Gara-gara bilang tekanan darah tinggi di blog kemarin, hari ini saya kebanjiran komentar dari teman-teman tersayang. Ada yang menanyakan apa kabar? Ada yang mendoakan cepat sembuh, ada yang menanyakan apakah sudah periksa, namun ada juga yang mengingatkan dengan nada mengancam. Saya tahu dan sangat berterima kasih bahwa teman-teman dan saudara-saudara penuh perhatian dan sayang kepada saya. Tapi kalau komentarnya bunyinya seperti ini, "Awas, lho, hati-hati, hipertensi itu bisa bikin stroke. Tau nggak kalau penyakit pembunuh utama di dunia ini adalah jantung, kanker dan stroke!" Capee deee. Saya langsung bilang,"Mbok kamu itu ngasi komentar yang encouraging dikit knape. I know it already and I got the message ok."
Saya jadi ingat ibu saya. Kami anak-anaknya paling malas kalau ketahuan sakit. Bukan kenapa-kenapa, tapi kalau ketahuan, waaah ocehan Ibu bisa sepanjang hari. Pernah suatu saat kakak saya Rachmat yang bandelnya bukan main kurang kerjaan. Maka, di siang bolong sepulang sekolah ia menggoda anjing herder kami yang ganasnya minta ampun. Alhasil, dia dikejar sampai ke garasi mobil. Maka naiklah ke dua makhluk Tuhan itu di atas mobil Mercedes ayah yang baru seumur jagung. Dengan kekuatan penuh, si Boy, nama anjing kami langsung memekarkan cakarnya dan crash crash crash! Badan Rachmat penuh cakaran dan bekas gigitan Boy. Untung bisa dilerai. Namun, kesialan Rachmat tak berhenti sampai di situ. Sudah luka-luka seperti itu, ia masih mendapat sabetan dan amarah Ibu. Mungkin juga Ibu sudah mati akal akan kebandelan Rachmat, namun saking marahnya dan mungkin juga takut mobil barunya kena baret si Boy, Beliau lupa kalau anak lakinya sudah kena baret duluan. Rachmat yang menahan sakit hanya bisa bilang, "Gelap... Gelap..." dan mau pingsan. Baru Ibu sadar. Dari marah-marah, Beliau lalu beralih jadi memanggil-manggil nama anaknya supaya tidak pingsan. Rachmat lalu segera dibawa ke rumah sakit dan mendapat suntikan anti tetanus. Dan itu juga bukan yang pertama kali. Ia juga pernah disuntik sebelumnya karena berantem dengan monyet tetangga di atas wuwungan rumah kami.
Saya juga pernah kena omelan Ibu. Suatu malam ketika berusia lima tahun, semua orang pergi menonton dan saya sendirian bersama Ibu yang sedang buat puding, saya bete dan mulai iseng cari-cari kegiatan. Saya lalu menemukan tutup kaleng buah air yang sudah dibuka oleh Ibu, memainkannya, melempar dan menangkapnya, lalu serrrrr, suatu ketika lolos dari tangkapan dan menancaplah si tutup kaleng tajam itu di paha saya. Wah, saya dapat bagian, malam-malam sudah berdarah-darah, masih juga dipukul. Sampai sekarang, bekas lukanya masih bisa saya tunjukkan. Pernah juga ketika naik sepeda dan anjing saya punya kebiasaan gila mengejar orang bersepeda dan menangkap rodanya, saya terjerembab dan luka-luka. Lagi-lagi saya kena pukul, padahal yang salah jelas anjing saya. Sialnya sang anjing melenggang bebas! Hanya sekali saat saya jatuh dan kepala saya bocor hingga perlu dijahit, saya tak dipukul Ibu. Itu karena Ibu saya sudah pucat mau pingsan duluan melihat kepala belakang saya terbuka dan bersimbah darah...
Di banyak kesempatan lain, kami anak-anaknya malas bilang sakit, karena kalau ketahuan bakal diomeli tidak bisa jaga badan, bahkan setelah kami semua dewasa, dan kakak saya Gita sudah punya cucu! Maka kalau sakit, kami saling mengingatkan, awas kalau kasih tahu Ibu!
Ibu saya pasti tujuannya baik, dan mengomel karena saking peduli dan khawatirnya. Hanya saja caranya yang "keliru". Bukannya membesarkan hati, tapi malah bikin ciut nyali. Saya jadi berpikir, berapa sering saya meniru gaya Ibu ketika orang yang saya peduli sakit atau tertimpa musibah? Tak tahu mengapa, hari ini ketika giliran saya mendapatkannya dari teman, rasanya mengena sekali dan membuat down. Bukannya diberi semangat, malah lenyap semangat karena peringatannya tadi. Tapi, masalah ini terjadi bukan hanya soal kesehatan. Saya jadi ingat kenalan selebritis saya yang gagal masuk ke bursa caleg dan tidak ingin berjumpa kerabatnya sebulan lebih karena kalau berjumpa dia mendapat olok-olok, "Masa kalah pamor sama pelawak!" Mungkin maksudnya memberi cambukan semangat, tapi sesungguhnya komentar seperti itu justru menguras perasaan.
Hari ini sekali lagi saya disadarkan untuk menggunakan kata kata positif dan menggugah semangat. Kalau tahu sedang kena hipertensi, cukuplah saya bilang cepat sembuh, jangan lupa selalu kontrol dan jaga pola makan dan hidup sehat. Tidak perlu sampai memberi peringatan yang justru bikin mati. Kalau ada yang gagal, misalnya tidak diterima di fakultas kedokteran di perguruan tinggi pilihan, jangan ditakut-takuti mau sekolah di mana lagi dan bagaimana masa depannya kalau tidak jadi dokter. Saya juga pernah mengalami, ketika mantap pindah kerjaan, malah dicela dan dipertanyakan masa depan saya. Semoga dengan semakin sering diingatkan, ucapan yang saya keluarkan dari mulut ini semakin positif, positif, positif, dan semakin memberikan semangat, semangat, semangat! Dan bukan malah mematikannya!
O, by the way, test ecg, semua test darah saya menunjukkan hasil yang sempurna, kecuali tekanan darahnya yang tinggi. Terima kasih banyak atas semua perhatian dan kasih Anda kepada saya. Saya janji akan menjalani gaya hidup sehat, mulai dari makanan sampai ke olah tubuh. I swear! Jadi saya tak perlu Anda takut-takuti lagi dengan peringatan yang seram-seram. I got it. Thank you. :-)
No comments:
Post a Comment