Tuesday, March 16, 2010

16 Maret 2010 : Pelajaran dari Ayah (Mengenang 3 tahun meninggalnya Ayah)

Siang ini kami mengadakan misa mengenang 3 tahun berpulangnya ayah. Kerabat yang datang luar biasa banyaknya, dan seiring dengan kedatangan mereka berlimpah pula kue dan makanan yang dibawa. Seorang anggota gereja yang diundang sampai menyatakan keheranannya berulang kali, kagum atas begitu banyaknya kue yang tersedia. Kue-kue tersebut datangnya dari teman-teman SD saya serta teman-teman kakak.

Saya sendiri pagi ini diminta oleh kakak-kakak mewakili keluarga menyampaikan kata sambutan. Selama misa saya kurang konsen karena memikirkan apa yang harus saya katakan dalam sambutan nanti. Sambil putar otak, saya lalu hanyut akan kenangan saya tentang ayah. Begitu banyaknya kenangan akan Beliau dan begitu cepatnya waktu berlalu, namun di akhir tenggat waktu memberikan sambutan, akhirnya saya berhasil menyimpulkan bahwa paling tidak saya belajar empat hal dari Beliau.

Ayah saya itu awet muda. Di usianya yang ke 89 tahun saat tutup usia, semangatnya masih sama menggeloranya ketika saya masih anak-anak. Beliau adalah seorang yang bisa mengikuti zaman dan tidak menjadi seseorang yang kuno dan tertinggal waktu. Beliau bahkan masih ber jeans dan menggunakan sneakers, juga T shirt yang modis. Semangat dan jiwa mudanya menular kepada kami anak-anaknya. Dalam menghadapi masalah Beliau selalu tenang dan tak mau ribut. Karenanya hidup Beliau relatif tenang dan jauh akan stress. Beliau menganggap perjuangan hidup adalah sesuatu yang harus dilewati dengan baik dan dijalani dalam tuntunan Tuhan.

Ayah saya juga seseorang people person sejati. Dalam bergaul, Beliau tak pernah pandang bulu. Tua muda, kaya miskin, melintas semua ras, Beliau bukannya hanya bersahabat, namun meraih orang-orang yang dikenalnya. Maka tak heran, begitu tiba di Jakarta, hal yang pertama dilakukannya adalah menelpon semua orang yang dikenalnya, just to say hi dan bertukar kabar. Akibatnya, jadwal di Jakarta jadi cukup penuh, diundang sana sini. Saya belajar banyak dari Beliau tentang menganggap setiap insan itu istimewa dan penting. Kalau ada lagu yang mengatakan "Everybody is beautiful in his own way", maka ayah saya adalah the livingproof, bukti nyata atas perkataan tersebut dan membuat setiap orang nyaman berdekatan dengannya. Orang bahkan kangen padanya.

Ayah saya seorang yang suka kumpul-kumpul dan pecinta kerukunan. Di perjalanan liburan terakhir dengan Beliau ke Bandung kira-kira setahun sebelum meninggalnya, kami tidak kebagian hotel karena sok tau padahal saat itu long weekend. Akhirnya, saya cuma punya pilihan terakhir, menelpon teman saya yang punya rumah mungil di Setiabudi, dan 8 orang pun menginap di rumah kecilnya yang asri. Saat malam sebelum tidur, Beliau berkata,"Enak seperti ini daripada di hotel, kita semua bisa kumpul" Ya, benar-benar kumpul karena berdelapan tidur berserakan di satu ruangan. Ayah saya juga berpesan untuk selalu saling mengasihi dan mengutamakan kerukunan. Saya bersyukur atas nilai yang ditanamkan orangtua karena setelah tiga tahun, keluarga kami tetap menjadi keluarga yang solid, saling mengasihi, bahu membahu dan saling mengisi. Saya sangat bersyukur mengingat begitu banyak keluarga yang langsung tercerai berai, penuh iri dan sirik, serta mementingkan diri sendiri. Saya sering juga mendengar keluarga yang langsung bertikai atas hak warisan, bahkan sebelum 40 hari kepergian orang tuanya. Soal kumpul-kumpul, Beliau memang pengatur yang luar biasa. Hari wafatnya adalah Jumat menjelang long weekend, sehingga rumah kami kebanjiran pelayat, dan iring-iringan yang mengantar Beliau ke tempat peristirahatan terakhirnya seakan tak ada habisnya. Hari ini, peringatan tiga tahunnya, adalah hari libur nasional, Nyepi, sehingga tidak saja kami sesaudara bisa berkumpul, tetapi juga kerabat bisa datang. Bahkan teman-teman dari Surabaya pun bisa menyempatkan hadir.

Terakhir, ayah saya ini seorang yang religius. Beliau berdoa siang malam, dan di mana saja. Saya yang paling sering menggoda Beliau karena kalau di mobil dan duduk di sebelah pak supir, Beliau berdoa namun masih sesekali nimbrung pembicaraan kami. Saya suka nyeletuk,"Lho ini doa atau nguping?" Ketekunan Beliau yang luar biasa ini juga memberikan tanda yang luar biasa : hidupnya ditutup dalam doa. Sehabis menerima sakramen perminyakan untuk orang meninggal yang masih bisa diikutinya dengan baik, Beliau menghembuskan napas terakhir. Satu tahun peringatan meninggalnya Beliau jatuh tepat di hari Minggu Palma, yang menandakan bahwa di setiap kesempatan hidup, Beliau mengingatkan untuk memulainya dengan memuliakan Tuhan.

Hari ini, saat mempersiapkan sambutan untuk peringatan tiga tahun meninggalnya Ayah, saya diberi hadiah dapat berbagi nilai yang diturunkan Beliau kepada kelima anaknya sehingga acara ini berubah menjadi a celebration of life. Kearifan seorang ayah yang hidup turun temurun dalam jiwa dan hati keluarga, anak dan cucunya. I love you, Papi and I am very proud to be your son...

No comments: