Hari ini saya agak kurang konsen karena ada sesuatu yang mengganjal di hati. Beberapa hari yang lalu, seorang teman berinisiatif untuk jadi mak comblang, mengenalkan saya dengan seorang temannya. Saya yang agak rikuh soal beginian mengatakan pada teman saya supaya enak lebih baik pakai cara tradisional saja, bertemu bertiga, kenalkan dan selanjutnya... terserah berdua... Tapi teman saya ngotot katanya hari gini... tukar pin BB saja! Karena didesak, ya sudah saya add. Dan disambut balik. Lalu bergulirlah pembicaraan yang semakin menarik, mengingat ternyata kami punya background yang sama : besar di Jawa Timur, Katolik, dan orang tua sama-sama didikan Belanda, jadi Bahasa Belanda masih menyangkut sedikit di diri kami. Lalu, karena pembicaraannya makin seru, kami berjanji untuk bertemu semalam.
Dalam perjalanan pulang, teman saya lalu menanyakan, bagaimana pertemuan tadi. Saya lalu tanya dulu pada teman baru saya, memangnya kamu cerita kalau kita ketemuan? Dia jawab, ya. Seketika itu juga timbul niat iseng saya menggoda mak comblang saya dengan mengetik: Haaaa? Kepo mode dot com? Tanpa diduga, dan tak tahu apa sebabnya, ia tersinggung. Dia menjawab: Oh gitu.. Ya wes... Won't ask you anything again .. Saya membalas, jangan marah dong, lalu bahkan berterima kasih sudah dikenalkan. Berkali kali saya bbm dia sampai minta-minta maaf, tapi tak ada tanggapannya.
Saya kepikiran, bingung kenapa kok sampai dia begitu marahnya, sampai menganalisanya. Apakah bbm saya itu dibacanya dengan nada saya marah? Atau dia lagi sensitif? Jangan-jangan dia tidak senang kalau kami berkenalan, tapi kalau tidak senang alasannya apa, dan kalau tidak suka kenapa kami diperkenalkan? Dari bingung, lama-lama saya juga merasa usaha saya sepertinya sudah cukup. Saya sudah minta maaf, dan kalau dia masih merasa bermasalah, ya itu problem dia, bukan saya. Meski begitu, saya masih kepikiran karena selama ini kami bercanda ya tidak kenapa-napa kok, kenapa tiba-tiba jadi sensitif? Apa dia sedang datang bulan?
Tadi saya janjian nonton Alice in Wonderland versi 3D. Saya heran sampai bertanya pada teman nonton saya, hari ini dia isengnya luar biasa. Mulai dari keras-keras panggil sayang, menggandeng, mulai dekat-dekat, sambil mengoceh saat film sudah berjalan. Saya yang risih malah jadi terganggu. Saya bukan pacarnya, saya sudah tegaskan itu, jadi saya semakin risih dipanggil sayang-sayang dan dicolek-colek. Apalagi saya ingin konsentrasi pada cerita filmnya. Jadinya, saya tidak bisa sepenuhnya konsentrasi, lagi-lagi pasang kuda-kuda kalau-kalau di kegelapan isengnya menjadi-jadi. Pulang, dia minta maaf, dan bilang dia lagi suntuk dan ingin mengisengi saya, mencandai saya, tapi saya malah mengatakan dia over acting. Aaaaarrrghhhhhh! Malam ini, ganti saya yang merasa too much!!! Kalau memang lagi suntuk, jangan orang dijadikan sasaran dong. Bilang saja, saya akan mengerti dan sangat bersedia membawa dia ke pantai sepi agar bisa teriak sekencang-kencangnya melampiaskan kekesalan di sana kok... Tapi saya juga tidak ambil hati apa yang dilakukannya. Justru dia yang kemudian belingsatan dikira saya marah. Padahal saya tidak jawab sms nya karena saya menyetir. Dan saya tidak mengangkat teleponnya karena saya sedang mandi. So, it's just a matter of bad timing saja. Tidak ada bad feeling sama sekali, karena saya tahu, dia tidak bermaksud aneh-aneh.
Saat saya mendinginkan otak di bawah guyuran shower, saya jadi bertanya, sampai dimana sih batas seseorang boleh bercanda? Terus terang, saya sampai saat ini tidak mengerti. Kalau batasan SARA, saya bisa mengerti. Batasan melampaui batas pribadi seseorang, bisa mengerti. Tapi kalau awalnya bercanda-bercanda tiba-tiba TUING! tanduknya muncul... waduh, ini yang radar kita suka kurang jalan. Mungkin kita tidak peka apakah dia sedang sensitif karena habis kena bad-day. Atau kita tidak tahu batas batas ketersinggungan pribadi masing-masing orang? Saya benar-benar tidak menemukan jawabnya, apa lagi kalau sebelumnya tak ada tanda-tanda orang itu akan tersinggung.
Hari ini saya jadi belajar untuk lebih berhati-hati, karena sedekat-dekatnya saya dengan siapa pun juga, pasti ada that red-alert button yang kalau tak sengaja terpencet akan menyebabkan ledakan yang luar biasa dampaknya. Seperti yang terjadi dengan teman saya sejak semalam. Terus terang saya tidak mau kehilangan dia. Dia adalah salah seorang teman yang benar-benar tahu arti friendship. Cuma kali ini saya tanpa sengaja menginjak ranjau red alert tadi. Tapi saya juga tidak tahu bahwa saya sudah menginjak tombol. Dan saya rasa, tidak mungkin setiap saat kita awas bahwa apa yang kita lakukan itu sudah melampaui batas. Jadi saya merasa, wajar bila sekali-sekali kita salah laku. Yang penting, begitu sadar salah, langsung mengakui dan meminta maaf. Sayangnya kita juga sering tidak tahu berapa lama dan sejauh apa dampak ketidaksengajaan kita itu "dipelihara" oleh yang bersangkutan, meskipun kita sudah minta-minta maaf. Mestinya sih, kita menanggapinya dengan ringan. Apalagi kalau yang melakukan ini sahabat atau kerabat, yang memang sama sekali tidak punya niat menyakiti hati kita. Sangat manusiawi bila sekali-sekali ada keseleo lidahnya. Dalam keluarga, kakak-adik, orang tua anak saja ada, apa lagi yang tidak serumah.
Jadi, kalau Anda yang saya maksud membaca blog ini, sekali lagi mohon maaf dan ... kita baikan lagi, jadi best of friends lagi kan? ;-) karena terus terang saya tidak tahu salah saya di mana. Pliiiiissss... Saya janji, lain kali tidak akan asal komentar. Sungguh! The last thing I would do is to hurt your feelings. This is my one last try. Peace. :-)
No comments:
Post a Comment