh badannya. Maka mulailah ia berkeluh kesah bahkan menyesali kelahirannya yang berakhir duka dan sengsara yang tak terperikan.

Temannya mencoba mengingatkannya," Sesungguhnya engkau telah mengajar banyak orang, dan tangan yang lemah telah engkau kuatkan; orang yang jatuh telah dibangunkan oleh kata-katamu, dan lutut yang lemas telah kau kokohkan; tetapi sekarang, dirimu yang tertimpa dan engkau kesal, dirimu terkena, dan engkau terkejut. Bukankah takutmu akan Allah yang menjadi sandaranmu, dan kesalehan hidupmu menjadi pengharapanmu?" Temannya kembali menasihati, "Sesungguhnya, berbahagialah manusia yang ditegur Allah; sebab itu janganlah engkau menolak didikan Yang Mahakuasa. Karena Dialah yang melukai, tetapi juga yang membebat; Dia yang memukuli, tetapi yang tanganNya menyembuhkan pula."

Banyak keluh kesah dan perdebatan yang disampaikan Ayub dengan teman-temannya yang diceritakan secara detil dalam bab-bab selanjutnya sampai akhirnya Tuhan turun tangan menjawab semua keluh kesah dan memberi pengertian pada Ayub tentang arti pencobaan yang ditimpakan padanya. Akhirnya Ayub menyadari kekeliruannya, mencabut perkataan dan sumpah serapahnya lalu menyesali diri. Maka jawab Ayub kepada Tuhan, "Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencanaMu yang gagal. Firmanmu : Siapakah dia yang menyelubungi keputusan tanpa pengetahuan? Itulah sebabnya, tanpa pengertian aku telah bercerita tentang hal-hal yang sanat ajaib bagiku dan yang tidak kuketahui. FirmanMu : Dengarlah, maka Akulah yang berfirman; Aku akan menanyai engkau, supaya engkau memberitahu Aku. Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu." Maka Tuhan mencabut pencobaan yang diberikan kepada Ayub dan memulihkan keadaannya.

Kisah Ayub yang jauh lebih indah bila dibaca lengkap ini seolah menjawab pertanyaan teman yang kemarin menjawab dan mengeluhkan apabila ia mendapat vonis dokter bahwa hidupnya tinggal 6 bulan lagi. Ketika itu ia menjawab, saya akan bertanya kepada Tuhan, "Why me? Saya salah apa sampai mendapat cobaan seperti ini?" Kalau diperhatikan dalam kisah Ayub, tidak ada yang salah dari Ayub. Tuhan bahkan membanggakan kesetiaan dan kesalehan Ayub. Tuhan hanya ingin mencobai Ayub agar Ia tahu sejauh mana keteguhan dan kesetiaan Ayub padaNya. Apakah saat mendapat kesulitan Ayub tetap mau bersyukur dan memuliakanNya, atau mulai menghujatNya.

Sekarang saya mengerti, bahwa kalau saya sedang mendapat pencobaan, kesulitan dan penderitaan hidup, bukan berarti there is something wrong with me, namun justru saya diharapkan mengambil manfaat darinya, belajar menghargai kehidupan dan kebesaran Tuhan agar kita senantiasa memuliakan namaNya serta hidup untuk dan di dalam Dia.

Semoga bila sedang dalam timpaan kesulitan, saya selalu diingatkan dan dikuatkan akan arti hakiki dari pencobaan itu - melalui kisah Ayub - sehingga saya tetap teguh dan bersyukur atas penyertaan dan rahmat Tuhan dalam hidup ini.

Tuesday, March 23, 2010

23 Maret 2010 : Pertarungan Melawan Maut

Membaca blog saya kemarin, seorang teman lalu mengatakan ia jadi teringat sebuah kisah nyata mengenai kanker namun berbeda alur. Ia pun menceritakan melalui bbm dan mengirimkan alamat http://www.facebook.com/l/1c3a6;www.femina.co.id/issue/issue_detail.asp?id=584&cid=1&views=27 yang berisi perjuangan hidup Dinda Nawang melawan kanker payudara dan getah bening. Dikisahkan bagai petir di siang bolong, Dinda harus menhadapi kenyataan bahwa di payudara sebelah kanannya ditemukan benjolan seluas 2 cm. Ia dihadapkan pada dua pilihan, mengangkat seluruh seluruh payudara kanan hingga tak bersisa, atau mengangkat tumornya saja, namun setelah itu ia harus dikemoterapi untuk membabat sel-sel kanker yang menempel di payudara. Dinda pun memutuskan untuk mengangkat tumor tersebut beserta seluruh payudara kanannya itu dan merekonstruksinya melalui sebuah operasi besar. Namun belum tuntas ia sembuh benar, ia disambar petir kedua : menderita kanker getah bening yang membuatnya harus menjalani terapi kemo yang menyakitkan. Di tengah badai kanker, ia digalaukan dengan kegigihan Alexander Abimanyu untuk merebut cintanya. Justru pada saat ia mampu menghapus keraguannya akan perbedaan keyakinan dan kesungguhan Alex, ayahanda Dinda berpulang. Dan ketika dinyatakan sembuh, ia harus menghadapi petir kehidupan berikutnya : sang suami cinta berpulang beberapa minggu lalu karena jantung! Saya tidak kenal Alex, namun saat ia meninggal namanya membahana di facebook saya karena teman-teman yang mengenalnya mengenangnya dengan luar biasa indahnya sehingga saya penasaran dan menanyakan kepada seorang rekan siapa dia.

Perjuangan orang melawan maut memang macam-macam. Sebagian merasa kalah sebelum bertarung dan perasaan kalah ini justru membawanya lebih cepat lagi ke titik akhir. Ibu mantan kekasih saya juga terserang kanker lebih dari sepuluh tahun lalu. Saat pertama kali saya mengenalnya di akhir tahun 2000, hidupnya hanya di seputar kamar tidur. Maka kehidupan seluruh keluarga pun tersedot ke sana. Demi mendekatkan diri pada ibunda, anak-anaknya pun mengalihkan aktivitas di kamar ibunya yang besar. Maka berubahlah kamar itu menjadi ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur. Saya yang tidak biasa dengan pemandangan seperti itu, merasa semangat sang bunda tidak terbangun, lalu berkata kepadanya, "Tante, jangan dipikirkan soal mati nya. Hidup dan mati kita itu di tangan Tuhan. Tante bisa sakit bertahun-tahun, dan saya bisa sehat walafiat, namun jika Tuhan menghendaki, detik ini juga saya bisa dipanggilNya. Jadi saran saya adalah, hadapi penyakit ini dengan benar. Kita berusaha, Tuhan menentukan. Jadi tante, live life to the fullest. Putus asa sekarang juga tak ada gunanya. Mati itu bisa kapan saja, siapa kita yang menentukan kalau kita kena kanker maka kita akan mati lebih dulu dari orang lain." Maka Beliau sedikit demi sedikit bangkit, mulai keluar dari kamar dan sekarang sudah bepergian bahkan ke luar pulau untuk bisa berlebaran dengan sanak saudara mendiang suaminya. Kini, sepuluh tahun kemudian, Beliau masih dikaruniai kehidupan hingga bisa melihat cucu-cucunya lahir dan berkembang sehat. Beliau bahkan melampaui besannya yang lebih belakangan sakit dan meninggal karena kanker yang sama.

Dalam bentuk yang berbeda, saya jadi ingat paman saya, satu-satunya adik lelaki ayah yang waktu itu sudah masuk di ICCU di Bandung dengan keadaan yang begitu parah, sudah mengorok dan nafasnya tinggal satu satu. Semua orang sudah mendoakan dan membisikkan di telinganya, merelakan kepergiannya. Seperti terjadi keajaiban, Beliau melawan maut dan beberapa bulan kemudian sehat sempurna seperti tidak pernah sakit sama sekali, bahkan sekarang masih segar bugar sedang saudara-saudara yang dulu membisikkan kata rela di telinganya sebagian besar sudah mendahuluinya.

Pertarungan melawan maut juga dialami oleh mendiang bos saya, Bapak Ken Sudarto, pendiri dan pemilik Matari Inc. sebuah perusahaan periklanan nasional yang sangat dihormati hingga ke manca negara. Ketika Beliau berjuang melawan kanker limfoma nya, di tengah roller coaster perasaan yang dialami, tak ada sedikit pun terbersit di kepalanya bahwa ia akan kalah. Bahkan di detik-detik kepergiannya, ia masih sempat sms yang diteruskan oleh putri sematawayangnya Cynthia kepada saya. Bunyinya :

Hidup adalah bagaikan bendera perang
Kadang-kadang berkibar megah menantang
Kadang-kadang kotor, robek dan hampir jatuh ke tangan musuh ...
Tapi harus tetap dipertahankan dengan gagah berani - sampai ke tangan Tuhan!

Apa yang ditulis Beliau merupakan semangat yang tercermin dari lagu favorit Beliau "The Impossible Dream".

Di luar kisah gagah perjuangan ini, saya mendengar dari kakak saya, bahwa teman baiknya Freddy, salah satu pemilik group Wings, meninggal dunia karena kecolongan demam berdarah, seperti Michael Ruslim, mantan presdir Astra yang meninggal tanpa "dipersiapkan" secara mental terlebih dahulu.

Saya lalu mencoba menyarikan seluruh kisah nyata yang saya dengar selama tiga hari ini dan berkesimpulan bahwa melalui cerita-cerita tersebut saya diingatkan untuk :

1. Tidak menyia-nyiakan hidup : live life to the fullest!
2. Bahkan dalam kehidupan yang terbaik saya harus menyadari bahwa semuanya harus berakhir, tak peduli bagaimana akhirnya, dan saya harus siap (secara mental) dan rela ketika waktu yang dipinjamkan buat saya sudah berakhir.
3. Karena saya tidak tahu kapan waktu itu akan tiba, saya tidak boleh sok memutuskan sendiri dan merasa bahwa kalau ada suatu hal yang terjadi pada diri saya, maka hidup saya akan berakhir. Karena itu, balik lagi ke nomor satu : saya harus hidup dengan benar, sebaik dan sebertanggung jawab mungkin. Tidak langsung down ketika dibilang kemungkinan hidup saya tinggal sekian saat lagi. Siapa kita bisa menentukan. Cuma Tuhan yang berhak memberi dan mengambil hidup kita, karena itu saya tak boleh kehilangan semangat dan harapan di segala situasi hidup.
4. Dalam menjalani hidup, yang memagari dan menuntun saya adalah rasa syukur dan terima kasih yang tak habis-habisnya kepada Sang Pencipta atas anugerah kesempatan hidup yang diberikanNya.

Saya ingin menutup perenungan hari ini dengan sebuah kalimat yang diucapkan Lousia May Alcott dalam buku karangan Mary Anne Radmacher dan Jonathan Lock wood Huie yang berjudul, "Simply an Inspired Life" (SAIL):

"I'm not afraid of storms, for I'm learning how to sail my ship."

dan sebuah kalimat bijak yang tertera di atas sebuah kain pajangan yang selalu terngiang di hati saya:

In the end what matters most is
How well did you live
How well did you love
How well did you learn to let go...

Terima kasih tak terhingga untuk teman-teman tercinta yang sudah mau berbagi cerita nyata yang begitu inspiratif yang membuat saya lebih menghargai dan mensyukuri hidup.

Monday, March 22, 2010

22 Maret 2010 : Terima Kasih

Kemarin malam saya menanyakan kepada Anda dua hal yang ditanyakan oleh seorang teman kepada saya:

1. Bila saat ini dokter memberitahu bahwa Anda mengidap kanker stadium akhir dan kemungkinan hidup Anda akan berakhir enam bulan lagi, apa yang akan Anda lakukan?
2. Apakah Anda akan segera memberitahu pasangan Anda?

Sampai malam ini, jawaban untuk keduanya masih mengalir. Saya mulai dari pertanyaan kedua. Semua menjawab ya, artinya akan segera memberitahu pasangannya. Yang menarik adalah jawaban atas pertanyaan pertama. Tak ada satu pun yang sama. Pagi-pagi teman saya menjawab, "Terus terang saya tidak tahu mesti berbuat apa. Mungkin saya akan bertanya pada Tuhan apa salah saya." Sebagian menjawab akan menghabiskan waktunya bersama orang tercinta, terus membakar semangat siapa tahu bisa memperpanjang hidup atau bahkan sembuh. Ada yang mau minta ampun pada Tuhan dan menyiapkan diri untuk menghadap Tuhan. Ada yang tetap berobat, berdoa dan beribadah, ada lagi akan memanfaatkan sebaik-baiknya menikmati sisa hidupnya dan mencari pengobatan alternatif. Saya sendiri? Jawaban saya adalah akan tetap berkarya dan memanfaatkan waktu saya sebaik mungkin untuk memberikan yang terbaik bagi orang lain.

Sebenarnya ada sebuah jawaban yang benar-benar lain daripada yang lain yang membuat saya terperangah dan merasa betapa saya ini masih tidak ada apa-apanya. Jawaban itu terngiang dalam pikiran saya sampai saat ini dan menjadi kekaguman luar biasa, karena ini adalah jawaban dan kisah nyata tentang akhir hidup kekasih teman yang menanyakan kedua hal ini kepada saya, kemarin.

Di awal tahun 2009, teman saya ini mendapat kabar dari dokter bahwa kekasihnya menderita kanker pankreas stadium akhir dan diperkirakan hidupnya tinggal 6 bulan lagi. Mereka berdua adalah orang yang independen. Keluarga teman saya berasal dari luar negeri, dan kekasihnya sudah tidak punya sanak saudara lagi di sini. Maka beban moral jatuhlah di pundak teman saya. Setelah mempersiapkan diri untuk menyampaikan kabar pada kekasihnya, ia memulai penjelasannya dengan menanyakan pertanyaan pertama tadi. Dia mengatakan, "Saya akan memberikan sebuah pertanyaan sulit : jika saat ini dokter memberitahu kamu bahwa kamu menderita kanker stadium akhir dan hidupmu diperkirakan hanya enam bulan lagi, apa yang akan kamu lakukan?" Kekasihnya menjawab, "Pertama-tama saya akan bersyukur kepada Tuhan atas penyakit yang diberikannya karena dengan penyakit ini saya bisa merasakan betapa besarnya anugerah kehidupan yang sudah diberikanNya kepada saya. Kedua, saya juga bersyukur bahwa Tuhan telah mengirim kamu untuk saya, namun sekaligus penyakit ini akan menjadi bahan bagi saya untuk mengetahui seberapa tulus cinta kamu kepada saya. Bila kamu benar-benar mencintai saya, kamu akan tinggal sampai saat terakhir, namun bila tidak kamu akan meninggalkan saya." Mendengar jawaban kekasihnya, teman saya memberitahu bahwa ia memang divonis terkena kanker pankreas stadium akhir dan hidupnya diperkirakan tinggal enam bulan.

Teman saya lalu merawat kekasihnya dengan penuh kasih sayang dan keteguhan hati. Ia pernah nyaris mengorbankan karirnya yang cemerlang di dunia perbankan demi merawat kekasihnya. Ia dan kekasihnya masih menunjukkan kemesraan luar biasa, bahkan di tengah selang infus. Ia bercerita meskipun sang kekasih sudah tidak bisa sikat gigi karena sakitnya, mereka masih menyempatkan saling memberikan ciuman kasih. Dan ketika kekasihnya memang menghembuskan napas terakhirnya di bulan Juni tahun lalu, ia yang mengurus semua keperluan kremasinya. Segala suka dukanya kemudian ia catat dan sedang dibukukan yang rencananya akan diluncurkan bulan Desember ini bersamaan dengan perayaan Natal sebagai peringatan akan sebuah cinta putih yang pernah hadir di dunia ini.

Kisah teman saya dan kekasihnya menjadi pembelajaran dan inspirasi luar biasa bagi saya. Jawaban sang kekasih atas pertanyaan pertama tadi, benar-benar menampar saya karena dari jawaban saya, terlihat bahwa sampai detik ini, saya masih saja sibuk dengan diri sendiri. Lihatlah jawabannya yang luar biasa. Bersyukur kepada Penciptanya!

Teman saya juga menjadi contoh hidup yang luar biasa tentang ketulusan cinta. Kalau Anda bertemu dengannya, Anda pasti bisa melihat betapa sinar terang yang menenangkan memancar dari wajahnya yang bersih. Ia selalu tersenyum, bahkan dalam kondisi yang melelahkan. Terus terang, saya tidak tahu apakah saya bisa sekuat, sesabar, setelaten dan sebertahan dia.

Dalam hidup ini, saya masih perlu banyak belajar. Di awal tahun saya sudah diingatkan tentang berdamai pada diri sendiri dan tentang unconditional love. Rasanya, sampai detik ini, di bulan ketiga, saya belum ada kemajuan yang berarti ...

Di tengah semua yang berkecamuk dalam pikiran saya itu, hari ini saya mendapat "pekerjaan ekstra" menyetir sendiri pergi dan pulang dari kantor karena supir pribadi saya sedang sakit. Selama perjalanan, saya memasang CD Secret Garden yang terbaru, bertajuk Secret Garden with Special Guests : Inside I'm Singing. Pergi dan pulang, saya hanya memutar satu lagu saja berulang-ulang, yaitu lagu ke dua berjudul Thank You, yang dilantunkan penyanyi Swedia Peter Joback, dengan lirik ditulis sangat indah oleh Brendan Graham. Saya ikut menyanyi berulang-ulang sampai hapal liriknya. Begitu indahnya melodi dan kata-katanya, sampai saya membayangkan indahnya bila lagu ini bisa mengiringi acara sungkeman pernikahan keponakan saya Vanessa tahun depan. Namun, malamnya ketika pulang, semua bayangan pesta putih di gereja itu memudar. Saya mendadak sadar dan menangkap esensi yang jauh lebih besar lagi dari lagu ini. Saya lalu membayangkan lagu ini sebagai ungkapan hati almarhum kekasih teman saya pada Sang Khalik. Maka tiba-tiba lagu ini pun menjadi ungkapan jiwa saya yang terdalam atas kebesaran dan anugerah yang tak terkatakan yang diberikan Tuhan pada saya. Saya ingin membagikannya dengan Anda dan ingin menyanyikan lagu ini setiap saat dalam hati agar setiap kali mendengarnya didendangkan jiwa, saya diingatkan untuk tak habis-habisnya bersyukur atas anugerah kehidupan yang diberikanNya...


If I lived to be a thousand years,
If I ruled the world - its hemispheres,
I could not repay the love you brought my way
So, I want to say it now -
to thank you for each day you gave me.

Thank you for the Mondays,
Saturdays and Sundays,
Everyday the whole year through;
Thank you for the fun days,
All the number-one days,
Battles-to-be-won days, too;
I just want to say it,
Thank you for each day with ... you.

We have just one life to seize the day,
We only have what time there is to say ...
and do what we must do, express our gratitude,
So, I want to say it and sing it now to you.

