Sunday, August 22, 2010

22 Agustus 2010 : Rencana Tuhan

Saya menerima sebuah sms lelucon yang membuat saya tertawa terbahak-bahak:

Ibu Joko membuka pintu rumahnya yang diketok seorang tamu.
Seorang pemuda berdasi berdiri di depannya, tiba2 langsung menumpahkan sampah dan debu di ruang tamu bu Joko.
Sebelum si ibu marah, sang pemuda langsung mengoceh dgn penuh percaya diri : "Perkenalkan saya Budi dari electrolux mau mendemonstrasikan alat penghisap debu dan sampah teknologi terbaru kami. Bila saya tidak bisa membersihkan sampah dan debu ini dlm waktu kurang 10 menit, saya akan jilat debunya dan makan sampahnya!!!!"
Bu Joko cuma senyum manis: "Yo wes, mulai dima'em aja sekarang dek Budi. PLN nya mati dari pagi, baru nyala besok siang" katanya sambil ngeluyur masuk ke dapur...

Saya jadi membayangkan Budi menelan ludahnya pucat pasi dan langsung mendapat pelajaran bahwa jadi orang itu jangan sok PD. Segala peralatan yang canggih yang membekali kita dengan penuh kepercayaan diri bukan jaminan kita dapat melaksanakan tugas dengan baik. Masih banyak faktor yang dapat membuat kita gagal. Siapa sangka sedang ada pemadaman listrik bergilir? Demikian pula begitu banyak faktor yang dapat menggagalkan rencana kita. Saya juga pernah mengalami seperti Budi, namun dalam posisi yang berbeda. Kami sudah mempersiapkan presentasi dengan sebaik-baiknya, menyiapkan laptop, mencobanya di kantor, namun saat berada di meja rapat, laptopnya sama sekali ngadat, sampai saya harus presentasi luar kepala mengandalkan proposal cetak yang tentu saja memberi efek berbeda.

Kadang-kadang kejadian di luar dugaan itu tidak masuk akal buat kita, namun kalau dipikir mengenai rencana Tuhan, semuanya tentu jadi masuk akal. Dari kejadian-kejadian yang pernah saya alami, saya mengambil kesimpulan bahwa kesialan belum tentu kegagalan, melainkan justru rencana Tuhanlah yang bekerja, mengalihkan kegagalan di satu tempat dan menggantikannya dengan yang lain yang memiliki misi yang diinginkan Tuhan bagi kita.

Kadang-kadang rencana Tuhan bekerja di luar kehendak kita, namun tak jarang pula membimbing dan menunjukkan betapa Tuhan mengerti akan kebutuhan kita. Kemarin, teman saya Samuel Mulia bercerita pernah selepas puasa seharian, ia ber-angan membuat pasta untuk makan malamnya. Belum sampai 5 menit, teman kami Cicilia King menelponnya sedang dalam perjalanan menjemputnya untuk mengajak makan di restoran Itali. Tadi sebelum misa sore, melihat sekretariat gereja terbuka, saya mengajak seorang kerabat muda mampir menanyakan bagaimana caranya mengikuti pelajaran agama. Ia sendiri memiliki latar belakang keluarga Buddha namun kemudian mendalami agama Kristen dan akhirnya tertarik untuk menjadi Katolik. Petugas gereja tampak asal-asalan dan setengah hati memberi penjelasan dan menyerahkan seberkas formulir untuk diisi. Karena tidak mendapat penjelasan yang memuaskan, kami keluar untuk menuju ruang gereja. Saya lalu meminta kerabat saya menunggu saya yang ingin buang air kecil. Sesuai dari kamar kecil, saya menemui kerabat saya sedang membaca formulir tersebut dengan penuh tanya, dan saya pun tidak bisa menjawab dengan baik karena tidak tahu siapa Ketua Lingkungan kami karena meskipun sudah tinggal 12 tahun di Karawaci, saya belum mendaftarkan diri sebagai warga gereja. Satu-satunya orang gereja yang saya kenal adalah Pak Wong, dan kebetulan Beliau adalah Ketua Wilayah.

Saat sedang kebingungan dan memutuskan untuk menunda rencana mengisi formulir, tiba-tiba Pak Wong muncul dari ruang pastoral. Kami mengobrol dan menanyakan mengenai prosedur katekisasi (belajar agama) dan Pak Wong dengan mudahnya mengatakan, "Nanti saya suruh Ketua Lingkungan kamu ke rumah kamu untuk menaruh persyaratan dan formulir, sekalian kamu urus KK kamu ya, dia masukkan saja di KK kamu." Beliau kemudian melenggang pergi karena harus tugas menjadi prodiakon sore tadi.

Kami pun ditinggalkan dengan keadaan terkagum-kagum oleh rencana Tuhan. Kalau saja saya tidak melihat pintu sekretariat dibuka, saya tidak punya inisiatif untuk masuk. Seakan ada kekuatan yang membisiki saya untuk masuk dan bertanya, kemudian belok ke kamar kecil. Kalau saya langsung saja ke ruang misa, tentu saya tidak punya kesempatan untuk bertemu dan mengobrol dengan Pak Wong. Kerabat saya langsung bilang bahwa ini adalah rencana Tuhan yang memudahkan jalan. Saya melihatnya dan mendapat pelajaran bahwa dalam hidup ini bukan kita yang memilih, namun Tuhanlah yang memilih. Sekuat tenaga kita ingin namun bila Tuhan tak berkenan, tak akan terjadilah keinginan kita. Namun ketika Tuhan memilih, seberat apa pun jalan yang harus ditempuh, pasti dimudahkan.

Petang ini saya ditunjukkan kembali tentang penyerahan diri kepada Tuhan. Bila kita berserah, Tuhan akan mengatur setiap langkah kita sesuai rencanaNya, dan karena sudah berserah kita pun mengerti segala rencana Tuhan sehingga mengikuti saya diajak berbelok kemana, tanpa mengeluh. Kalau kita mengerjakan sesuatu karena mengerti, tentu kita tidak akan mengeluh. Hanya saja kali ini kita mengerti bahwa semua ini adalah rencana Ilahi, meskipun tidak mengerti akan dibawa manakah kita. Itulah esensi keimanan. Maka,hari ini saya belajar memahami arti iman : percaya dan pasrah, berserah dengan tulus dan ikhlas...

No comments: