Malam ini di tengah candle light dinner, I told someone that I wasn't ready for a relationship. Saya mengatakannya dengan keringat dingin dan susah payah karena saya tidak mau menyakiti orang yang begitu baik dan tidak punya salah apa-apa, sehingga saya takut kehilangan dia sebagai teman dan pribadi yang menyenangkan. Kalau ditanya is this the end? Saya menjawab tentu tidak. Saya cuma bilang kayaknya saya belum siap untuk memulai sebuah hubungan yang baru. Setelah hiruk pikuk hubungan yang seperti roller coaster, saya butuh jeda.
Santap malam kali ini cukup istimewa karena I was with good atmosphere, good food, and most of all, good companion. O, I must admit, very good conversation too. Malam ini adalah bukti bahwa I'm a good business speaker but a lousy personal speaker. Tak ada satu pun kata yang sedianya keluar dari mulut saya, kalau saya tidak dibimbing oleh rasa penasaran teman saya. Lalu kami mengulas awal perkenalan kami, sampai akhirnya kami jalan bersama, sampai saat saya "menghilang". Lalu kami membahas mengapa saya sampai menghilang. Ternyata gara-gara blog ini. Ia membaca bagian dimana kadang saya masih mencuri pandang foto mantan dan ia berkomentar, "Mulai sekarang jangan lagi ya. Kan ada saya..." dan saya langsung mengkerut. Secara terus terang tadi saya mengatakan bahwa saya cemas. Wah, belum apa apa kok sudah ngatur ini itu ya, lagian itu kan perasaan, dan sudah lewat pula... gimana jadinya nanti kalau sudah jadi pasangan hidup? O la la, saya belum siap, saya sungguh-sungguh belum siap.
Percakapan malam ini menjadi semacam cermin dan perenungan buat saya saat kami berdua membahas secara serius mengenai sebuah hubungan. Dan yang lebih melegakan lagi, percakapan ini dilakukan dalam suasana yang membangun oleh dua pribadi dewasa. Dalam pembicaraan tersebut, akhirnya saya menganalisa dan menarik kesimpulan bahwa selama ini saya selalu terlalu cepat mengambil kesimpulan dan keputusan dalam sebuah hubungan. Dari semua hubungan yang pernah saya jalani, termasuk pernikahan dan hubungan 8 tahun kemudian, semuanya saya awali dengan sebuah keputusan kilat. Akibatnya apa yang saya putuskan secara kilat, berakhir dengan hangus semua. Karena itu saya mengatakan bahwa sekarang saya tidak mau lagi terlalu cepat mengambil kesimpulan dan keputusan. Saya ingin mengenal calon pasangan saya dengan lebih baik sebelum memutuskan untuk sehidup semati dengannya.
Saya juga bilang, sebetulnya dalam sebuah hubungan itu ada 2 tes komunikasi tahap awal. Tes komunikasi yang pertama adalah saat sibuk dan sms atau telepon pasangan tidak bisa segera dijawab. Tes komunikasi yang ke dua adalah saat kita berjauhan, alias kita dalam sebuah perjalanan keluar kota atau keluar negeri.
Untuk tes pertama, saya pernah mengalami sedang meeting terus-terusan, tapi sms kekasih datangnya juga tak kalah bertubi-tubi, makin terlambat balas makin ngotot. Akhirnya saya tak tahan juga. Saya bertanya kenapa sih jadi lebih sibuk dari sekretaris pribadi saya, mau tahu detil jadwal kerja saya, sama siapa berapa lama di mana? Saya kemudian berkata, kalau kita benar-benar cinta pada seseorang, tanpa diminta pun dengan sendirinya kita akan bercerita sampai ke hal yang sedetil-detilnya. Kita kan juga ingin pasangan kita tahu apa yang kita lakukan seharian...
