Di tengah menunggui jenazah tante, kami sekeluarga berkumpul dan saling berbagi cerita penting. Karena penyemayaman jenazah sudah berlangsung berhari-hari - menunggu pesan anak tertuanya yang ngotot ingin melihat wajah ibunda dan tidak boleh tutup peti, maka makin lama, makin menyurutlah bahan obrolan. Salah satu bahan obrolan adalah cerita tentang tante saya yang satu lagi, yang ada di Belanda. Beberapa hari yang lalu Beliau menyetir sendiri dan kecelakaan. Katanya kelingkingnya patah dan ada perdarahan otak. Lalu berkembang lagi menjadi tempurung kepalanya retak, ngomongnya ngaco. Hari ini, kondisinya meningkat jadi siaga satu, alias koma. Sepupu saya yang tidak mau percaya begitu saja, langsung menanyakan pada narasumber yang berkompeten mengeluarkan statement. Tidak dapat menghubungi anaknya (karena sedang dalam pesawat terbang dari Jakarta menuju Belanda), ya bicara dengan isteri anaknya. Sang isteri mengatakan bahwa keadaan ibu mertuanya semakin membaik, bahkan sudah mengenali orang dan mulai mengobrol. Wah, datang dari mana ya segala kehebohan retak tengkorak dan koma itu?
Saya heran, senang benar kita bergossip, apa lagi kalau gossipnya miring. Sudah miring, yang lebih membuat kita lebih giat lagi adalah memberi bumbu penyedap. Makin miring bumbunya, makin seru rasanya! Sampai kita tidak bisa membedakan lagi mana yang benar, mana yang hasil mengarang bebas. Dan cerita yang sudah berbumbu ini, beredar dari satu orang, ke orang lainnya, dan ke orang lain lagi dengan bumbu yang sudah bertambah banyak dari orang yang dimampiri cerita ini. Lalu semua itu diceritakan dengan gaya sok yakin, seolah-olah si penutur ini memang ada di tempat kejadian perkara.
Males deh! Yang begini ini yang menyebabkan saya malas kumpul-kumpul nggak jelas, termasuk kumpul keluarga. Tapi apa boleh buat, kalau cuma pesta kumpul-kumpul saja, saya masih bisa memutuskan tidak datang, dan itu sering. Kalau soal kematian, ya saya pentingkan. Tujuan saya berkumpul adalah untuk menghormati yang pergi dan memberi penghiburan bagi keluarga yang ditinggalkan, supaya mereka tahu bahwa saya ada bagi mereka terutama pada saat duka.
Selama kejadian menggunungnya gossip tentang keadaan tante di Belanda, saya ada di sana bungkam dan hanya melihat seperti ping pong ke kanan kiri depan dan menolh ke belakang. Dalam ukuran sekian menit itu juga, saya seolah menyaksikan sebuah demo masak. Bumbu penyedap semakin bertambah dari begitu banyak mulut sampai pada puncaknya, sepupu saya menelepon tadi. Wow! Saya lalu membayangkan kalau yang jadi topik adalah saya sendiri. Tentu seru, karena banyak hal dari diri yang bisa jadi sasaran empuk gosip. Tapi dipikir-pikir lagi, tentu saya sudah sering jadi ajang gosip, hanya karena saya nya saja ada di sana sehingga mereka tidak berani menggosipkan saya karena akan ketahuan begitu banyaknya bumbu yang sudah dicampurkan sehingga rasanya sudah tak karuan...
Dari situ saya belajar :
1. Jangan menjadi bagian dari gosip.
2. Kalau tidak tahu benar tidaknya, lebih baik tidak diceritakan dan dikatakan.
3. Jangan percaya cerita orang, sebaiknya kalau memang ingin tahu, konfirmasikan langsung pada narasumber yang bersangkutan.
Waktu mereka menanti saya berkomentar terhadap gosip itu, komentar saya : ya... mungkin yang cerita tadi belum selesai, masih komaaaa.....
No comments:
Post a Comment