Thank you for the Mondays,
Saturdays and Sundays,
Everyday the whole year through;
Thank you for the fun days,
All the number-one days,
Battles-to-be-won days, too;
I just want to say it,
Thank you for each day with ... you.

At the close of every day,
When I close my eyes to pray,
All I need to do, is just to think of you ...
Then, all I need to say ... is ...

Thank you for the Mondays,
Saturdays and Sundays,
Everyday the whole year through;
Thank you for the fun days,
All the number-one days,
Battles-to-be-won days, too;
I just want to say it,
Thank you for each day with ... you.


*Terima kasih tak terhingga bagi teman-teman yang sudah berpartisipasi menjawab pertanyaan saya. Tuhan Berkati.

Sunday, March 21, 2010

21 Maret 2010 : Pelajaran Tiga Babak

Malam ini saya bingung mau menulis apa di blog ini. Bukan karena kekurangan bahan, namun karena begitu banyaknya hal yang saya pelajari hari ini. Jarang-jarang gereja memberi saya inspirasi berlimpah seperti di hari ini. Maka untuk adilnya saya buat saja judul Pelajaran Tiga Babak, tiga hal yang paling menarik bagi saya hari ini.

BABAK PERTAMA : ALTERNATIF KE TIGA

Bacaan Injil minggu ini yang diambil dari kitab Yohanes 8: 1 - 11 menarik untuk disimak bahkan oleh Anda yang nonkristen. Supaya mengerti, saya kutip saja keseluruhan isinya :

Sekali peristiwa Yesus pergi ke Bukit Zaitun. Pagi-pagi benar Ia berada di Bait Allah dan seluruh rakyat datang kepadaNya. Ia duduk dan mengajar mereka. Maka ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa kepadaNya seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah. Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah, lalu berkata kepada Yesus, "Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah. Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari dengan batu perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapatMu tentang hal ini? Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai Yesus, supaya mereka memperoleh sesuatu untuk menyalahkanNya.

Tetapi Yesus membungkuk lalu menulis di tanah dengan jariNya. Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepadaNya, Ia pun bangkin berdiri lalu berkata kepada mereka, "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melempar batu kepada perempuan itu". Lalu Yesus membungkuk lagi dan menulis di tanah. Tetapi setelah mendengar perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Akhirnya tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu, yang tetap di tempatnya. Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya, "Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?" Jawab perempuan itu, "Tidak ada, Tuhan." Lalu kata Yesus, "Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang."

Saat Pastor berkotbah tentang dosa, saya malah tertarik dengan cara Yesus memecahkan masalah. Ia dihadapkan pada dua pilihan jebakan : Tidak Mengampuni atau Mengampuni ke dua-duanya punya konsekuensi sendiri. Namun Yesus malah datang menawarkan alternatif ke tiga. Alternatif yang sungguh cerdas, yang tidak dapat terbantahkan oleh siapa pun juga. Saya lalu menerawang kalau selama ini saat dihadapkan pada dua pilihan, seolah-olah saya terpaku pada pilihan yang ada. Dengan adanya pencerahan ini saya lalu berpikir, kalau begitu, di setiap dua pilihan sulit, ternyata ada pilihan lain bila kita mau berpikir smart. Pagi ini saya disadarkan, kalau saya dihadang dua pilihan sulit seperti buah simalakama, saya akan bertanya pada diri sendiri dan mencari apa alternatif pilihan ke tiga yang selama ini tidak tampak ...


BABAK DUA : KISAH TIGA POHON

Saat pulang gereja, tak tahu mengapa kakak saya Gita ngotot mau ambil lembar warta gereja. Di tengah jalan pulang, ia membacakan sebuah artikel fiktif tentang kisah tiga pohon. Diceritakan ada tiga pohon berbatang kuat yang hidup di sebuah hutan. Mereka pun mengobrol dan berangan-angan.

Pohon pertama ber angan menjadi kotak harta karun, karena menurutnya kotak harta karun adalah kotak yang paling dicari dan diperebutkan di dunia dan memuat barang-barang yang sangat berharga. Pohon ke dua ingin menjadi sebuah kapal kerajaan yang memuat raja-raja termasyur. Pohon ke tiga berharap karena ketinggiannya ia menjadi dekat dengan Tuhan. Waktu berlalu, ketiga pohon ini ditemukan oleh warga desa dan ditebang.

Pohon pertama kemudian dipotong-potong dan dijadikan kotak makanan ternak. Pohon ke dua dipotong juga. Sangkanya dibuat kapal, ternyata ia menjadi perahu nelayan. Sedang pohon ke tiga dipotong-potong dan disimpan di gudang.

Waktu berlalu dan ketiga pohon itu terpaksa menelan nasib pahitnya tak sesuai impian. Hingga suatu saat, di malam yang dingin, sepasang suami isteri yang tak mendapat penginapan berteduh di kandang hewan. Dan ketika si perempuan melahirkan, ia meletakkan bayinya di atas palungan tempat makan hewan-hewan itu. Pohon pertama pun menyadari, bahwa di dalam dirinya kini tertidurlah harta karun yang tak ternilai harganya. Bertahunptahun kemudian, perahu nelayan itu terombang ambing badai lebat dan dalam keadaan kritis. Hingga seorang dari belasan nelayan yang duduk di dalamnya berdiri dan menghentak badai dan lautpun menjadi tenang kembali. Di saat itulah ia sadar, bahwa impiannya telah terwujud. Ia telah menjadi tumpangan Raja segala Raja. Tak lama kemudian, kayu pohon ke tigapun digunakan, dan dipanggul berkilo meter jauhnya, dan di atasnya dipakulah orang yang disebut Raja Orang Yahudi. Ketika sang raja meneriakkan hembusan nafas terakhirnya, sang pohon pun menyadari betapa dekatnya ia dengan Tuhan dan surga. Itulah kisah palungan, perahu dan salib Yesus.

Saya yang mendengarkan cerita itu pun tersentuh. Betapa seringnya saya seperti kayu itu, yang merasa hidup ini tidak sesuai dengan harapan muluk saya, namun sebenarnya hidup ini sedang menunggu untuk digenapkan menjadi indah pada waktunya. Saya sudah sering mendengar dan merasa belajar soal ini, namun setiap kali mendengar tentang hal ini, rasanya saya diingatkan lagi dan lagi untuk ikhlas dan bersyukur, memasrahkan diri dan bersabar menjalani hidup sesuai rencanaNya karena Tuhan sudah menjanjikan indah pada waktunya...

BABAK TIGA : JIKA

Petang ini saya mendapat pertanyaan dari seorang teman:

1.Kalau saat ini juga Anda diberitahu dokter bahwa Anda mengidap kanker ganas stadium akhir dan hidup Anda paling lama bertahan enam bulan lagi, apa yang akan Anda lakukan?

2. Kalau saat ini Anda diberitahu dokter bahwa Anda mengidap kanker ganas stadium akhir dan hidup Anda paling lama bertahan enam bulan lagi, apakah Anda akan segera memberitahu pasangan Anda?

Sebenarnya saya ingin melanjutkan cerita tentang sesi ini sekarang, namun pikir-pikir lagi, saya jadi ingin menanyakannya kepada Anda. Apa jawaban Anda? Coba beritahu saya sebelum jam 21:00 besok pagi, dan kita teruskan lagi sisa ceritanya besok malam....

Saturday, March 20, 2010

20 Maret 2010 : ekspresi

Pagi ini saya membaca majalah Time edisi terbaru dan menemukan sebuah kolom menarik tentang ChatRoulette. Apa itu chatroulette? Setelah serbuan friendster, facebook, twitter, hi5 dan sebagainya, sekarang ada chatroulette. Baru saja saya mencobanya di chatroulette.com. Ini ajang chat berkamera yang memberi kesempatan buat kita untuk mengadakan bincang-bincang atau sekedar menonton orang di seberang sana, dan kalau bosan dia atau kita bisa mengklik "next" untuk pindah secara acak ke chatrouletter berikutnya. Chatrouletter, begitu pengguna jasa ini disebut. Seru juga sih, aneh aneh gayanya. Ada yang bengong, ada yang memanfaatkan untuk aksi aneh-aneh. Kalau sebal dengan gayanya, klik saja, kita pindah bertemu dengan orang di belahan dunia lain yang belum pernah kita kenal sebelumnya.

Saya menilai ajang ini adalah tempat buat orang iseng dan kesepian. Tak dapat dipungkiri, di dunia dengan perkembangan teknologi nirkabel yang begitu pesatnya, orang-orang yang tadinya kesepian menjadi punya kesibukan dan mainan baru. Saya sendiri sekarang sudah tidak bosan lagi menunggu appointment karena di sela jeda waktu itu saya bisa membuka facebook dan chat dengan teman-teman SD saya dulu. Saya juga jadi terkoneksi dengan mereka yang saya pikir sudah hilang. Memang, dampak buruknya, gadget mutakhir bisa membuat kita jadi autis, sibuk sendiri. Saya sering melihat orang pacaran tapi keduanya sibuk dengan blackberry masing-masing. Saya jadi bertanya apa gunanya kencan kalau dua duanya sibuk sendiri? Lebih baik di rumah masing masing saja, dan lebih mesra chatting lewat bbm ketimbang secara fisik berdua namun jiwanya kosong karena terpateri barang yang nyawanya tergantung baterai. Tapi, pagi ini saya tidak mau mengomentari hal ini, karena saya baru saja belajar ternyata ada cara baru mengekspresikan diri melalui kamera dan suara tanpa perlu takut-takut dicaci maki. Chatroulette. Toh saya tidak kenal lawan bicara saya, sehingga tak perlu peduli perasaannya.

