Monday, August 23, 2010

23 Agustus 2010 : Kecanduan Cinta

Oprah Winfrey malam ini mewawancarai Rielle Hunter, selingkuhan politisi kawakan Amerika Serikat John Edwards. Saya tidak mengikuti dari awal, namun sisa wawancara Oprah yang dijawab dengan sangat gamblang dan terus terang oleh Rielle menyisakan tanda tanya besar di benak saya : Apa sih yang ada di benaknya?

Yang jelas, tidak tampak tanda-tanda Rielle merasa bersalah. Ia mencintai John yang jelas-jelas ia tahu sudah menikah dan memiliki anak, dan menurutnya John juga mencintainya. Ketika ditanya apakah ia menyakiti orang lain, ia justru mengatakan bahwa orang lain tidak tersakiti olehnya karena mereka tidak mengenalnya. Tanggapan orang terhadap masalah perselingkuhannya adalah ungkapan rasa kesal terhadap orang tua, sahabat, kerabat dan bahkan pasangannya sendiri yang telah melakukan perselingkuhan. Ia ditanya lagi : apakah ia merasa menyakiti Elizabeth, isteri John Edwards? Ia menjawab, sebaiknya ditanyakan Elizabeth apakah ia tersakiti oleh Rielle.

Buat saya jawaban yang terakhir merupakan statement yang sangat aneh. Dari wawancara yang terpotong itu saya mengambil kesimpulan seolah Rielle hidup di dunianya sendiri, dengan kaca matanya sendiri. Yang penting John mencintainya. Meskipun John pernah menyangkal kenal dengan Rielle dan anak hasil hubungan mereka, Rielle menganggap John hanya korban kebingungannya sendiri dalam upaya memperbaiki situasi yang runyam akibat terbongkalnya skandal seks mereka. Selebihnya, ia tetap cinta John, dan yang penting John tetap cinta dia. Ia sama sekali tidak mempertimbangkan, atau memikirkan orang lain yang selama bertahun-tahun sebelum ia kenal John sudah berada di sisi lelaki yang pernah mencalonkan diri menjadi presiden negara adidaya itu.

Lama saya mencoba mencerna jalan pikiran Rielle. Saya menangkap dari ekspresinya, Oprah juga melakukan hal yang sama, mencoba mengerti jalan pikiran wanita pirang itu. Saya lalu bertanya, beginikah jalan pikiran semua orang yang melakukan selingkuh? atau lebih tepatnya lagi orang yang merebut hak orang lain? Bagaimana jalan pikiran John Edwards? Apakah sama dengan jalan pikiran Rielle? Mau sama atau tidak, orang yang berselingkuh punya satu kesamaan : mereka sama-sama egois dan hidup dalam tempurung kaca. Mereka sudah tidak tahu lagi dampak kelakuan mereka terhadap orang lain, keluarga, bahkan dirinya sendiri. Mereka tak lagi sempat berpikir soal dampaknya kepada karir dan masa depan. Semuanya terselimuti nafsu yang secara semu mengeluarkan aroma nikmat dan indah. Saya juga merasa, bahwa bahkan ketika kaca itu pecah berkeping dan semua yang ada di sekitarnya terluka, sang pelaku - terutama yang merebut pasangan orang - masih saja terbius otaknya. Maka, kita tidak bisa bertanya apakah merasa bersalah atau menyakiti : jauh di lubuk hati jawabnya seakan pasti tidak.

Saya juga mencerna, kalau misalnya si gadis dibohongi mengenai status si laki, ya sudahlah, namun ketika ia tahu dan masih saja merongrong kehidupan rumah tangga pasangan selingkuhannya : apa sih yang ada di benaknya? Saya mencoba menelaah bahwa sudah terjadi tingkat obsesi yang tinggi sehingga makin merebut makin puas, dan makin terenggut makin terobsesi. Orang-orang seperti ini menjadi semakin liar dan buas ketika kisah selingkuhnya terkuak. Orang yang terluka seperti ini bisa menjadi psikopat yang luar biasa tak punya perasaan.

Dalam kenyataannya psikopat seperti ini tidak terbatas pada orang-orang seperti di atas. Hal ini ternyata juga terjadi kepada orang-orang yang saking jatuh cinta dan ingin memiliki orang lain, ia menjadi terobsesi dan semakin buas dan liar untuk memiliki orang yang tidak mencintai atau menghendakinya. Hebatnya dengan kemajuan teknologi komunikasi, orang-orang seperti ini seperti mendapat lahan untuk bebas beroperasi tanpa bisa ditahan atau dihentikan. Ia masuk ke dalam sulur-sulur yang paling pribadi dari orang yang ingin dikuasainya seperti roh setan yang menjelajah dan menjajah, membuat orang lain menjadi tak berkuasa dan menjadi korban ketidakberdayaan.

Pertanyaannya: harus diapakan orang-orang seperti ini? Apakah harus berakhir seperti di film-film dimana karakter semacam ini dimatikan di ujung cerita? Mereka seperti kecanduan cinta, dan seperti orang yang kecanduan narkoba, ujung-ujungnya mereka merusak dirinya sendiri dan orang lain di sekitarnya. Terapi apakah yang bisa dilakukan untuk mengatasi orang seperti ini? Jangan pernah terpikir ini hanya berlaku untuk orang-orang tertentu. Mereka-mereka ini ada dan berkeliaran di sekitar kita, bahkan di tempat-tempat yang kita anggap paling aman.

Saya sendiri tidak punya jawaban atas pertanyaan di atas. Untuk saat ini, saya cuma punya satu kesimpulan : kalau begitu, hidup saya mulai sekarang mesti yang benar dan di jalan yang benar : hidup atas hitam dan putih, dan tidak abu-abu, karena interpretasi abu-abu bisa seluas nuansanya. Lagi pula abu-abu itu bukan hitam dan bukan putih.

Hari ini saya diingatkan untuk memagari hidup dengan hidup di jalan yang benar, yang putih dan terang. Sebagai penutup, Gill Weber, teman saya dari Perth mengirimkan kata-kata ini :

to be nobody but yourself, in a world which is doing its best day and night to make you feel like everybody else, means to fight the hardest battle any human being can fight....and never stop fighting. e.e.cummings

No comments: