Sore ini saya mampir ke sebuah rumah batik di bilangan Kemang, Jakarta dan membeli sebuah table runner, lalu melirik sebuah baju bercorak klasik namun dengan warna ungu ekslusif. Sang pramuniaga menunjukkan beberapa pilihan lain, dan kami pun terlibat diskusi mengenai corak megamendung yang sudah dimodifikasi. Mendengar pembicaraan kami, kerabat muda yang ikut bersama saya kemudian menyatakan kekagumannya atas pengetahuan saya tentang batik. Saya bilang, saya tahunya ya sedikit-sedikit saja. Namun seketika itu saya sadar, betapa generasi muda kita tidak mengenal budayanya sendiri. Mereka lebih fasih berbicara tentang berbagai brand international yang mengisi setiap sudut mall di bumi nusantara ini.
Saya sedih rasanya. Tiba-tiba saya merasa kesal terhadap pemimpin bangsa kita yang tidak memiliki wawasan kenegaraan dan kebangsaan yang benar. Betapa orang-orang yang seharusnya memimpin bangsa ini menuju kejayaan justru telah menjual bangsanya sendiri. Bangsa kita telah menjadi korban iklan, industri internasional sehingga justru merasa risih dan asing dengan produk dan kekayaan budayanya sendiri. Saya lalu membandingkan dengan Korea Selatan yang sangat pandai meyakinkan masyarakatnya untuk menggunakan produk-produk negerinya sendiri. Coba tonton sinetron Korea, perhatikan merk handphone yang digenggam, atau mobil yang dikendarai : pasti buatan Korea. Kalau pun ada perkecualian bukan merk Korea, pasti merk nya disamarkan. Dengan demikian masyarakat mendapat contoh untuk menggunakan produk dalam negeri dengan bangga. Sinetron kita? Kalau kaya naiknya jaguar, bmw atau berbagai merk lainnya.
Saya lalu menerawang lebih jauh lagi, kalau saja pemimpin negeri ini adalah seorang negarawan yang tahu cara memimpin, tentu tidak begini jadinya. Saya bilang kepada kerabat saya, kalau saya jadi presiden, maka saya akan mengumpulkan menteri-menteri dan memberi pengarahan tentang visi bangsa yang ingin saya capai selama pemerintahan saya dan seterusnya : Menjadi bangsa Indonesia yang berdaulat dan bermartabat, yang berakhlak dan bangga akan karya dan budaya Indonesia serta berwawasan dunia. Lalu menyuruh semua menteri membuat program kerja terpadu dengan indikator kinerja yang jelas, sehingga tidak ada kementerian yang membuat programnya sendiri-sendiri dan bertabrakan dengan program kementerian yang lain, dan bila disatukan tidak menjadi satu kesatuan cerita yang jelas alurnya.
Saya kemudian terdiam. Miris melihat banyaknya orang yang menawarkan diri ingin menjadi pemimpin namun tujuan sebenarnya adalah mengeruk kekuasaan dan keuntungan yang sebesar-besarnya. Di sepanjang jalan sejak keluar dari gerbang tol serpong menuju rumah, saya melihat begitu banyak papan iklan yang mengetengahkan potret orang-orang yang selama ini tidak dikenal massa tiba-tiba mengklaim dirinya ahli pendidikan, peduli anak bangsa, mengajak mengumpulkan buku dan sebagainya. Kalau memang ahli pendidikan, mana visi nya di bidang pendidikan bangsa? Masyarakat kita juga sudah sering juga terkecoh oleh jargon-jargon manis selama kampanye, kini menelan ludah akibat pil pahit yang ditegaknya sendiri. Percaya pada orang yang melabeli dirinya sendiri ahli, padahal sampai bertahun-tahun setelah terpilih, daerah yang dipimpinnya bukannya membaik namun jauh lebih buruk keadaannya. Kemana perginya sang ahli? Saya lalu memahami, butuh orang yang tingkat batinnya sudah lagi tidak terkungkung keduniawian, kekayaan dan yang sudah tinggi tingkat pengertiannya tentang keluarga, untuk dapat menjadi seorang pemimpin yang berwibawa, bijak dan bersih. Saya jadi ingat sebuah ayat yang dibacakan kemarin di gereja, dari kitab Lukas 12:15 yang mengutip pesan Yesus : "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." Jadi, jangan dipikir dengan harta dan kekuasaan, kita memiliki semuanya dan membereskan segalanya. Bukan kekuasaan yang membuat kita dikenang harum, namun apa yang telah kita lakukan bagi bangsa ini...
Saya jadi berpikir, bagaimana ya caranya pesan ini sampai pada Beliau-Beliau di papan iklan itu? Lalu saya ingat fenomena keong racun yang saat ini sedang ramai-ramainya dibicarakan orang. Kalau aksi dua gadis muda yang lucu melalui youtube bisa sampai ke telinga jutaan orang, semoga ada keajaiban juga pesan ini bisa menggugah dan menginspirasi Beliau-Beliau. Mumpung ini bulan Kemerdekaan. Tapi kalau tidak mempan juga, bukankah kita sudah melihat bukti kekuatan rakyat yang luar biasa besarnya? Jadi, tanpa perlu menunggu-nunggu, kita sendiri bisa memulai dari lingkungan kita : membangun bangsa Indonesia yang berdaulat dan bermartabat, yang berakhlak dan bangga akan karya dan budaya Indonesia, serta berwawasan dunia...
No comments:
Post a Comment