Beberapa hari lalu saya bertemu dengan seorang pimpinan media yang menceritakan hasil risetnya mengenai media ekspresi diri ini. Katanya, ternyata masing-masing media memiliki pasarnya tersendiri. Dari hasil survey, diketahui bahwa pengguna terbesar facebook adalah mereka yang berusia 35 tahun ke atas. Bagi mereka, facebook adalah ajang pamer dan nostalgia, dimana foto sanak keluarga dan teman-teman diupdate dengan rajin, dan isi daftar temannya memuat kawan-kawan TK sampai terkini, dan menjadi ajang reunian. Bagi mereka di usia 25 - 35 yang merasa harus eksis, twitter jadi pilihan utama. Di sini mereka bisa meng update dunia tentang apa yang dilakukannya. Untuk mereka di bawah 25 yang merasa kreativitas dan ekspresi mereka tak bisa dibatasi oleh jumlah kata dan kolom, maka bloglah yang dipilih. Di sini kaum remaja bisa bebas berekspresi, mengaum dan menghias blog sesuka mereka. Blog ini juga memberi kesempatan untuk menulis sepanjang mereka mau, memasukkan foto sesuai cerita dan seterusnya. Anda masuk yang mana? dan cocokkah kategori di atas? Tentu selalu saja ada lintas minat dimana sebagian kecil dari usia 35 ke atas yang masih main twitter dan blog macam saya ini, atau remaja yang tak kalah getolnya masuk ke facebook dan update twitter..

Saya jadi ingat lagi awal saya menulis blog ini melalui film Julie and Julia. Ketika media tradisional yang ada tak lagi dapat memenuhi dan menampung kebutuhan kita untuk menyiarkan pesan yang ingin kita sampaikan, sekarang kita punya jalur alternatif yang digemari orang tanpa perlu repot-repot mencari di lapak atau membayar. Mungkin karena itu media tradisional kini mulai ditinggalkan penggemarnya dan beralih ke media mobile. media tradisionalpun tak punya pilihan selain merangkul komunitas mobile ini. Bahkan sebuah kelompok majalah menata kembali peta majalah remaja miliknya dengan membunuh sebuah majalah dan berkonsentrasi pada majalah yang sudah memiliki komunitas cukup banyak. Itupun hanya dilakukan sebagai basis saja, karena komunitas yang sesungguhnya mereka bina melalui media blog, facebook dan twitter. Maka kini muncullah generasi new media.

Saya yang termasuk generasi pecinta facebook (jadi tahu dong lingkup usia saya ada di mana), dihadapkan pada pilihan : Mau terpaku pada media tradisional atau mengikuti perkembangan new media. Pagi ini saya disadarkan saya tak punya pilihan selain mengikuti perkembangan zaman. Kalau tetap dengan media itu itu saja, saya tak akan berkembang, dan hanya jadi barang kuno saja. Saya jadi ingat ibu saya yang berusia 81 tahun namun bisa berkomunikasi aktif melalui sms dengan telepon genggamnya berfasilitas kamera mega pixel. Ia sudah lama meninggalkan kebiasaan membuka komputer desktop dan beralih ke teknologi mobile yang mempermudah hidup berkomunikasinya dengan anak cucu. Tak dapat dipungkiri, ibu saya menjadi ibu, tante, eyang dan eyang buyut yang terfavorit, dekat dengan semua orang karena kemampuannya mengikuti perkembangan teknologi komunikasi meskipun isi pesannya terkadang masih sama saja. Menasihati dan menceramahi. Namun terkadang saya merasa surprise atas kalimat-kalimat bahasa Inggrisnya yang canggih beserta singkatan terkini seperti GBU dll. Wow!

Pagi ini saya disadarkan bahwa semakin hari saya semakin dimanjakan dengan berbagai fasilitas yang semakin canggih untuk mengekspresikan diri dan terhubung dengan berbagai lingkar kelompok saya. Mulai lingkup keluarga, teman, komunitas hingga dunia. Suara yang biasanya saya telan sendiri, kini bisa serta merta diakses di seluruh dunia.

Balik lagi ke chatroulette, saya baru saja mendapat tontonan striptease gratis dari seseorang yang tidak saya kenal. Namun karena menjijikkan, saya langsung klik "next". Saya dapat pelajaran lagi. Meskipun ada sarananya, saya harus berhati-hati, bijak dan smart menggunakan teknologi ini. Kalau tidak informasi yang beredar isinya cuma sampah saja. Saya sudah mengutarakan suara saya, berekspresi melalui blog ini. Bagaimana dengan Anda? Ayo, dong mulai juga...

Friday, March 19, 2010

19 Maret 2010: Berpijak di awan

Petang ini saya bertemu dengan Adrian Maulana dalam kapasitas saya sebagai anggota panitia pusat Hari Kesehatan Sedunia yang digagas Kementerian Kesehatan dan WHO. Adrian Maulana adalah mantan abang Jakarta, aktor dan Duta Anti Rokok. Pertemuan yang sedianya hanya ingin membicarakan seputar kegiatan puncak acara Hari Kesehatan Sedunia dan peran Adrian sebagai Duta Kesehatan dalam acara itu kemudian berubah menjadi perbincangan panjang dan seru yang menguak berbagai sisi kehidupan pribadinya. Jumpa kali ini jadinya lebih menyerupai "presentasi" pengetahuan dan prestasinya di bidang kesehatan agar ia layak tampil sebagai duta di hadapan hampir separuh menteri Kabinet Indonesia Bersatu II yang diundang hadir dalam acara tersebut di pertengahan April nanti. Dan kesimpulannya, ia sangat layak.

Adrian sangat fasih berbicara soal hidup sehat. Saya tidak pernah menyangka di balik tubuhnya yang atletis itu, ia pernah berbobot 93 kilogram, muka penuh jerawatan sampai ia memutuskan untuk mengubah hidupnya. Dengan hasil yang luar biasa suksesnya itu, ia pun berbagi pengalaman yang dituangkan dalam sebuah buku kiat kebugaran yang diterbitkan Gramedia. Ia menceritakan suka dukanya mencoba mempengaruhi lingkaran terdekatnya untuk berperilaku hidup sehat. Kemudian ia bercerita tentang pertemuannya dengan Ade Rai dan bagaimana pertemanannya kemudian berkembang menjadi usaha bersama dalam bentuk klub kebugaran di Bandung yang akan diresmikan dalam waktu dekat ini. Ia pun bercerita tentang lika likunya terjun ke dunia politik dan kembalinya ia ke dunia entertainment setelah gagal meraih tiket menjadi anggota dewan dan menyadari betapa kerasnya kehidupan berpolitik. Ketika kembali ke topik kesehatan ia pun bercerita tentang dilema saat mendapat tawaran menjadi bintang iklan produk rokok.

Banyak yang saya dapatkan dari pembicaraan yang mengalir tanpa terasa itu. Namun yang membuat saya kagum adalah keseriusannya dalam mempertahankan prinsip hidup sehat. Ia mempelajari secara mendalam mengenai arti hidup sehat dan menjalaninya dengan penuh keteguhan dan mengerti betul setiap tindakan yang diambilnya. Buat dia, tubuh indah dan proporsional adalah bonus dari upaya hidup sehat, bukan tujuan utama. Ia tahu menakar dan memainkan apa yang disantapnya sehingga pola diet nya menjadi sangat realistis dan masuk akal. Saya tahu, ada orang yang sebegitu ketatnya dengan dietnya sehingga ke restoran pun ia membawa bekalnya sendiri. Buat saya, yang begini ini "tidak real". Ia benar-benar menjalani hidup ini dengan penuh kesungguhan, jauh dari kesan selebriti yang sensasional dan hura-hura. Seorang yang punya visi tentang banyak hal dan dalam usianya yang relatif muda, ia benar-benar ingin mewujudkan mimpinya di berbagai bidang. Seorang pekerja keras.

Saat ia bercerita secara detil mengenai keseriusannya di bidang politik dan tak menyangka ia masuk ke dalam rimba yang tak dikenalnya dan terpental padahal sudah terlanjur terekspos luas, saya bertanya : kapok? Jawabannya adalah : "kapok sih mungkin tidak, namun saya belajar banyak dari pengalaman ini. Kalau pun nanti kembali, saya tidak akan se ngoyo waktu itu." Saya lalu bertanya pada diri sendiri, kalau saya di posisi dia bagaimana ya?

Saya lalu menyimpulkan, dalam hidup ini jangan terlalu berkhayal dan berharap sehingga semua tenaga dan perhatian kita terlalu terpusat pada khayalan dan harapan kita. Semuanya harus dilakukan dan dijalani dengan tetap berpijak pada kenyataan. Ketika khayalan dan harapan itu runtuh, paling tidak kita tetap berdiri tegak dan tidak terjun bebas seperti baru bangun dari mimpi berjalan di awan.

Omong-omong soal berkhayal, tadi siang saya mendapat informasi bahwa asosiasi dokter jantung Indonesia, PERKI, menggelar 19th Annual Scientific Meeting of Indonesian Heart Association dimana sesi pembukanya adalah Gan Tjong Bing Memorial Lecture. Mendiang Gan Tjong Bing adalah paman saya, kakak laki-laki tertua dari ibu saya yang merupakan salah satu ahli jantung pertama di Indonesia dan perintis kurikulum ilmu kardiovaskular di Indonesia. Saya sendiri sempat terpesona membaca informasi di buku panduan pertemuan tersebut. Wow. Saya tidak menyangka bahwa dunia kedokteran di Indonesia masih mengenang jasa almarhum paman. Saya lalu mengabarkan Memorial Lecture ini kepada putera tunggalnya, juga kepada Ibu dan kakak-kakak saya. Loan, kakak saya yang ke empat, juga seorang dokter, punya anak yang baru lulus dokter dan sedang mencari jalan untuk bisa melanjutkan spesialisasi di bidang jantung, malam ini meng-sms saya. Setelah minta info lebih lanjut tentang pertemuan tersebut, dia lalu menyambung: "saya lagi berkhayal apabila nanti di Gan Tjong Bing Memorial, terus dapat penghargaan dengan bonus cucu keponakannya bisa dapat rekomendasi melanjutkan spesialisasi jantung, alangkah bahagianya..." Saya yang baru mendapat ilmu dari Adrian Maulana cuma menukas singkat, " Walaaah, kejauhan khayalannya!" Dalam hati saya sungguh sungguh berharap semoga kakak saya sedang berpijak di tanah dan bukannya di awan saat sedang berkhayal ...

Thursday, March 18, 2010

18 Maret 2010 : Meleleh

Berhari-hari liburan di Jawa Timur dan langsung bekerja fullspeed membuat tenaga saya benar-benar terkuras habis. Memang sih selama di Malang saya tidak memikirkan kerja sama sekali, namun capainya ternyata melebihi kerja! Begitu sampai di Bandara Malang, langsung dijemput kakak dan ibu ke Surabaya untuk bertemu kerabat dan menengok tante yang sedang sakit, lalu malamnya menjemput kakak saya Gita sekeluarga dari Australia di Bandara Juanda dan langsung kembali ke Malang. Besok paginya saya menjemput kakak saya Rachmat di Bandara, dilanjutkan makan siang bersama, lalu langsung pulang karena acara ke makam terpaksa batal karena hujan lebat. Sepulang gereja sore kami santap malam bersama di rumah dengan makanan yang berlimpah. Keesokan harinya, pagi-pagi kami serombongan sudah bangun untuk menikmati sarapan pagi rawon rampal yang lezat! dan meneruskan perjalanan ke makam. Sepulang dari makam,setelah makan siang di rumah dengan menu rujak cingur yang diperoleh dari kerabat, saya lalu menemani kakak ipar berbelanja ini itu, dan begitu tiba kembali di rumah, keponakan Ika dan anaknya sudah menanti. Dalam kunjungan beberapa jamnya di Malang, saya menemaninya ke Hotel Tugu dengan maksud makan ronde kegemarannya, namun acara minum sore itu kemudian batal karena ada tawaran yang lebih istimewa lagi, yaitu berkeliling hotel melihat semua fasilitas hotel sampai ke kamar yang biasa diinapi oleh mantan presiden Megawati Soekarnoputri. Belum selesai, kami sudah ditelepon untuk segera kembali karena popok Olivia, putri mungil Ika, habis. Kami langsung beralih arah ke supermarket untuk membeli popok dan kembali ke rumah. Di rumah, sudah ditunggu acara makan malam bersama. Sesudah Ika kembali ke Surabaya bersama suami dan mertuanya, kami masih melanjutkan mengobrol sampai malam, karena kedatangan kerabat kami dari Solo yang menginap untuk acara esok paginya. Tanggal enam belas pagi-pagi, saya sudah sibuk mengatur ruangan dan kursi untuk acara Misa peringatan tiga tahun meninggalnya ayah. Setelah itu saya dan Gita ke pasar bunga membeli bunga sedap malam, melengkapi rangkaian indah yang dikirimkan kerabat pemilik toko bunga terkenal di Malang. Lalu tamu mulai berdatangan, dan acara Misa yang ditutup makan siang bersama pun mengalir sukses hingga matahari terbenam. Malam harinya setelah mencicipi menu rumah, saya kemudian dijemput teman-teman untuk makan sate kambing dan ronde yang terkenal di kota Malang. Setelah itu masih ada sesi packing dan mengobrol dengan ibu dan kakak-kakak sampai dini hari. Besoknya setengah enam, saya sudah bangun bersiap-siap berangkat. Tiba di Jakarta, pekerjaan sudah menanti, dan malamnya saya menghadiri acara ulang tahun teman baik saya. Hari ini, saya melakukan sesi meeting marathon dari pagi hingga sore, dan malamnya masih memenuhi janji makan malam bersama... kesemuanya itu belum ditambah dengan mendisiplinkan diri menulis blog ini.

Nah. Anda yang membaca saja dijamin capai. Apalagi saya yang menjalaninya. Karena itu malam ini saya memutuskan untuk berhenti sejenak dan memanjakan diri, berendam di air yang sudah dibubuhi garam mandi dan bubble bath aroma lavender yang merelakskan. Hampir se jam saya menenggelamkan diri di air berbusa lembut dan merasakan setiap kepenatan meleleh bersama hangatnya riak air. Bersamaan dengan itu, segenap pikiran pun melayang diiringi lagu Nat King Cole yang lamat-lamat menyusup di balik pintu. Benar-benar nikmat dan keputusan yang tepat untuk berendam.

Saat saya menyeka diri dan membiarkan kulit menjadi bersih dan segar kembali, saya kemudian menyadari, bahwa yang namanya liburan itu tidak selalu identik dengan relaksasi. Liburan kali ini begitu padat jadwalnya, sehingga badan ini malah capainya luar biasa. Saya jadi teringat liburan saya di Lombok beberapa waktu yang lalu. Karena tidak apa-apanya, saya dipaksa untuk benar-benar relaks, doing nothing sambil sesekali berenang dan membaca buku, kemudian berjemur sepanjang hari di tepi pantai yang jernih, di hotel butik yang mewah. Kalau dibandingkan, dua-duanya juga liburan, dua duanya juga exciting dan menyenangkan, namun hasilnya berbeda. Liburan di Malang berakhir badan rontok, sedang di Lombok menjadi segar.

Maka saya jadi paham. Bukan cuma kerja yang perlu istirahat. Badan ini juga perlu istirahat, untuk memulihkan lagi stamina dan kebugaran tubuh. Maka saya memutuskan untuk punya dua macam liburan. Liburan pertama adalah liburan kabur dari pekerjaan dengan suasana yang benar-benar beda untuk menyegarkan pikiran, liburan kedua adalah liburan agar badan berhenti beraktivitas. Hanya leyeh-leyeh, relaksasi, kalau perlu memanjakan diri dengan layanan spa terbaik untuk menyegarkan raga. Saya yakin, kalau kedua jenis liburan ini bisa dipenuhi, niscaya jiwa raga saya menjadi segar kembali.

Hari ini saya belajar baik kerja maupun badan butuh istirahat. Omong-omong, sekarang sudah lewat tengah malam. Sebaiknya saya segera mempraktekkan apa yang saya pelajari hari ini, menutup blog ini dan istirahat jiwa raga agar besok siap beraktivitas penuh lagi. Good night. And have a good rest...

Wednesday, March 17, 2010

17 Maret 2010: Melayani

Pagi ini saya pulang dari Malang ke Jakarta dengan Sriwijaya Air. Sesaat memasuki kabin, saya sudah terganggu dengan dandanan awak pesawat yang sangat mencolok dan menor. Saya lebih terganggu lagi ketika sang awak memeragakan gerakan keselamatan. Si petugas melakukannya dengan amat asal-asalan sehingga ketika disebutkan ada dua jendela darurat, saya tidak tahu arah mana yang ditunjuknya. Saya semakin terganggu melihat tingkah si mbak yang sok memerintah rekannya dengan gaya bossy dan kesal. Padahal dia tidak melakukan kesalahan apa pun pada saya, ia bahkan bersikap ramah dan cenderung merayu saat menawarkan inflight merchandise.

Sembilan jam kemudian, saya menghadiri santap malam dalam rangka ulang tahun sahabat di sebuah restoran di Hotel Mulia. Yang datang desainer, wartawan senior, pemilik ini dan itu, sehingga dua media gaya hidup papan atas meliput acara kumpul-kumpul ini untuk keperluan halaman pestanya. Karena yang hadir teman-teman dekat semua, kami tak sungkan-sungkan keluar aslinya. Di private room yang cenderung bernuansa putih itu, akhirnya kami memperhatikan sang supervisor yang selama ini meladeni kami. Ia muda, bersih, ganteng, putih sehingga mengundang seorang teman mulai menggodanya. Sang supervisor senyum-senyum saja dan tetap berdiri dengan sopan meladeni kami. Dari cuma menggoda, akhirnya sesi malam ini berakhir dengan kami wawancarai si supervisor. Dan terkuaklah, ia berasal dari Surabaya, baru dua minggu ini di Jakarta, tadinya lulusan perhotelan di Swiss, setelah lulus ia lalu ke Beijing untuk belajar bahasa Mandarin, kini kos di daerah Senayan, beragama Katolik. Kami langsung berubah menjadi mengaguminya. Di usia 22 tahun, ia mahir berbahasa Indonesia, Inggris, Perancis, Jerman dan Mandarin. Namun di luar semua itu, kami menghargai dan kagum atas cara kerja dan pelayanannya yang sempurna dan berdedikasi. Ketika seorang rekan mengatakan ingin crackers sebagai teman makan keju untuk dessert, ia kemudian mengusahakannya. Saat ada yang butuh minum, ia melayani dengan baik. Yang membuat saya kagum adalah bahwa ia bisa belajar ke luar negeri dan orang tuanya tinggal di daerah elit di Surabaya, pastinya ia orang yang cukup berduit dan biasa dilayani hidupnya. Namun di atas semua itu, ia melayani dengan sepenuh hati dan penghayatan. Bahkan ia terlihat bangga berseragam supervisor yang memuat pin hotelnya.

