Wednesday, August 25, 2010

25 Agustus 2010 : Salah Teropong

Jadwal saya pagi ini adalah mengikuti presentasi sebuah lembaga riset mengenai posisi klien dibanding kompetitornya di pasar nusantara. Riset yang dilakukan dengan jumlah responden 260an itu menggambarkan dengan jelas bahwa klien saya sangat jauh ketinggalan dan hanya mengenyam bagian kue pasar yang sangat kecil, bahkan terlalu kecil untuk ukuran perusahaan yang menyanggahnya. Riset ini diprakarsai oleh bagian pemasaran perusahaan klien, dan saya duduk sebagai pendengar tamu bersama dengan vice president perusahaan klien. Di akhir presentasinya saya berbisik pada wakil pemilik perusahaan itu, "Pak, kalau gambarannya seperti ini, apakah berarti bahwa selama ini perusahaan ini salah fokus?" Beliau dengan tenang balik berbisik, "Ya kalau dilihatnya seperti ini, namun sebetulkan pangsa pasar kami bukanlah pangsa pasar umum, pangsa pasar kami adalah pasar yang khusus dengan kriteria yang khusus pula..." Saya lalu menyimpulkan, "ooo... kalau begitu ini sih salah mengarahkan risetnya dong ya pak..." Beliau dengan tenang menganggung dan tersenyum, "ya."

Memang, yang memberi arahan kepada lembaga riset tersebut adalah direktur pemasaran dan manajer pemasaran yang baru seumur jagung di perusahaan ini. Yang menjadi pertanyaan saya adalah : mengapa mereka sebelum bicara dengan pihak luar, tidak mempelajari dahulu keadaan perusahaan ini dari narasumber di dalam, sehingga tidak salah arahan dan salah membidik? Pantas saja brief yang diberikan kepada saya selama ini selalu terdengar "berkabut", tidak jelas. Apakah mereka pikir mereka begitu menguasai ilmu pemasaran sehingga tidak memerlukan lagi keterangan dari "dalam"? Ataukah riset ini mau dijadikan ajang pembuktian bahwa mereka mampu? Kalau itu yang ada di benak mereka, hasilnya sungguh gagal, karena akibat ke "sok tahuan" mereka, paparan riset yang dibuat dengan biaya mahal tersebut menjadi salah teropong. Kalau saya jadi pimpinan, saya akan meminta pertanggungjawaban mereka atas pemborosan yang dilakukannya, karena riset mahal tersebut "tidak bisa dipakai". Saya kesal ketika salah seorang manajernya mengatakan dengan entengnya, "O kalau begitu kita brief ulang saja, supaya mereka mengulang risetnya." Haloooo, yang salah itu bukan lembaga risetnya, tapi kalian..... Pak Wakil Presiden Direktur sama kesalnya dengan saya dan mengatakan, "Mereka ya akan minta dibayar lagi pastinya."

Pulang dari sesi tersebut, saya mendapat berbagai oleh-oleh pelajaran :

1. Kalau saya baru di area tertentu, jangan sok tahu, saya harus bertanya pada mereka yang sudah lama "tinggal" di sana, alias "penduduk asli". Pepatah "malu bertanya sesat di jalan" yang bisa diplesetkan juga jadi "terlalu angkuh untuk bertanya malah sesat di jalan" berlaku pas di sini.

2. Hati-hati meneropong kalau tidak memiliki visi dan tujuan yang jelas, hasilnya bisa salah meneropong, dan jadi salah mengambil kesimpulan, sehingga ujung-ujungnya salah bersikap dan mengambil langkah. Jangan dipikir meneropong bisa mendapat pengelihatan yang lebih jelas tentang sesuatu. Kalau objeknya gajah dan kita meneropong belalainya saja, bisa salah kesimpulan bahwa gajah adalah binatang yang
berbentuk seperti pipa panjang, kalau meneropong hanya sisi perutnya saja, bisa-bisa kita menyimpulkan bahwa gajah itu binatang yang pipih luas. Perlu "wisdom" dan visi yang jelas agar kita bisa meneropong gajah dari kejauhan tertentu agar terlihat bentuknya. Hal ini rasanya berlaku untuk semua aspek kehidupan : jangan asal meneropong.

Akan halnya ke dua pejabat pemasaran di perusahaan itu, saya masih belum bisa meramalkan apa yang terjadi selanjutnya. Saya takut salah meneropong, jadi ya ikuti saja kisah selanjutnya nanti...

No comments: