Tuesday, March 09, 2010

9 Maret 2010 : Takdir dan Pilihan

Saya punya kalender yang berisi love quotes dan hari ini bunyinya "Love is not in our choice but in our fate" yang kalau diterjemahkan kurang lebih berbunyi "Cinta bukanlah sebuah pilihan tetapi takdir".

Beberapa hari yang lalu saya mendapatkan bbm mengenai definisi pilihan dan takdir. Sayang setelah saya mencari kembali kutipan itu sudah terhapuskan dengan bbm yang lainnya. Saya sempat merenungkan soal pilihan dan takdir. Bertemu itu takdir, bukan pilihan. Jatuh cinta itu takdir bukan pilihan. Tapi menjalani sebuah hubungan itu pilihan, bukan takdir. Melakukan komitmen itu pilihan, bukan takdir. Menikah itu juga pilihan bukan takdir. Cinta itu takdir, tapi mencintai itu pilihan.

Hidup kita itu ternyata cuma ada dua hal : pilihan dan takdir. Dan kita sering bingung memilah yang mana pilihan dan mana yang takdir. Jangan-jangan disetiap pilihan yang kita ambil pun terletak takdir. Seperti dulu saya pernah menemukan seri buku terbitan Gramedia yang bertajuk "Pilih sendiri ceritamu". Di buku itu setiap jalan cerita terdapat dua pilihan alur. Kalau kita memilih alternatif 1 maka ceritanya akan bergulir ke kiri dan berakhir di kiri. Kalau kita memilih alternatif 2, maka ceritanya akan bergulir ke kanan dan berakhir di kanan pula. Mungkin seperti itulah hidup kita. Semuanya sudah di"rancang", semuanya sudah di"atur". Seperti pengertian bahwa tidak ada yang kebetulan dalam hidup ini. Padahal kita ini dibilang mahluk bebas, yang bebas menentukan arah hidup. Apakah kebebasan kita hanya sebatas menentukan pilihan dan selanjutnya kisah hidup kita bergulir berdasarkan pilihan itu? Itu kah yang disebut bebas?

Saya membaca sebuah buku mengenai penelitian seorang ahli kejiwaan yang ahli di bidang hipnoterapi, dan Beliau meneliti mengenai kehidupan di antara kehidupan. Artinya, dalam buku ini dikondisikan bahwa kita ini hidup berkali-kali, alias reinkarnasi. Nah, hidup di antara reinkarnasi inilah yang ditelitinya. Ternyata hasilnya mengatakan bahwa hidup ini kita yang mendesain sendiri. Kita butuh belajar apa, dan melalui pengalaman apa kita memutuskan untuk mendapatkan pelajaran itu. Setelah dibuat chart kehidupan, rencana kita itu dipresentasikan kepada sekelompok panel tetua yang akan memberi masukan apakah rencana itu terlalu ringan atau bahkan terlalu berat sehingga perlu diubah. Semuanya dirancang dengan cermat, termasuk siapa yang akan menjadi orang-orang yang berpengaruh dan bersinggungan dengan hidup kita kelak. Setelah semuanya sepakat, kita akan turun ke bumi untuk dilahirkan kembali, dan pada saat itu semua ingatan kita mengenai kehidupan di antara kehidupan itu dihapus dan kita akan menjalani kehidupan seperti yang telah kita rencanakan. Ingatan itu perlu dihapus, karena kalau tidak ia akan menjadi contekan yang mujarab dalam menjalani hidup kita, sehingga kehidupan ini tidak ada artinya karena kita tidak belajar apa-apa. Itulah sebabnya di berbagai adat agama ramal meramal itu dinyatakan haram karena praktek itu sama saja dengan menyontek.

Lalu saya jadi bertanya dalam hati, kalau semuanya sudah diatur, lalu apa peran kita di dunia ini? Bisa jadi kita disuruh untuk mengalami dan belajar dari pengalaman itu sehingga bisa menjadi orang yang lebih baik. Kalau kita sudah belajar dengan baik, maka kita akan naik kelas. Lalu pilihan itu fungsinya apa, kalau toh pada akhirnya ditentukan juga hasilnya?

Saya jadi teringat di awal tahun ini saya diingatkan untuk belajar berdamai dengan diri sendiri. Mungkin maksudnya adalah berdamai dan bisa menerima setiap kejadian yang saya alami dalam hidup saya, melalui pilihan-pilihan saya. Saya rasa di setiap pilihan akan ada konsekuensi-konsekuensi tertentu yang membawa kita pada pelajaran hidup yang berbeda. Misalnya, kalau saya mengambil Opsi A, maka yang saya pelajari adalah A sedangkan kalau mengambil Opsi B, maka yang akan saya pelajari adalah B.

Takdir dan Pilihan adalah dua hal yang berbeda. Takdir mengandung unsur given, hal yang sudah harus diterima tanpa dapat ditawar lagi. Sedang pilihan mengandung unsur minimal 2 opsi, bahkan terkadang lebih. Mungkin di sinilah kita diuji. Menerima takdir dengan syukur dan legawa. Sedang mempertimbangkan pilihan bukan dari enak tidak enaknya pilihan itu, namun dari segi apa yang bisa kita pelajari (hasil) dari setiap opsi.

Jadi, saat saya bertemu dengan seseorang itu takdir, bukan sesuatu yang bisa direncanakan. Namun keputusan untuk menjalani sebuah hubungan atau bagaimana kita menjalin hubungan dengan seseorang itu adalah sebuah pilihan. Mau berteman saja atau menjadi pacar. Mau memilih A atau B sebagai pacar. Kalau memilih jadi teman, maka akhir ceritanya adalah begini. Kalau memilih berpacaran maka akhirnya B. Kalau memilih si A jadi pacar, maka akhirnya begini, Kalau memilih B jadi pacar maka akhirnya begitu. Meskipun terkesan sangat matematis dan tidak melibatkan unsur perasaan, sebetulnya pelajaran yang terbaik dari memilih sebuah opsi kehidupan itu adalah bagaimana pikiran dan perasaan kita bisa bersatu (aligned) membentuk sebuah keputusan yang berkomitmen dan bertanggungjawab.

Jadi kalau saya simpulkan, sebuah pilihan itu muncul dari sebuah takdir, dan sebuah pilihan itu akhirnya akan menciptakan sebuah takdir. Dengan kata lain, takdir dan pilihan adalah dua hal yang berbeda namun saling terkait dan tak terpisahkan.

Hari ini saya belajar mengerti mana yang disebut takdir, dan mana yang disebut pilihan yang pada akhirnya melahirkan sebuah takdir lain. Begitulah keduanya terus bergulir hingga waktu yang ditetapkan bagi kita di dunia ini berakhir. Juga bagaimana saya harus menyikapi keduanya. Hal ini terjadi supaya saya memahami proses kehidupan.

1 comment:

Anonymous said...

Mencerahkan