Dua kejadian yang berbeda, dua layanan yang berbeda. Yang satu nya asal-asalan, yang satu nya dari hati, dan kedua perbedaan menyolok itu disodorkan di depan saya dalam satu hari ini. Saya langsung merasakan, bahwa apa pun yang dilakukan sekenanya dan asal asalan saja, meskipun tidak ditujukan langsung kepada saya, membuat saya jadi muak dan sakit mata. Namun layanan yang keluar dari hati, terpancar auranya hingga ke seluruh ruangan. Intinya, orang memperhatikan gerak-gerik kita, tanpa sepengetahuan dan kesadaran kita. Dalam hal layanan Sriwijaya tadi, yang mungkin dipikirnya dia bisa sok senior terhadap bawahannya, ditangkap berbeda oleh puluhan mata penumpang sebagai tuan rumah yang tidak ramah. Dia lupa, bahwa yang dia bawa bukan cuma citra dirinya, tapi citra keseluruhan awak kabin, dan terlebih lagi citra maskapai penerbangan tempat ia bekerja.

Kemarin malam, saya sempat makan sate kambing top dan ronde di temaramnya kota Malang bersama sahabat-sahabat tercinta. Kalau sudah berkumpul, tentu tak lepas dari membicarakan teman yang lain. Kawan saya ternyata pemerhati yang detil, sehingga gerak gerik orang lain dapat diceritakan dengan titik komanya. Mungkin yang dibicarakan tak pernah membayangkan bahwa hal terkecilpun terekam dalam memori orang lain. Sembari mendengar cerita-cerita yang mengalir saat menyeruput kuah jahe, saya jadi berkaca dan bergidik. Waduh, sepak terjang saya selama ini bagaimana ya, dan bagaimana pula orang menilainya? Seketika itu juga saya ngeri, wadduuuuuuh, kalau dikupas, tentu bisa jadi novel berseri-seri yang membuat pembaca yang gemar gossip melotot tak mau lepas dari halaman ke halaman, sambil berliur!

Hari ini saya disadarkan untuk menjaga perilaku saya karena setiap gerak dan kata terekam dengan baik di mata dan ingatan orang yang melihat dan mendengarnya. Tak percaya? Coba perhatikan kalau Anda kumpul dengan teman-teman lama Anda dan bernostalgia tentang kenangan masa lalu, dan hitunglah berapa kali Anda berkomentar,"Masa? Kok aku gak inget ya?" Atau Anda terperangah, sedetil itu teman lama Anda mengingat suatu kejadian atau perkataan. Anda tentu juga ingat berapa banyak kegiatan yang dilakukan sembunyi-sembunyi dan dikira hanya untuk konsumsi pribadi kenyataannya akhirnya terkuak lebar di seluruh dunia dan menjadi aib hingga setelanjang-telanjangnya. Kasus video seks lah, kasus selingkuh lah, atau pembicaraan KKN yang dilakukan oknum yang belum lama ini terbongkar mungkin bisa jadi pengingat yang nyata.

Malam ini saya berniat untuk menjaga perilaku saya. Saya tidak tahu sebaik apa saya bisa menjaganya, karena pasti sering kali lupa atau lepas kendali, tapi paling tidak kejadian-kejadian hari ini tentang melayani bisa menjadi alarm begitu saya melenceng dari rel. RRRRRRRRiiiiiingggggggggg!!!! Semoga saya tidak tetap nyelonong saja setelah mendengar dering peringatan itu...

Tuesday, March 16, 2010

16 Maret 2010 : Pelajaran dari Ayah (Mengenang 3 tahun meninggalnya Ayah)

Siang ini kami mengadakan misa mengenang 3 tahun berpulangnya ayah. Kerabat yang datang luar biasa banyaknya, dan seiring dengan kedatangan mereka berlimpah pula kue dan makanan yang dibawa. Seorang anggota gereja yang diundang sampai menyatakan keheranannya berulang kali, kagum atas begitu banyaknya kue yang tersedia. Kue-kue tersebut datangnya dari teman-teman SD saya serta teman-teman kakak.

Saya sendiri pagi ini diminta oleh kakak-kakak mewakili keluarga menyampaikan kata sambutan. Selama misa saya kurang konsen karena memikirkan apa yang harus saya katakan dalam sambutan nanti. Sambil putar otak, saya lalu hanyut akan kenangan saya tentang ayah. Begitu banyaknya kenangan akan Beliau dan begitu cepatnya waktu berlalu, namun di akhir tenggat waktu memberikan sambutan, akhirnya saya berhasil menyimpulkan bahwa paling tidak saya belajar empat hal dari Beliau.

Ayah saya itu awet muda. Di usianya yang ke 89 tahun saat tutup usia, semangatnya masih sama menggeloranya ketika saya masih anak-anak. Beliau adalah seorang yang bisa mengikuti zaman dan tidak menjadi seseorang yang kuno dan tertinggal waktu. Beliau bahkan masih ber jeans dan menggunakan sneakers, juga T shirt yang modis. Semangat dan jiwa mudanya menular kepada kami anak-anaknya. Dalam menghadapi masalah Beliau selalu tenang dan tak mau ribut. Karenanya hidup Beliau relatif tenang dan jauh akan stress. Beliau menganggap perjuangan hidup adalah sesuatu yang harus dilewati dengan baik dan dijalani dalam tuntunan Tuhan.

Ayah saya juga seseorang people person sejati. Dalam bergaul, Beliau tak pernah pandang bulu. Tua muda, kaya miskin, melintas semua ras, Beliau bukannya hanya bersahabat, namun meraih orang-orang yang dikenalnya. Maka tak heran, begitu tiba di Jakarta, hal yang pertama dilakukannya adalah menelpon semua orang yang dikenalnya, just to say hi dan bertukar kabar. Akibatnya, jadwal di Jakarta jadi cukup penuh, diundang sana sini. Saya belajar banyak dari Beliau tentang menganggap setiap insan itu istimewa dan penting. Kalau ada lagu yang mengatakan "Everybody is beautiful in his own way", maka ayah saya adalah the livingproof, bukti nyata atas perkataan tersebut dan membuat setiap orang nyaman berdekatan dengannya. Orang bahkan kangen padanya.

Ayah saya seorang yang suka kumpul-kumpul dan pecinta kerukunan. Di perjalanan liburan terakhir dengan Beliau ke Bandung kira-kira setahun sebelum meninggalnya, kami tidak kebagian hotel karena sok tau padahal saat itu long weekend. Akhirnya, saya cuma punya pilihan terakhir, menelpon teman saya yang punya rumah mungil di Setiabudi, dan 8 orang pun menginap di rumah kecilnya yang asri. Saat malam sebelum tidur, Beliau berkata,"Enak seperti ini daripada di hotel, kita semua bisa kumpul" Ya, benar-benar kumpul karena berdelapan tidur berserakan di satu ruangan. Ayah saya juga berpesan untuk selalu saling mengasihi dan mengutamakan kerukunan. Saya bersyukur atas nilai yang ditanamkan orangtua karena setelah tiga tahun, keluarga kami tetap menjadi keluarga yang solid, saling mengasihi, bahu membahu dan saling mengisi. Saya sangat bersyukur mengingat begitu banyak keluarga yang langsung tercerai berai, penuh iri dan sirik, serta mementingkan diri sendiri. Saya sering juga mendengar keluarga yang langsung bertikai atas hak warisan, bahkan sebelum 40 hari kepergian orang tuanya. Soal kumpul-kumpul, Beliau memang pengatur yang luar biasa. Hari wafatnya adalah Jumat menjelang long weekend, sehingga rumah kami kebanjiran pelayat, dan iring-iringan yang mengantar Beliau ke tempat peristirahatan terakhirnya seakan tak ada habisnya. Hari ini, peringatan tiga tahunnya, adalah hari libur nasional, Nyepi, sehingga tidak saja kami sesaudara bisa berkumpul, tetapi juga kerabat bisa datang. Bahkan teman-teman dari Surabaya pun bisa menyempatkan hadir.

Terakhir, ayah saya ini seorang yang religius. Beliau berdoa siang malam, dan di mana saja. Saya yang paling sering menggoda Beliau karena kalau di mobil dan duduk di sebelah pak supir, Beliau berdoa namun masih sesekali nimbrung pembicaraan kami. Saya suka nyeletuk,"Lho ini doa atau nguping?" Ketekunan Beliau yang luar biasa ini juga memberikan tanda yang luar biasa : hidupnya ditutup dalam doa. Sehabis menerima sakramen perminyakan untuk orang meninggal yang masih bisa diikutinya dengan baik, Beliau menghembuskan napas terakhir. Satu tahun peringatan meninggalnya Beliau jatuh tepat di hari Minggu Palma, yang menandakan bahwa di setiap kesempatan hidup, Beliau mengingatkan untuk memulainya dengan memuliakan Tuhan.

Hari ini, saat mempersiapkan sambutan untuk peringatan tiga tahun meninggalnya Ayah, saya diberi hadiah dapat berbagi nilai yang diturunkan Beliau kepada kelima anaknya sehingga acara ini berubah menjadi a celebration of life. Kearifan seorang ayah yang hidup turun temurun dalam jiwa dan hati keluarga, anak dan cucunya. I love you, Papi and I am very proud to be your son...

Monday, March 15, 2010

15 Maret 2010: Over

Menjelang tiga tahun meninggalnya Ayah, semakin banyak yang berkumpul di rumah Ibu saya. Hari ini, selain keluarga inti kami lengkap berkumpul, keponakan saya yang dari Australia datang bersama anaknya Olivia yang besok berusia satu tahun. Semua orang mengerubungi Olivia dan bermain dengannya. Olivia memang menggemaskan, dan tampangnya lucu sekali. Setiap orang yang melihatnya seketika jatuh hati, bahkan mereka yang tidak suka anak sekalipun.

Keponakan saya yang paling kecil Immanuel, yang selama ini menjadi pusat perhatian pun, akhirnya harus menerima kenyataan bahwa untuk sesaat, orang berpaling darinya. Maka, dia mencoba akrab dengan Olivia, dan makin lama, makin ada saja yang dilakukannya, yang membuatnya seperti semakin tengil. Padahal yang dilakukannya adalah ingin mencuri sedikit saja perhatian, sehingga spotlight nya sejenak beralih padanya. Masalahnya, semakin ingin mencari perhatian, semakin dapat omelan. Dia mendorong kanan kiri, sampai orang yang membawa sup bakso panas pun didorongnya sampai hampir tumpah mengenai banyak orang. Ia juga berulah membasahi rambutnya sampai seperti tikus kecebur got. Ia ini ia itu. Kami kurang memperhatikan penyebab tingkah lakunya karena terlalu sibuk dengan persiapan acara besok dan terlalu terpusat dengan pesona Olivia. Bahkan ketika keponakan saya Ika dan rombongan akan ke Surabaya, Im - begitu ia memanggil dirinya sendiri, mondar mandir di belakang mobil sehingga mendapat hadiah teriakan dan omelan dari semua orang atas tingkah laku yang di luar kebiasaan.

Saya sendiri rada kesal dengan tingkah lakunya, tapi kemudian menyadari bahwa ia sekedar ingin menarik perhatian. Namun, saya akhirnya juga mendapat pelajaran bahwa semakin kita ingin menarik perhatian, semakin menyebalkan gaya kita di hadapan orang lain. Saya jadi ingat seleksi American Idol dan Indonesian Idol. Berbagai gaya norak yang dilakukan oleh calon kontestan untuk menarik perhatian dan simpati para juri. Namun semakin berusaha, semakin aneh dan nyentrik gaya mereka, semakin jauh simpati juri untuk meloloskan ke babak selanjutnya. Pada akhirnya yang terpilih selalu yang sifatnya alami dan apa adanya. Kita pun tak akan menjadikan seorang tengil menjadi idola, kan? Idola itu selamanya lovable, dan overacting sama sekali tidak setara dengan lovable.

Saya jadi menyadari bahwa yang dapat menarik simpati adalah yang biasa-biasa saja. Boleh saja saya mempersiapkan diri sebaik mungkin, namun saya tidak boleh tampil tengil dan menyebalkan. Saya tidak boleh kelihatan terlalu berusaha. Karena tampil terlalu berusaha itu sangat terlihat dan tidak menarik sama sekali. Saya ingat, teman saya yang over acting segera mendapat sambutan teriakan kesal , "Pliiiis dehhh!"

Hari ini saya belajar kalau mau menarik perhatian, saya harus menjadi sederhana. Semakin sederhana, semakin memperhatikan dan semakin apa adanya, saya justru menarik simpati orang. Jadi bekal utama saya dalam hidup adalah sederhana, alami dan apa adanya. Terima kasih ya Im, saya belajar banyak dari tingkah kamu yang menyebalkan hari ini... I love you full!

Sunday, March 14, 2010

14 Maret 2010 : kesempatan

Kalau Anda datang ke katedral Malang, Anda pasti tidak punya pilihan selain khusuk mengikuti misa karena pengelola gereja sudah sedemikian canggihnya mengakali kebiasaan buruk kita mencuri-curi melihat dan membalas sms di telepon genggam kita. Mereka memasang alat pengacak sinyal sehingga semua operator tak berdaya di sekitar kawasan gereja. Mungkin para pastor sudah mati akal mengingatkan umatnya untuk mematikan handphone saat misa berlangsung. Itulah yang terjadi saat hari ini saya mengikuti misa Minggu di Katedral Malang. Dua operator telepon genggam saya dibuat keok.

Dengan lumpuhnya alat komunikasi andalan, saya jadi lebih fokus untuk beribadah. Sayangnya, setelah bacaan injil yang panjang dan dibaca dengan tersendat-sendat keliru-keliru oleh sang pastor karena pengelihatannya yang sudah kurang baik, Beliau malah unjuk kebolehan dalam membaca. Kotbah yang dibaca dari catatannya sampai ke titik koma itu begitu monoton, formal dan kering sehingga keponakan saya yang berusia 6 tahun pun sempat tertidur dan mimpi buruk di gereja! Saya sendiri sudah mati gaya. Dengan arah kotbah yang tidak jelas dan begitu bertele tele, saya sudah menengok ke kanan kiri, membaca berita gereja sampai ke credit title nya, dan menghitung berapa orang yang juga tertidur di sekitar saya. Di satu titik hampir saja berdiri dan berteriak "Stop!" Untung, Tuhan mendengar teriakan hati saya dan si pastor segera menghentikan kotbahnya.

Kejadian ini, bukan yang pertama. Tapi inilah pertama kalinya saya mengalami dimana si pastor memperoleh fasilitas mewah seperti pengacak sinyal, tapi menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan. Dalam kejadian serupa, saya pernah bilang ke dewan gereja mau memberikan kursus gratis ketrampilan presentasi. Saya bilang, kalau ada lomba masuk neraka, maka si pastor sudah pasti masuk neraka duluan. Bapak Ketua Wilayah pucat dan bertanya kok bisa begitu. Saya jawab, "Lha bagaimana pak, Pastor itu sudah diberi anugerah kesempatan luar biasa. Umat sudah dikumpulkan. Waktu sudah diberikan. Tapi Beliau menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan dengan menyampaikan kotbah yang begitu bertele-tele, lama dan membosankan sehingga umatnya tidak mendengar ajaran yang seharusnya disampaikan." Pak Kepala Wilayah mencerna sebentar lalu berkata,"Iya, benar juga ya." tapi Beliau tak berani menyampaikan tawaran saya pada sang pastor.

Hari ini, pastinya alasan saya tadi bertambah karena fasilitas yang diberikan kepada pastor ditambah satu lagi dimana umatnya tidak punya pilihan kegiatan lain karena hak mengakses informasi di telepon genggamnya juga sudah dirampas, masih saja sang pastor gagal menyampaikan pesanNya." Kalau saja sang Pastor mengerti bagaimana berkomunikasi dan mengetahui teknik menyampaikan pesan dengan baik, maka kesempatan pergi ke gereja semakin memberikan pengalaman dan pengetahuan batin bagi umatnya. Pastor mungkin tak tahu bahwa rentang perhatian seseorang tak lebih dari 7 menit dan bahkan waktu 30 detik pun dapat memberikan waktu yang efektif untuk menyampaikan pesan pada target audience nya. Tidak percaya? Iklan yang Anda tonton itu hanya berkisar antara 10 sampai 30 detik,namun kita semua bisa menangkap pesannya karena dilakukan secara kreatif dan efektif dengan memanfaatkan waktu se efisien mungkin.

Tapi kalau dipikir-pikir lagi, bukan cuma pastor yang seperti itu. Saya juga sering seperti sang pastor. Mungkin tidak dalam berkotbah, karena saya tidak pernah berkotbah, tapi dalam berbagai hal lain dalam hidup ini. Saya sering tak sadar sudah diberi kesempatan, dan menyia-nyiakan kesempatan itu berlalu begitu saja. Saya diberikan kesempatan untuk berbagi kebahagiaan, dan saya simpan untuk diri sendiri saja. Saya sudah diberi kesempatan untuk melayani, yang saya utamakan malah diri sendiri. Saya punya kesempatan untuk memberi kesempatan bagi orang lain yang belum pernah menikmati apa yang sudah pernah saya nikmati, tapi yang saya perbuat adalah mementingkan diri sendiri.

Malam ini saya tidak jadi sesumbar protes atas ketidakpiawaian sang pastor dalam komunikasi. Karena saya banyak tidak piawainya juga, bahkan dalam lebih banyak hal lagi dari cuma tidak pandai berkotbah. Saya baru saja dijitak untuk tidak usah sok sibuk mau mengatur mencoba membenahi kemampuan kotbah sang pastor. Lebih baik saya membenahi diri sendiri dulu saja, memanfaatkan setiap kesempatan yang diberikan Tuhan untuk berbuat bagi dunia dan kehidupan sesama yang lebih baik...

13 Maret 2010: Ketemu!

Life connects people in a strange way. Kira-kira dua minggu yang lalu, saya terlibat pembicaraan melalui FB dengan teman-teman SMP yang sudah tersebar di seluruh dunia. Salah satu di antaranya menanyakan apakah ada yang tahu keberadaan seorang rekan kami. Saya langsug antusias menyambut, juga ingin tahu, karena yang dibicarakan adalah teman baik saya dari SD. Saya tak akan melupakan dia karena keistimewaannya sebagai keturunan ningrat yang membawa berkah luar biasa buat saya, terutama di pelajaran bahasa Jawa. Ketika di SMP, kami duduk bersebelahan dan saling memetik manfaat dalam ulangan bahasa Jawa. Dia yang sehari-harinya berbahasa Jawa halus di rumah tentu dengan entengnya menjawab soal-soal yang berhubungan dengan krama inggil, bahasa Jawa halus, sedangkan sebagai gantinya, saya bisa jadi sumber contekan menulis Jawa halus, hanacaraka. Sayang kemampuan membaca dan menulis hanacaraka lenyap begitu saja, sama seperti menghilangnya teman saya tadi saat kami berpisah beda SMA.