Tes yang kedua, saat saya sedang di luar negeri, pasangan mulai rese dan cari gara-gara melulu, tak mau tahu kalau sms dari luar negeri itu mahalnya minta ampun. Makin jarang saya beri kabar, makin gencar menyecar seolah olah saya ini sedang selingkuh saja. Padahal saya ini sering bepergian baik di dalam maupun luar negeri. Bisa dibayangkan pusingnya dan tidak bisa konsentrasinya saya. Akhirnya yang terjadi adalah, saya sengsara di perjalanan. Sengsara makan hati dan kantong bolong karena pulsa.
Tentang balas membalas sms atau telepon, saya pernah bilang bahwa saya akan pasti membalas dan saya akan melakukan segera saya bisa. Dalam kenyataannya, semua orang yang sedang dekat pada saya saat itu tak ada yang memedulikan dan semakin gencar dan semakin tak mau mengerti keadaan saya.
Sekarang, saya tidak mau lagi yang seperti itu. Saya tidak mau lagi terburu buru loncat mengambil kesimpulan dan memutuskan mulai sebuah hubungan dalam waktu yang terlalu singkat. Saya harus mengenal dulu, seperti apa yang pernah saya tulis di blog ini sebelumnya. Dulu, saat semuanya serba dadakan, saya juga sangat impulsif dan penuh ketidaksukaan. Tidak suka kalau pasangan pergi sama teman ini dan itu, tidak suka kalau dia ini tidak suka kalau dia itu. Tapi dari pengalaman saya, semuanya itu tak ada gunanya. No matter how strict you are in protecting your love one, kalau memang mesti slip away, ya lolos aja dari genggaman kita. So, what's the point of doing so? Maka saya sekarang mau santai saja. Cinta ya cinta, berusaha untuk kesatuan cinta ya baik, tapi tidak lagi memenjarakan cinta. Memang benar kata pepatah cinta yang sejati itu tidak memenjarakan, cinta sejati itu membebaskan. Dan justru dengan kebebasan itu terjadi sebuah keterikatan. Dengan kata lain, memang benar kata pepatah, kalau jodoh tak kan lari kemana...
Karena saya mau menjadi lebih relaks, saya juga tidak mau lagi diikat ikat dengan peraturan yang tidak jelas. Gak boleh ketemu ini itu, curiga ini itu. Kalau saya memang BENAR-BENAR cinta, saya tak akan selingkuh. Kalau saya memang cinta, saya akan memilih lebih bersama pasangan saya daripada kumpul-kumpul tak jelas, tanpa perlu diultimatum. Tanpa disuruh-suruh, saya juga akan sesegera mungkin menghubungi kekasih saya melalui sms, mms atau bahkan telepon dan video call. Jadi saya tidak butuh ultimatum ini itu.
Jadi saya sekarang tahu. Saya mau santai saja menjalani sebuah hubungan. Bukannya saya tidak mau serius. Tentu saja mau, dan harus. Tapi serius yang santai. Serius yang dilandasi rasa percaya dan tidak setiap kali empot empotan sakit jantung takut kekasih diserobot orang sepertinya saya ini tidak punya daya jual sama sekali. Atau jadi paranoid takut sama pasangan seperti yang terjadi dalam sinetron suami-suami takut isteri.
Malam ini saya ingin berterima kasih secara khusus kepada date makan malam saya, karena melalui dia malam ini saya bisa mengerti apa yang saya mau lebih dalam lagi. Jadi, bukan tidak mau, tapi saat ini belum siap, karena ya itu tadi, saya sekarang tidak mau cepat-cepat loncat terjun bebas. Itu saja! Dalam perjalanan pulang tadi dia mengsms berterima kasih untuk makan malam dan berkata bahwa keisengan mulutnya menjadikan hal yang tidak mengenakkan buat saya.. tapi nasi telah menjadi bubur... moga-moga buburnya menjadi lezatt... Saya jawab, "Of course, the best congee ever!" Hehehe
1 comment:
hmmm....good story,saya juga pernah mengalaminya...krn saya juga cukup sibuk dgn pekerjaan saya...kadang2 ketidak percayaan sangat mengganggu sekali....membuat cinta jadi hambatan berkarir....tapi kembali lagi sayakan perempuan...hrs berbakti sama suami...tapi lebih nikmat kalo saling mengerti ya...
Post a Comment