Karena jenuh dengan pekerjaan, saya memutuskan untuk rehat sehari memanfaatkan hari kejepit nasional di bulan Kemerdekaan ini untuk sejenak kabur dari suasana Jakarta yang seperti benang ruwet. Tertarik pada bbm seorang teman yang punya usaha travel, saya memesan tiket dan hotel padanya beberapa minggu yang lalu. Karena deadline penerbitan tiket yang sangat sempit dan jadwal kerja saya yang sangat padat, saya meminta pengunduran waktu pembayaran satu hari kerja, alias dari Jumat ke Senin, lalu mundur ke Selasa karena mendadak ada urusan penting di kantor di hari Seninnya. Selasa pagi saya pun sudah menyiapkan uangnya, namun karena waktu yang tidak klop, kurirnya sakit dan ketika sembuh jadwal kurirnya sangat padat, baru terlunaskan Jumat minggu lalu. Saat membayar, saya "hanya" menerima secarik kertas tulisan tangan berisi voucher hotel, sedang tiketnya belum. Saya terus terang tidak terbiasa dengan transaksi seperti ini : saya yang serba teratur dan organized biasanya langsung menerima print e-ticket dan e-hotel booking saat pembayaran, namun karena teman dan takut kecerewetan saya membuat hubungan kami renggang, ya sudahlah, apa lagi dia mengatakan sistem komputernya sedang down dan dia sendiri sedang sakit. Dia berjanji akan mengirim paling lambat Senin. Saya pun menitip untuk diprintkan konfirmasi hotel booking yang dilakukan melalui internet. Ia menyanggupi.
Setelah tertunda beberapa hari, tadi siang saya menerima email e-ticketnya. Ketika saya tanya lagi mana e-hotel bookingnya? Ia mengatakan voucher hotel itu bisa dipakai, tapi kalau saya mau detil ia bisa memintakan detilnya, karena dalam hal ini ia men-sub kan lagi pada travel yang lebih besar. Saya bilang, mau dong. Ia menjawab : "Sip. Sabar ya. Mohon dimaklum khan travel biasa."
Pada detik saya membaca komentarnya, saya rasanya membaca tulisan MOHON DIMAKLUM KHAN TRAVEL BIASA seperti ditulis besar-besar dan ditebalkan! Wah, poin ini, saya tidak terima. Buat saya, apa pun yang dilakukan tidak ada biasa dan tidak biasa, besar atau kecil. Soal kualitas layanan itu tetap nomor satu dan harus diunggulkan. Kalau perusahaan jasa tidak bisa memberikan jasa yang baik, apa lagi yang tersisa mau diharapkan dari perusahaan itu? Karenanya saya tidak bisa menerima excuse seperti ini. Cuma, saat itu saya tidak berkomentar lebih lanjut, takut runyam jadinya kalau "naga" sudah bersuara.
Rasanya teman saya ini harus belajar dari perusahaan penyewaan mobil "Avis" dari negeri Paman Sam. Ia bukan perusahaan terbesar namun memberi berbagai kemudahan dan layanan lebih. Avis pun mengiklankan diri seperti ini : We are not Number 1. That's why we try harder. Sikap inilah yang harus dimiliki teman saya. Menjadi perusahaan kecil dan "biasa" justru harus berusaha lebih keras dan lebih baik dari perusahaan raksasa. Karena ukurannya yang kecil, mestinya ia justru lebih leluasa memberikan perhatian yang jauh lebih personal, detil dan profesional kepada pelanggannya. Saya tidak bisa membayangkan, kepada saya yang dia bilang "Please trust me. I won't do anything wrong, especially to you. Amit2" saja begini, apa lagi pada yang tidak dapat imbuhan "amit-amit." Tidak sadarkah ia bahwa word of mouth adalah senjata tajam bermata dua yang sangat ampuh sekaligus mematikan? Tak terbayangkah ia bahwa seorang pelanggannya punya jejaring yang luas dan berlapis? Yang jika layanannya memuaskan dapat memindahkan seluruh jaringannya untuk menjadi pelanggannya, namun juga yang bisa menyebarkan warning ke seluruh jaringannya dan jaringan milik jaringannya untuk tidak menggunakan jasa nya? Saya sih tidak akan melakukannya karena ia teman baik saya. Kalau Anda merayu untuk menanyakan travel apa dan siapa teman saya itu, saya pun tidak akan pernah mau memberitahu Anda. Saya menceritakannya karena kejadian ini menjadi pelajaran luar biasa bergunanya bagi saya pribadi :
Saya sekali lagi ditunjukkan bahwa yang namanya kualitas layanan itu tidak pandang bulu dan tidak dapat dikompromikan. Dan bahwa semakin kecil kita, justru harus semakin besar usaha dan kualitas layanan yang diberikan, karena kalau tidak, kita ini tidak ada apa-apanya dan tidak mampu bersaing dengan raksasa industri yang sudah berkuasa dan bergigi karena kebesarannya ...
No comments:
Post a Comment