Pagi ini, saya memulai perjalanan saya ke Malang untuk memperingati tiga tahun wafatnya ayah saya. Kakak saya yang dokter telah mengatur sebuah mobil dari pabrik obat di bandara Malang untuk menjemput saya sekaligus bersama kakak tertua Herlin (yang sudah tiba terlebih dahulu dari Perth) dan ibu mengantar kami ke Surabaya untuk menjenguk tante yang sedang menjalani terapi kemo serta menjemput kakak saya Gita di bandara Juanda Surabaya (dari Perth juga). Setelah duduk nyaman di mobil, dan duduk di sebelah pak supir, saya mulai dikerjai oleh permainan tebak-tebakan perihal si supir. Dia tahu segala macam tentang saya, dan saya sedikit pun tak punya clue siapa dia. Setelah saya menyerah, akhirnya terungkaplah bahwa dia adalah teman yang saya cari selama dua minggu ini! Saya lalu memandang dia baik-baik. Wow! Saya sama sekali tidak mengenalinya! Maklum sudah tiga puluh tahun lebih tak berjumpa! Dia masih mengingat detil semua kejadian kebersamaan kami, termasuk tragedi pengiriman susu ke kelas oleh oknum ibu saya kalau saya lupa minum susu di pagi hari! Hahaha.. Saya sendiri, begitu tahu dia teman akrab dulu, langsung rasanya seperti diajak flashback dan kembali hidup di zaman SD. Perjalanan yang berlangsung lama dan panas (Surabaya gila-gilaan panasnya) jadi tak terasa, karena sepanjang waktu akhirnya saya lebih banyak mengobrol dengan kawan saya tadi.

Pertemuan saya yang luar biasa dan langka ini menjadi topik pembahasan setiap kali ibu dan kakak saya bertemu dengan kerabat atau teman. Bahkan secara diam-diam saya juga melakukan pembicaraan sampingan dengan teman saya Anita melalui bbm (dan akhirnya Anita sempat bertemu sebentar di Surabaya dan melihat sendiri subjek pembicaraan kita). Selama mengobrol dan makan dan duduk di sebelahnya, saya merasa ... apa ya bahasa indonesianya: surreal.. seperti tidak nyata. Here I am sitting next to him, dalam situasi yang berbeda dan dalam kondisi yang berbeda... hal yang menjadi topik pembahasan kakak dan ibu saya dengan teman dan kerabat kami. Namun satu hal yang saya kagumi dari teman saya itu, dia menyambut saya dengan tangan terbuka dan berbicara sebagai teman SD dan SMP yang sudah lama hilang. Bahkan dia memperhatikan dan memperlakukan saya sama seperti ketika dia dan saya sering bertukar kunjung ke rumah masing-masing.

Melalui teman saya tadi, hari ini saya belajar banyak hal. Bahwa Tuhan mempertemukan insan nya dengan cara yang tak pernah bisa diduga, bahwa setiap insan manusia memiliki derajat dan kedudukan yang sama, tak peduli apa pun perbedaan status keduniawiannya, dan juga nikmatnya melepas semua perbedaan itu dan berinteraksi hanya sebagai dua insan teman yang sudah lama tak berjumpa. Alhasil, saya dan dia bisa mengobrol seru, makan sama-sama semeja dengan ibu dan kakak-kakak saya yang langsung menganggapnya sebagai teman dan anggota keluarga, dan yang terpenting lagi mensyukuri anugerah Tuhan yang telah menghubungkan kami kembali. Tak terbayang bahkan ketika kami akan dipertemukan kembali, saya malah diberi "teaser" diingatkan kembali melalui chatting.

Terima kasih, Tuhan. Kalau selama ini saya sudah dipertemukan lagi dengan teman teman lama melalui face book, setelah ini, kumpulkan lagi teman-teman saya yang selama ini "hilang" ya.... :-)

Friday, March 12, 2010

12 Maret 2010 : Pinjam Meminjam

Saya sedang dalam dilema. Seorang teman ingin meminjam beberapa dvd koleksi saya untuk menghabiskan long weekend kali ini. Beberapa kali didesak saya diam saja. Penyebabnya adalah saya enggan meminjamkan koleksi saya. Bukan karena tujuan pelit, namun karena trauma.

Bagi saya, sebuah koleksi adalah usaha mengumpulkan berbagai hal yang menjadi kegemaran. Saya mengoleksi buku mengenai Putri Diana karena saya suka sekali dengan kecantikannya. Saya juga mengoleksi vcd apa pun tentang Beliau. Saya mengoleksi berbagai genre musik, sampai yang langka pun juga ada. Koleksi SD saya pernah menyelamatkan sebuah proyek yang membutuhkan ilustrasi lagu dari tahun 70 an, dan kebetulan saya memiliki kasetnya yang sampai saat ini dalam kondisi prima. Saya mengoleksi berbagai topik dvd. Ada yang disney, ada juga drama, dan genre tertentu. Semuanya saya kumpulkan satu satu, dan seringkali saya dapatkan dengan susah payah karena langkanya koleksi tersebut. Di SD, teman saya pernah meminjam koleksi majalah impor Donald Duck dan dikembalikan dalam keadaan dicoret coret. Ketika saya tegur, teman saya dengan entengnya menjawab, waa gitu aja kok marah. Buat saya, kalau meminjam sesuatu itu harus dijaga. Bukan soal coretannya, tapi soal tanggung jawabnya menjaga keutuhan barang yang dipinjam. Beberapa koleksi film dan CD saya pun terpaksa bolong karena dipinjam dan tak dikembalikan. Ketika diingatkan, sang peminjam menanggapinya sambil lalu saja.

Soal pinjam meminjam ini juga menjadi hal yang sangat serius dalam keluarga saya. Kami semua sangat dididik untuk menghargai barang yang kami miliki, terlebih lagi barang orang lain yang dititipkan dan dipinjamkan kepada kami. Maka, kalau meminjam sudah wajib hukumnya saya menjaga dengan teliti keutuhan dan kebersihan barang tersebut, serta mengembalikan secepat mungkin. Dan hal ini menurun sampai ke generasi berikutnya. Bahkan keponakan saya selalu memperhatikan dengan was was kalau bukunya dipinjam dan dipegang secara asal sehingga terjadi lipatan, padahal dianya sendiri sudah setengah mati hati-hatinya menjaga kerapihan bukunya.

Namun kebiasaan keluarga ini tidak bisa disamaratakan dengan kebiasaan orang lain. Yang terjadi adalah, kalau barang saya dipinjam, sering bisa dipastikan tidak kembali. Mungkin peminjam punya prinsip, kalau barang itu sudah ada di tangannya, maka barang itu jadi hak miliknya. Atau kembali dalam bentuk yang tidak utuh dan tidak jelas. Mungkin buat yang meminjam bukan hal penting, tapi buat kami menjadi suatu yang hakiki. Hal ini lah yang menjadi sulit dimengerti oleh orang lain mengapa hal yang sepele menjadi hal yang penting. Kalau Anda pernah berkunjung ke rumah saya, maka Anda bakal mengerti, dimana semua barang is in place sesuai dengan tempatnya. Dan semua barang itu ada di sana for a reason.

Maka pertanyaan saya pada diri saya kali ini adalah dipinjamkan atau tidak? Kalau dipinjamkan perlukah saya memberi semacam guidance mengenai ketentuan peminjaman? Berapa lama? Kalau tidak kembali bagaimana? Karena koleksi itu saya kumpulkan satu per satu dan dirawat dengan hati-hati. Atau terus terang sajakah kalau saya enggan meminjamkan? Padahal dia sudah berbaik hati meminjamkan koleksinya yang saya terima dan simpan dengan baik dan sampai sekarang belum dikembalikan karena belum sempat menonton. Saya tidak tahu bagaimana meresponnya sehingga sampai saat ini permintaan itu saya diamkan saja. Mungkin itulah sebabnya saya menolak setiap ada permintaan orang untuk meminjam atau menyewa kondominium saya di pinggir pantai. Karena saya tidak yakin mereka tahu bagaimana menempati dan merawat kondominium itu selama ditinggalinya. Karenanya saya hanya meminjamkan pada orang-orang yang benar-benar saya kenal dan tahu bagaimana mereka memperlakukan barangnya. Saya lebih memilih kondominium itu kosong menanti saya datang untuk menikmati liburan saya di pinggir pantai. Lalu kembali lagi. Kalau koleksi CD atau buku atau DVD saya yang mau dipinjam, diberikan tidak ya?

Sebenarnya kalau dipikir-pikir DVD itu milik saya. Kalau saya merasa tidak sreg untuk meminjamkannya, ya itu hak saya. Sebenarnya keberatan saya adalah saya tidak tahu bagaimana si peminjam akan memperlakukan barang saya dan berapa lama barang itu tidak berada di raknya. Kalau saja ada yang ingin menikmati koleksi tersebut di rumah saya, tentu saya tidak keberatan sama sekali, karena masih dalam area kontrol saya. Am I that control freak? Di lain pihak saya tentu saja tidak boleh menyamaratakan orang, bahwa kalau barang ini dipinjam sudah pasti tidak dirawat dan sudah pasti tidak dikembalikan. Tidak semua orang seperti itu. Anda tentu akan tersinggung kalau serta merta di cap seperti itu, bukan?

Pada akhirnya kalau saya hari ini harus belajar mengenai soal pinjam meminjam, mungkin justru giliran saya minta masukan dari Anda bagaimana seharusnya saya bersikap, karena sungguh, saya tidak tahu bagaimana harus menghadapinya...